Chapter 28 - KEPUTUSASAAN PART 4

"Giania, lebih baik kita pergi sekarang juga."

Sebuah suara yang tiba-tiba terdengar dari arah belakang telah sukses membuatku tersentak. Perkataannya itu membuatku semakin yakin bahwa pemilik suara itu memang seseorang yang sangat egois dan tidak perduli pada penderitaan orang lain. Aku menatap Zero dengan penuh amarah, aku tidak menyangka dia akan mengatakan perkataan yang amat kejam seperti itu padahal dia tahu persis dalam situasi seperti ini Lily dan Josh pasti sedang membutuhkan orang lain untuk menghibur mereka atau setidaknya menemani mereka sampai suasana hati mereka mulai membaik.

"Bagaimana mungkin kau tega mengatakan itu? Di saat mereka sangat membutuhkan kita. Mereka baru saja kehilangan putri mereka dan kau dengan kejamnya menyuruhku untuk pergi meninggalkan mereka begitu saja?"

"Bukan begitu, Giania. Ini semua demi kebaikanmu."

Aku memicingkan mata, selalu itu alasan yang dikatakan Zero setiap kali dia mengajakku untuk pergi di saat orang yang membantu kami sedang tertimpa masalah. "Cukup, Zero. Terima kasih karena sudah menunjukkan padaku betapa kejamnya kau ini."

"Kali ini saja, aku mohon turuti perkataanku."

Aku berdecak, "Dengarkan aku, Zero. Di sini sedang ada pembunuhan. Seharusnya kau membantu mencari pembunuh Renata bukannya mengajakku untuk pergi."

"Ini bukan pembunuhan, aku melihatnya ketika Renata pergi dari rumah."

Aku terbelalak mendengar pengakuannya ini. "Lalu apa kau mengikutinya?"

Zero menganggukkan kepala, melihat hal itu aku yakin Zero mengetahui apa yang telah terjadi pada Renata.

"Apa yang terjadi pada Renata? Kenapa dia bisa tergantung di sana?"

"Dia sendiri yang mengikatkan tali itu."

"A-Apa kau bilang?" Tentu saja aku memekik, luar biasa terkejut mendengar ini.

"Dia sendiri yang mengakhiri hidupnya."

Ketidakpercayaan yang amat besar seketika kurasakan. Bukankah itu artinya Renata telah bunuh diri? Tapi kenapa? Kenapa hal ini bisa terjadi?

"Kau bilang dia bunuh diri?"

Zero kembali mengangguk, "Begitulah," katanya tanpa keraguan.

"Kau melihatnya bunuh diri tapi kau sama sekali tidak mencegahnya? Kenapa kau tidak menghentikannya, Zero?"

"Aku tidak ingin ikut campur karena sepertinya dia sudah yakin dengan apa yang dia lakukan."

Plaaaaaak!

Untuk pertama kalinya aku memukul wajah seorang pria. Ya, aku menampar Zero dengan amat keras, aku bahkan bisa merasakan panas pada telapak tanganku yang baru saja menampar wajah Zero. Zero tidak mengatakan apa pun, dia hanya terdiam. Aku sangat kecewa dengan sikapnya. Kenapa dia tidak menghentikan Renata begitu menyaksikan gadis itu berniat bunuh diri? Seandainya Zero menghentikannya mungkin Renata masih hidup sampai detik ini. Zero, tidak diragukan lagi dia memang pria yang sangat kejam dan tak memiliki hati nurani. Dia tak pernah mempedulikan keselamatan orang lain.

"Benar yang dia katakan, Renata memang bunuh diri."

Aku memalingkan tatapanku yang sejak tadi menatap Zero penuh amarah dan kekecewaan. Kini aku tengah menatap sumber suara itu yang tidak lain adalah Lily yang baru saja mengajakku bicara setelah terdiam sejak kami tiba di rumah.

"Kalian juga mengetahuinya, kalian tahu Renata bunuh diri?" tanyaku, semakin merasa aneh dan menyadari ada kejanggalan di sini. Lily dan Josh terlihat tak terkejut menyaksikan putri mereka mengakhiri hidupnya sendiri dengan sengaja.

"Kami tidak menyangka dia akan bunuh diri, tapi ... tapi kami memang sudah tahu dan siap menerima kepergiannya."

