Chereads / Kemanusiaan dalam maut | Janji sang Iblis / Chapter 7 - Chapter 7: Darah dan besi

Chapter 7 - Chapter 7: Darah dan besi

Mereka berlama-lama di atas kasur itu, dia dan Lizzy, Walau tidak terjadi apa pun di antara mereka, dava selalu merasa lizzy sebagai sahabat yang tidak pernah dia miliki. Teman yang dia selalu harapkan dan selalu seperti itu hubungan mereka semenjak dahulu dia pertama kali datang di apartment itu.

Tidak ada yang berubah dari saat itu hingga sekarang. Dia dan Lizzy, kamar-kamar apartment, bahkan daerah sekitarnya. Masih tetap sama.

Meskipun pernah pada suatu saat dalam hidupnya, dava berharap keadaan itu berubah. Keluarganya yang susah secara financial, tempat tinggalnya yang kumuh dalam apartment itu, dan pekerjaannya.

Dia pernah berfantasi tentang menyewa sebuah bungalow di Tengah kota. Akan ada lima atau enam kamar, dan setiap kamar memiliki kamar mandi pribadi. Balkon besar terhampar di atas bungalownya, dengan ruang makan yang memiliki meja-meja panjang dengan kayu-kayu Jati. Ruang tamu untuk menyambut keluarganya, dengan sofa-sofa yang berwarna velvet Merah dengan ornamen emas disekitarnya. Itu bukan emas sungguhan, dia pun tahu itu, tapi untuk imitasi emas saja seseorang sudah diangap kaya, karena langkanya warna palet itu.

Tidak lupa dapur, dan juga para koki yang menyiapkannya makan tiga kali sehari. Seperti para petinggi gereja. Mereka tinggal di bungalow-bungalow yang tersebar diseluruh kota.

Satu bungalow sebesar hampir lima-belas kamar apartment ini. Mereka biasa menutupi seluruh bungalow dengan kaca satu arah agar non-gereja tidak bisa mengintip kedalam dan kalau salah satu dari kita ingin Melihat dari celah antar kaca akan ada prajurit gereja menghalau.

Ini bukannya hanya sekedar angan-angan belaka, dia benar-benar telah memperhitungkannya juga. Jika ada yang mempekerjakannya, itu benar- benar bisa terjadi. Dia telah belajar dalam sebuah universitas ternama di kota dorian, Universitas gereja kebajikan, —dinamakan dari sekte gereja yang membangunnya—

Dia adalah lulusan sejarah gereja kebajik, dan semestinya menjadi pengajar di universitas itu. Secara teori dia dan keluarganya akan segera didorong ke status sosial ekonomi yang jauh lebih tinggi dari hanya penebang pohon. Tapi kenyataan berkata lain, karena sehabis dia lulus perang berkecambu di utara, dekat desanya. Republik dibawah President caesar mendeklarasikan perang dan menghentikan seluruh pembiayaan tambahan untuk Pendidikan dan hal-hal yang bukan kebutuhan pokok.

Semua yang ia cita-citakannya seketika hancur dan pecah. Semua Uang yang dia keluarkan untuk Pendidikan hangus terbakar sia-sia. Jika saja diberi kesempatan, hanya dengan dua bulan uang universitasnya akan segera tergantikan. Satu bulan mengajar saja Sudah menghasilkan dua pound emas, belum lagi tunjangan dan fasilitas yang diberikan saat dia diangkat menjadi anggota kegerejaan.

Bungalow yang dia impikan hanya senilai setengah pound emas, yaitu sekitar lime silver pound atau lime puluh sen. Masih terdapat banyak sisa. Dia bahkan bisa dapat berhambur untuk menaiki kereta dari tempat ke tempat.

Tapi semua itu berubah, harapan, dan impiannya mengikuti. Bukan karena perang. Perang saja masih belum bisa mematahkan semangat dava. Bahkan setelah menerima malu dari keluarga dia masih tetap mencari pekerjaan. Tapi setelah kejadian itu. Seketika dia berhenti.

