Chereads / 2019 Meander / Chapter 6 - FOR || Hamil

Chapter 6 - FOR || Hamil

Kantin

Jam istirahat pertama

"Gis bibir lo pucet banget tau, kayak orang sakit. Apa lo sakit?" Amella terus menyelidiki.

"Iya tuh Gis apa lo sakit? Apa lo kecapean? Kan lo abis olahraga," sambung Tina.

"Nggak papa ko," sahut Ragis. "Mell lo gak ikut olahraga?"

"Nggak Gis, tadi perut gue mendadak mules makanya gue suruh ke UKS aja sama anak-anak." Ragis manggut.

"Gue tanya serius Gis, lo kenapa bisa pucet kek gitu?"

"Gak papa ko yaampun."

"Nggak mungkin Gis, jelas-jelas lo itu udah kayak mayat berjalan."

"Jangan-jangan lo dehidrasi?"

"Gak mungkin Tin, ini aku cuma kecapean doang. Udah deh kalian gausah lebay."

"Yaudah kalo gitu lo minum yang banyak nih, dihabisin." Amella menyodorkan 3 botol air mineral dihadapan Ragis.

"Gila lo, lo pikir gue apaan?"

"Lo minum aja Gis, jangan banyak bacot. Mumpung gue tlaktir nih."

"Sebotol juga cukup kali Mel,"

"Udah minum aja semua pokoknya," paksa Amella.

"Bisa-bisa gue hamil dadakan nih," cerocos Ragis dengan tatapan malas.

"WHAT?" Amella dan Tina serempak.

"Hamil tapi brojolnya air bukan bayi."

"Gapapa Gis biar rumor hamil lo gempar se seantero sekolah."

"Ituh si derita lo!" Amella.

"Janganlah nanti Anjas gak suk-" Ragis menghentikan kalimatnta.

Apa yang barusan ia katakan? Duh gawat kalau sudah begini, kenapa mulutnya harus keceplosan sih? Dasar ember bocor.

"Apa lo bilang? Anjas?"

"Anjas yang mana Gis? Yang sekelas sama Amella? " Tina.

"Ih bukan ya. Kalian apaansi?"

"Anjas yang sekelas sama gue kan? Ngaku loh. " Amella memastikan.

"Apaansi, nama Anjas itu banyak."

"Tapi gue gak yakin lo naksir sama Anjas yang beda sekolah. Secara lo kan bukan anak gaul."

"Lo ngehina gue?"

"Ngehina apaan si lo hatean banget jadi orang."

"Gue emang bukan anak gaul kayak lo Mell, tapi gue anak baik yang selalu di anggap buruk di mata siapun. " Ragis sedikit emosi.

Ucapan Amella tadi tenyata menusuk hatinya. 'Bukan anak gaul' kata-kata barusan terus saja terngiang.

"Sabar Gis, sabar." Tina beriusaha menenangkan Regis.

"Gue duluan. Thanks minumnya." Ragis langsung berlari meninggalkan kantin menuju taman belakang sekolah.

Ragis duduk di bawah pohon apel sambil menenangkan pikirannya yang kacau itu. Semilir angin pun mampu menyejukkan hatinya.

Namun menit berikutnya Ragis merasakan kepalanya berat karena ada buah apel yang jatuh menimpa kepalanya.

"Awww!"

Satu

Dua

Tiga

Empat

Lima

Ada 5 buah apel yang sekarang jatuh ke rumput. Ragis jadi takut, jangan-jangan ada monyet di atas? Nanti kalau monyetnya jahat terus ngikutin gimana?

"Ih monyetnya galak banget sih ngejatuhin apelnya ke kepala gue? Monyet gaada akhlak." Ragis terus saja berceloteh. Lalu berdiri berniat menjauhi pohon apel itu.

Namun sekarang ia merasakan ada beban yang menimpa badannya sangat berat. Ragis kaget bukan main ternyata Rafka menindih badannya sambil tangannya memegang buah apel merah.

"Eh jadi lo monyetnya? Iya?" Ragis melotot dengan rasa kesal mengiringi.

"Cogan kayak gue lo bilang monyet?" Rafka mulai berdiri tanpa membantu Ragis bangun.

"Lo ko parah banget si ngejatuhin apel itu ke kepala gue? Kalo gue amnesia gimana? Dan sekarang lo nubruk badan gue, mana gak bantuin gue lagi." Ragis berusaha membangunkan badannya.

"Haaaaaaaaaaaaaaaa!" Ragis menjerit begitu melihat ada ranting pohon yang akan jatuh dari atas.

Menyadari itu dengan gesit Rafka memangku badan mungil Ragis. Di bopong ala-ala bridal style. Rafka langsung membawanya berlari sedikit jauh dari pohon itu.

"Ih apaan si lo so-soan nolongin gue? Modus kan lo?" cerocos Ragis.

"Modus apaan?" tanya Rafka dengan bada cuek.

"Gak ngerti gue. Harusnya lo berterima kasih karena udah gue tolongin!"

"Halah emang suruh siapa nolongin gue? Bilang aja lo mau modus pegang pantat gue. Lepasin gue sekarang."

"Dasae gak tau terima kasih!" setelah melepaskan Ragis dari pangkuannya Rafka melenggang begitu saja.

