Aku masih gelagapan, terutama ketika menyadari sorot mata penuh harap Nenek Vella masih tertuju padaku. Aku pun terkekeh untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba terasa menegangkan di antara kami berdua.
"Nenek ini bicara apa? Mana mungkin aku yang ditakdirkan menjadi pasangan Mahesa. Aku ini sudah menikah, Nek." Aku mengatakan ini sambil tertawa karena tak ingin menyinggung perasaan Nenek Vella yang sepertinya serius berharap demikian.
"Tapi kau dan suamimu seperti ini sekarang. Dia mungkin lebih memilih wanita itu dibandingkan kau, Giania. Pria seperti itu untuk apa dipertahankan."