Baru Sekarang ini lagi dia mendapat sebuah ilham, sebuah dorongan untuk berubah, walau tidak sampai untuk kembali bermimpi tapi dia merasa dorong yang kuat untuk hidup. Melanjutkan apa yang pernah dia tinggal, teringat kembali kenangan-kenangannya dengan lizzy, pertemuan terakhir dia dengan ayahnya, dan juga penyesalannya.

Disana. Di dalam apartmentnya, di kamarnya, di pelukan Lizzy ada yang berubah. Atau bertambah? Entah berubah atau bertambah, yang jelas dia harus berangkat sekarang. Sudah hampir setengah jam lizzy memeluknya dan saat dia menengok kearahnya, dia bahkan sudah lelap tertidur.

Perlahan dia melepaskan diri dari cengkraman tangan Lizzy. Meletakkan kepalanya di atas bantal, dia juga menyelimutinya dengan berhati-hati.

Dengan semua ini selesai, dia berjalan ke depan lemari dan mengeluarkan pakaiannya.

Rompi hitam dengan jas, celana panjang yang membentuk bagian paha dan betis kakinya, dan topi vedora berwarna hitam keabu-abuan. Seketika dia merasa nostalgia, baju lamanya mengingatkannya pada memori-memori semasa dia di universitas. Euforia belajar yang tinggi, dia percaya bahkan untuk menjadi president selanjutnya. Walau pada kenyataannya butuh koneksi dan nama keluarga yang tinggi untuk bahkan menjadi pengangkut sampah universitas.

"Aku tidak akan pergi untuk mengajar, yang aku lakukan hanyalah membeli beberapa bahan untuk makan…"

Dava begitu bertekat untuk menjadi pengajar bahkan sampai saat ini jika dia tidak fokus sedikit saja, dia secara instingtual akan mengambil baju itu sebagai Pilihan pertamanya.

Setelah menarik nafas, dava melepas kembali jas dan rompinya, kemudian beralih ke jaket hitam keabu-abuan. Awalnya dia juga ingin mengganti topi vedoranya menjadi flanel, tapi setelah Melihat dirinya di kaca dia tidak jadi dan tetap menggunakan vedora abunya.

Setelah selesai dengan pakaianya, dia berjalan ke sisi mejanya dan menarik Laci meja. Dia membukanya dan menjulurkan tangannya hingga mencapai pojok laci. Disana ada sebuah tombol kecil dan ketika dipencet melepaskan sepotong kayu didalam lacinya.

Membuka potongan kecil itu, dia menarik semua yang ada dalam lubang kecil itu. Saat ditarik tangan kanannya, ada beberapa sen perunggu di telapak tangannya. Ada sekitar lima sisa koin sen.

Ini semua adalah tabungan yang dimilikinya saat ini. Bahkan sudah termasuk biaya hidup untuk tiga hari kedepan.

Dava menatapnya, dan terus menatapnya. Berharap dia akan bertambah saat diinginkan. Tapi dia tahu itu tidak mungkin terjadi, yang akan terjadi adalah Lizzy yang butuh makan dan dirinya yang juga membutuhkan. Satu roti adalah seharga satu sen perunggu, dan satu orang membutuhkan dua roti untuk makan siang sekarang ini dan nanti malam. Uang yang dimilikinya sekarang hanya lima sen.

Bagaimana ini! Dia panik, untuk bahkan hidup sampai besokpun belum tentu. Jika hanya dirinya tak apa, dia Sudah terbiasa untuk tidak makan berhari-hari selagi masih ada minum. Tapi untuk Lizzy? Tidak tega dia membiarkannya kelaparan. Lizzy pasti tidak akan meminta makanan jika tidak ada, mungkin sampai berpura-pura kenyang, tapi aku lebih tahu soal dia, kapan dia berpura-pura atau tidak.

Dava memejamkan matanya, mematikan semua pikiran negatifnya. "Aku harus kerja. Apa saja yang penting beruang…" bisiknya dalam hati.

Dava memperhatikannya lagi untuk beberapa menit lagi, sebelum akhirnya dia memasukan uang itu kedalam sakunya kemudian memasang lagi potongan kayu itu pada tempatnya dengan hati dan memasukan laci ke dalam mejanya.

Akhirnya selesai dengan persiapannya, dia membawa tas hitam belanjaan dan dengan cepat berjalan menuju pintu.