Aku benar-benar tidak mengerti dengan perkataan Lily dan Josh. Bagaimana mungkin mereka sudah siap menerima kepergian putri mereka untuk selamanya? Namun mendengar perkataan Lily dan Josh, aku pun teringat pada perkataan Renata semalam. Aku masih mengingatnya dengan jelas, dia tampaknya sangat yakin bahwa dia memang akan pergi meninggalkan orangtuanya. Aku semakin curiga dengan kejadian ini, memang sesuatu telah menimpa Renata. Suatu masalah besar yang membuat gadis itu nekat mengakhiri hidupnya sendiri.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Tolong ceritakan padaku," pintaku karena tak kuasa ingin segera mengetahui kebenarannya.

Lily dan Josh hanya terdiam, seakan-akan mereka enggan untuk menceritakannya padaku.

"Aku mohon ceritakan apa yang terjadi. Masalah apa yang sedang menimpa Renata sampai dia nekat bunuh diri?"

Kekesalan mulai menderaku karena pasangan suami istri itu tetap bungkam seribu bahasa, mereka masih tak mau memberitahukan kejadian apa yang menimpa keluarga mereka hingga membuat mereka berdua harus kehilangan putri semata wayang mereka. Aku sudah membuka mulut berniat untuk kembali bertanya. Namun …

Tok ... Tok ... Tok ...

Suara ketukan dari arah pintu tiba-tiba terdengar. Lily dan Josh saling berpandangan dan terlihat jelas mereka mulai panik hingga langsung berdiri dari posisi duduk.

Ketukan itu terdengar normal seolah ada orang yang ingin bertamu ke rumah ini, aku heran karena Lily dan Josh tak terlihat berniat membukanya. Padahal mungkin saja itu tetangga mereka yang ingin berkunjung untuk menyampaikan belasungkawa atas kematian Renata.

Aku ikut bangkit berdiri dari dudukku, lalu menatap Lily dan Josh yang masih setia diam mematung di tempat mereka berdiri alih-alih membukakan pintu untuk orang yang sedang mengetuk pintu.

"Kenapa pintunya tidak dibuka? Mungkin ada yang ingin bertamu untuk mengucapkan belasungkawa atas kepergian Renata?"

Aku berdecak karena baik Lily maupun Josh masih mengatupkan mulut dengan rapat, sama sekali tak merespon.

Aku melangkah menuju pintu untuk membukakan pintu pada awalnya, namun langkahku terhenti karena Zero tiba mencekal lenganku.

Aku mendelik tajam pada Zero, "Ada apa lagi?" tanyaku luar biasa ketus, aku masih marah padanya karena perkatannya tadi.

"Jangan dibuka pintunya, biarkan saja," sahutnya.

Aku menghela napas panjang disertai bola mata yang berotasi, tentu saja aku tak mempedulikan larangannya. Aku menepis tangannya yang mencekal lenganku hingga terlepas. Lalu aku kembali melanjutkan langkah mendekati pintu namun lagi-lagi langkahku harus terhenti begitu mendengar ketukan itu berubah menjadi gedoran kencang seolah ada lebih dari satu orang di depan pintu yang memaksa untuk masuk ke dalam rumah ini.

"Buka pintunya!! Ini sudah waktunya, buka pintunya!!"

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara beberapa orang yang menggedor semakin keras pintu rumah Lily dan Josh serta berteriak-teriak. Jika mendengar keramaian ini tampaknya cukup banyak orang yang berkumpul di luar. Keadaan ini membuatku semakin merasa heran.

Aku lalu menoleh kepada Lily dan Josh, "Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Kenapa ramai sekali di luar, apa yang mereka inginkan?" tanyaku meminta penjelasan. Sepasang suami istri itu masih terlihat enggan menjawab karena alih-alih menanggapi pertanyaanku, mereka justru saling berpandangan disertai raut ragu yang terpancar di wajah masing-masing.

"Apa perlu aku buka pintu ini?" tanyaku serius karena jika mereka tetap bungkam, aku akan membuka pintu untuk melihat sendiri apa yang sedang terjadi di luar.

"Akan kami ceritakan, apa yang terjadi di desa ini." Akhirnya Josh merespon.

Aku menatap Lily dan Josh dengan serius, aku ingin segera mengetahui kebenaran dari semua peristiwa ini. Aku merasa lega karena sebentar lagi aku akan mengetahuinya karena akhirnya pasangan suami istri itu mau menjelaskan segalanya.