Eh ... Buah apelnya lumayan juga sih, Rafka melenggang tak membawa buah apel itu. Entah lupa atau kah di sengaja?

Ragis mendekati apel itu lalu mengambilnya satu persatu. Dan ia melanjutkan aktivitasnya. Bersejuk dibalik pohon apel. Bedanya sekarang sambil makan apel.

******

"Nu lo kenapa si dari pagi diem-diem bae?"

"Bae apaan?" tanya Rafka.

"Bae itu kalau bahasa Indonesianya 'Aja' "

Rafka manggut-manggut tanda ngerti. Ingat ya Rafka kan blasteran Indonesia-Jerman.

"Gue kasian sama si Sandi, dia baru kemaren ditinggalin si Gori,"

"Sandi siapa? Gori siapa lagi?" Anjas heran.

"Ikan cupang gue,"

Anjas menepuk jidatnya. "Si Gorinya ke mana? Selingkuh nyari cowok lain?"

"Mati, bego,"

Rafka melirik ke arah Wisnu. " Turut berduka cita Nu, semoga Goriorio masuk surga."

"Gori, jir bukan Goriorio itumah kue,"

" Gue juga ya Nu turut berduka cita, semoga amal ibadahnya diterima di sisi Tuhan, and sorry gak ngelayat hahha,"

"Gaperlu. Kalau lo ngelayat ntar si Gorinya nggak tenang di sana,"

"Bangsat!"

"Gue juga kata mamih mau di jodohin sama anak temennya mamih,"

"Terus lo mau?" Rafka.

"Nunu sayang, kamu masih jomblo alias singel kan sayang? Bagus deh kalo gitu mamih sama papih mau jodohin kamu sama anaknya temen papih."

"Ih mamih apaansi? Nunu kan udah dewasa, apalagi kan sekarang Nunu udah SMA ya bisa nyari sendiri lah,"

"Iya Nu Mamih tau tapi kan itu udah keputusan Papih kamu,"

"Tapi Nunu nggak mau,"

"Harus mau Nunu sayang,"

"Dia cantik nggak?"

"Cantik? Jelas dong, masa Mamih sama Papih ngejodohin anaknya yang ganteny ini sama cewek yang buruk rupa sih?"

"Gamau ah, ntar tau-taunya pas Nunu lihat wajahnya jelek kayak adonan donat."

"Kamu itu ngomong apa sih? Mamih nggak ngerti. Udah ya jangan protes lagi."

"Sebel banget gue." Wisnu mendengus sebal.

"Yang sabar ya Bos, saran gue nih ya kalo lo gamau di jodohin lo harus bawa cewek ke rumah lo. Dan lo bilang sama bonyok lo kalo cewek itu pacar lo. Simpel gausah ribet. Lagian ya Nu udah nggak musim jaman sekarang dijodohin,"

"Menurut lo gimana Raf?"

"Ko nanya gue? Kan lo yang mau dijodohin," sahutnya.

"Bangke! Temen gaada akhlak." Wisnu kesal setengah hidup.

Rafka hanya mengendikkan kedua bahunya. Acuh tak acuh.

Karena guru matematika di kelas mereka tidak datang, anak sekelas X Ipa A free class.

Anjas memainkan ponselnya yaitu membalas chatting dari pacar-pacarnya.

10 Pesan belum terbaca

Sayang 1. Dena ❤

Sayang 2. Lusi ❤

Sayang 3. Fina ❤

Sayang 4. Elina ❤

Sayang 5. Tamara ❤

Sayang 6. Loli ❤

Sayang 7. Fiona ❤

Sayang 8. Lutfia ❤

Sayang 9. Sese ❤

Sayang 10. Cintia ❤

Anjas mulai membalas satu persatu chat dari mereka. Namun semenit kemudian, telinganya terasa panas karena ada yang menjewer.

"Aaaw siapa si?" begitu menengok ke samping, ternyata Amella.

"Jangan so sibuk lo ya, karena kemaren lo nggak piket sekarang juga isi spidol ke ruang TU."

"Lah kan ada Panji yang piket hari ini."

"Tapi si Panji udah piket nyapu sama ngepel pas pagi."

"Gue kan udah kemaren ngehapus papan tulis,"

"Itu doang mah anak TK juga bisa, dodol." Amella geram. Anjas terus saja fokus pada handphone-nya.

Dengan kasar Amella merebut HP Anjas dari genggamannya.

"Wuiiiihhh pacar lo banyak banget Jas? Gileeeeeeeeeeeeee!" Amella teriak heboh.

Anak sekelas langsung melirik ke arah Amella juga Anjas. "Lo apaan si? Siniin hp gue,"

"Gak bisa lo harus piket dulu,"

"Kalo gue gamau ya gamau,"

"Yaudah. Lo masih mau nggak nih hp lo? Kalo nggak bakal gue jual sekarang juga,"

"Siniin Mel,"

"Gamau."

"Satu-satunya cara kalo lo masih mau hp lo ini, gue kasih lo dua pilihan. Piket atau ngambil stok spidol baru di ruang TU? "

"Iya. Gue piket apa?" pasrah saja Anjas.

"Pertama lo nyapu, kedua ngepel, ketiga lap kaca keempat anterin buku paket MTK ke perpus."

"Iya!" Anjas menunjukan wajah malas. Sangat malas dengan situasi seperti ini.

___♥♥♥To be Continued♥♥♥___