Chereads / 2019 Meander / Chapter 3 - One || Senyuman Itu

Chapter 3 - One || Senyuman Itu

"Ga ngerti sama jalan pikiran cowok. Dikit-dikit sombong, gimana kalo punya cewek cakep yang bodygoals?"

=RAGISTA  ZENITH CASTIN=

*******

Semburat senyum tercetak jelas di wajah Ragis dengan tatapan bahagianya. Ingat, hari ini Ragis berada di sekolah barunya. Hari ini ia sudah bukan lagi anak SMP. Tapi sudah menyandang status sebagai siswi SMA.

Ragis sengaja memperlambat langkahnya. Entah apa yang membuat gadis penuh luka itu senyum tak henti-hentinya. Padahal setiap orang yang melihatnya selalu menilainya sinis dan jutek. Emang, Itu faktanya.

"Eh anjir gue betah sumpah di sekolah ini. Adem banget dah, berasa di surga."

"Gua tau anjir, karena banyak yang putih, mulus dan glowing yakan? Anjing emang Jas," sembur Wisnu.

"Iyalah bang Anjas mah pacarnya di mana-mana, bahkan di seluruh sudut Indonesia." Anjas.

"Songong banget lo, emang kalo lo mati pacar lo bakal lo bawa ke liang comberan?" Wisnu.

"Liang lahat, bego." Rafka yang sedari tadi bungkam kini menjitak kepala Wisnu. Anjas  tertawa walau rasanya hambar tidak ada yang lucu.

Ketiga cowok itu  berjalan mendahului Ragis. Entah apa yang membuat Ragis terpikat untuk melihat ke arah salah satu dari ketiganya.

Tatapannya terpaku pada Anjas. Dalam sedetik saja pesonanya sudah melelehkan hati Ragis. Duh senyuman Anjas mendebarkan ternyata.

Hingga Ragis  tidak menyadari di samping kanannya sudah ada Amella dan di samping kirinya sudah ada Tina. Yap mereka satu SMA lagi setelah 3 tahun bersama di SMP.

"Woy, ngelamun mulu masih pagi ini." Amella menepuk bahu Ragis hingga tersadar dari lamunannya.

"Amella, Tina, sejak kapan kalian ada di samping gue?" Ragis seolah kaget.

"Sejak lo orok, ingusan, hingga sekarang," celetuk Amella. Tina manggut-manggut menyetujui.

"Maksudnya sekarang. Gue serius loh ya,"

"Kita juga serius ya kan Tin?"

"Iya!"

"Trek," keduanya trek tangan. Ragis makin sebal karena pertanyaannya seperti dimain-mainkan.

"Dahlah gue males." Ragis kembali menunjukan tampang juteknya.

"Kita juga males yagak Tin?"

"Iya!"

Bodoamat. Satu kata yang mewakili perasaannya saat dirinya sudah kesal pada orang. Siapapun itu.

"Yah kita beda kelas Gis, gue sepuluh Ipa satu, Tina sepuluh IPS tiga dan lo kan sepuluh bahasa satu." Amella menggerutu.

"Bukan beda kelas lagi. Beda jurusan dodol emang lo," Tina kali ini merasa menang dalam perbincangan.

"Yaudah sih yang penting sekelas sama cogan. I like cogan. " Amella dengan barbarnya berteriak histeris. Padahal di lorong kelas  sangat ramai.

"Amella gila! Dah ya gue masuk duluan." Tina masuk ke kelasnya.

Sementara Ragis dan Amella terus berjalan karena kelas mereka masih jauh.

******

Bel istiarah berbunyi. Seluruh murid berhamburan bebas di area sekolah. Ada yang mampir ke kelas doi, ke toilet, hingga ke kantin.

"Kemaren lo ngartis Jing." Wisnu menatap Anjas dengan tatapan kesal.

"Kenapa lo nyet?"

"Gue ajakin keluar gamau. Banyak alesan."

"Duh lo gatau sih nyokap gue rempong minta ditemenin mulu."

"Ke mana?" Rafka dan Anjas serempak.

"Beli bebek lima warna," celetuk Anjas.

"Sejak kapan mamih lo suka bebek?" tanya Wisnu dengan polosnya.

"Sejak putri duyung terdampar di pulau seribu,"

"Ada yang eror tapi bukan radio," sambung Rafka.

"Apaan tuh?"

"Otak lo!"

Di tempat lain, Ragis dan kedua temannya tengah berajalan menuju kantin.

"Woeey gue sekelas sama cogan. Yaampuun sumpah ganteng banget. Namanya Rafka, Anjas, dan Wisnu." Amella menampilkan wajah bahagia.

"Gue suka sama Rafka. Titik gapake koma," cerocos Amella.