Langkahnya yang berawal cepat lambat-laun memelan sampai akhirnya berhenti.

Dava berdiri tepat di depan pintu kamarnya dan tidak yakin untuk keluar.

Mana mungkin dia meninggalkan revolvernya satu kamar dengan Lizzy, pikirnya, kalau tiba-tiba pemburu datang dan menemukan ini selagi lizzy ada disini, jangan dia, mungkin satu apartment ini akan dibakar hangus oleh mereka dan Lizzy sendiri akan di bawa dan langsung di eksekusi ditempat. Begitu perintah mereka untuk para pencuri, pembunuh dan semua musuh gereja. Tapi Bagaimana jika aku yang bertemu pemburu? Mereka terbukti mempunyai insting yang kuat soal hal-hal seperti ini. Tidak aneh jika aku tiba-tiba mereka geledah dari kerumbunan orang lainnya.

Hmm….

Berpikir keras, Dava akhirnya kembali ke meja dan menggeserkan tumpukan buku dan mengeluarkan revolver putih yang berkilauan itu.

Ini adalah besi yang berbahaya, dia pikir, lebih baik aku yang terkena memegangnya dari pada orang lain. Lagian aku pula yang membelinya dari pasar gelap jadi Sudah sewajarnya kalau aku yang bertanggung jawab

Dia sudah sering menggunakan besi seperti ini, semenjak dia sekolah di universitas gereja kebajikan, mereka selalu di berikan pelatihan umum soal tembak menembak, gereja kebajikan memang begitu mereka adalah sekte yang kekuatan tempurnya menjadi prowes gereja itu sendiri. Jadi wajar bagi anggota gereja bahkan pelajar untuk membiasakan diri dengan besi-besi perang.

Dia membelai logam dingin, memperhatikan semua ornamen yang berkilau darinya, garis emas yang membentuk lambang gereja, ganggang kayu yang terpoles mengkilat dan pelatuk baja yang bunyi setiap kali dikokang. Dia memasukkannya di belakang celananya, tertutup oleh baju dan jaketnya, sangat tersembunyi.

Selesai dengan segala persiapan, saat persis hendak pergi, dia tiba-tiba Melihat tetesan darah dari mejanya.

Mungkin belum sempat dibersihkan olehnya, Lizzy tadi memang secara tiba-tiba masuk kamarnya, jadi mungkin saja dia belum sempat membersihkan sisa darah yang ada.

Dia mendekatkan wajahnya dengan darah. Melihatnya perlahan bertetesan dari meja jatuh kepada lantai. Dia tiba-tiba Merasa lapar. Perutnya berbunyi keras, dan dia teringat Bahwa dia belum makan sejak kemarin malam. Sudah hampir sehari lebih dia tidak makan. Tapi kenapa dia tidak kunjung lapar? bahkan teringatpun tidak. Jika bukan karena Lizzy dia mungkin sudah lupa sepenuhnya soal makan.

Memegang perutnya, rasa yang bertambah dan bunyi perutnya mengeras. Lalu kembali perhatiannya pada tetesan darah itu.

Warna tetesan darah itu berubah. menjadi merah cerah, dan itu mengingatkan dia akan apel, yang manis dan berair. Sudah tidak ingat dia kapan terakhir kali memakan apel, bahkan dia telah lupa pada rasanya. Tapi yang dia sering dengar dari orang, rasanya lebih nikmat dari anggur dan lebih manis dari madu, walau harganya pun lebih mahal dari keduannya di gabung.

Penasaran, dia mencium darah itu. wanginya, aneh untuk darah. Dia ingat, bahwa terakhir kali dia membersihkan darah ini, aromanya bau dan kamarnya menjadi busuk. Darah yang waktu itu tergenang, telah menggumpal dan berlendir sehingga mengeluarkan aroma yang busuk. Tapi yang ini tidak.

Mencoleknya dengan Jari, dia perhatikan kembali darah itu di jarinya. Masih kental, tapi tidak seperti tadi. Sekarang dia lebih mirip madu dibanding darah. Jangan-jangan rasanya juga… mungkin… ah tidak.

Tidak mungkin!

Tidak!

Tidak…

Mungkin sedikit saja…

Hmmm…

Enak...