"Terus?" Ragis datar.

"Terus gue duduk bareng sama dia."

"Dia siapa?" Ragis mengerutkan dahinya.

"My Prince Rafka!" Amella menjerit histeris.

"Seganteng Oppa korea nggak?" sambung Tina dengan kepo.

"Lebih!"

Ragis jadi penasaran sama sosok Rafka. Seganteng apakah dia?

Begitu sampai di kantin Semua pasang mata tertuju ke arah mereka.

"Hai orang-orang yang beriman, ngapain lo pada lihatin kita? Ada yang salah sama penampilan kita?" tanya Amella dengan mulut bacotnya. 

Saat-saat seperti ini, tanpa sengaja mata Ragis menangkap sosok Anjas dan kedua temannya di bangku ujung sana.

"Udah Mel, udah." Ragis menyenggol tangan Amella cekat. Lalu duduk di bangku.

"Untung mulut gue masih bisa nahan kata-kata kasar." Amella meneguk minumannya yang barusaja dipesan.

"Kata-kata kasar itu contohnya kek gimana sih Mel?" Tina.

Amella tersedak minumannya. "Uhukuhuk!"

"Pertanyaan lo gak berfaedah banget Tin," ceplos Ragis dengan wajah juteknya.

"Ragis!" suara seseorang mengagetkan Ragis.

"Siapa yang manggil gue?" Ragis menengok ke kanan, kiri, depan, belakang. Penasaran.

Amella dan Tina menggelengkan kepalanya secara bersamaan.

"Ini gue yang duduk di depan lo!"

Ragis berdiri lalu mendekati cowok yang sejak tadi duduk di depannya itu dengan posisi membelakanginya.

"L-lo yang manggil gue? Apa gue gak salah denger?"

"Gue haris. Sahabat lo."

"Hah? Nggak, nggak mungkin. Haris kan udah---"

"Ini gue. Waktu itu gue emang koma selama 2 tahun. Tapi ada yang nyebarin info kalau gue udah meninggal." Haris menjelaskan kronologis masa kecilnya.

Saat Haris koma, keluarganya memutuskan untuk pindah negara ke Eropa. Hingga tidak ada kabar sama sekali. Tapi isu beredar dari tetangga katanya Haris meninggal.

"Kita satu SMA?" Ragis memastikan. Jangan-jangan ini mimpi.

"Yes! Lo gak mimpi ko, dan sekarang gue kembali ke Indonesia karena ada alasan tertentu."

Saat keduanya tengah ngobrol, seseorang tiba-tiba berdiri di depan keduanya. "Kalo mau pacaran jangan di sini!"

Siapa sih? Rafka. Tapi Ragis tidak tahu nama cowok itu.

"Santay bang kita gak pacaran," jelas Haris.

"Jadi orang jangan sotau!" pekik Ragis dengan wajah juteknya.

"Gue bukan sotau!" balas Rafka dengan bentakan.

"Tadi apa? Nuding kita pacaran?"

"Gue mau jangan di kantin."

"Suka-suka lah ngapain lo ngatur-ngatur? Emanya ini sekolah punya lo?"

"Kalo iya kenapa?"

Sekak. Ragis tidak bisa lagi berkata apa-apa. "Sombong banget lo, cewek-cewek juga gamau sama cowok sombong kayak lo! Amit-amit."

"STOP! gausah ribut di sini. Sorry bang gue gaada maksud apa-apa. Cuma ngobrol, tapi dituding yang nggak-nggak. Padahal gue sama Ragis sahabatan." Haris keluar kantin dengan perasaan berkecamuk.

"Lo Ragis?" Rafka memastikan.

"Ngapain nanya kalo udah tau?" sinis Ragis.

"Oh jadi lo yang katanya dapet beasiswa dengan nilai paling besar?"

Tunggu. Dari mana Rafka tahu tentang itu? "Perlu gue tegasin. Gue anak  pemilik sekolah di sini, jadi lo jangan buat masalah sama gue."

"Catat di otak lo." Setelah mengatakan itu Rafka kembali pada teman-temannya. Ragis hanya mematung.

"Gis, tadi itu Rafka yang tadi gue ceritain." Amella dan Tina berdiri.

"Hah?"

"Tadi yang ngomong sama lo itu si Rafka," ulangi Amella.

Ganteng dari mananya? Bagi Ragis Rafka itu sombong. Ganteng apanya? Percumah ganteng tapi sombong.

"Gak ngerti sama jalan pikiran cowok. Dikit-dikit sombong, gimana kalo punya cewek cakep yang bodygoals?"

*

*

♥♥♥♥_To Be Continued_♥♥♥♥

Follow IG : @Nurhaaa_ss