Chereads / I am a survivor / Chapter 1 - Oh Tae-Won death

I am a survivor

🇮🇩lEm0n94
  • 26
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 18.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Oh Tae-Won death

Area Gyeongju yang menjadi tempat pertemuan malam ini berada di puncak gunung yang sepi dan gelap. Tidak ada lampu di sisi jalan, tidak ada rumah ataupun mobil yang berlalu lalang. Tempat itu seakan memberikan kesan terlarang dan tidak ada kehidupan sama sekali. Setelah beberapa kali berbelok dan melewati jembatan, Joo Won melihat lampu berwarna kuning dari villa di atas. Ia mengikuti mobil Oh Tae-Won di belakang dan memarkir mobilnya beberapa kilometer di bawah gunung sesuai dengan perintah atasannya itu.

"Apakah kau mendengarku, Sherlock?" tanya Oh Tae-Won dari ujung telepon.

"Ya. Aku mendengarmu, Wolf." balas Cho Joo-Won dengan headset bluetooth yang terpasang di telinganya.

"Aku akan turun sekarang. " katanya lalu memasukkan ponsel ke saku jas tanpa memutuskan sambungan.

Joo Won mendengar suara langkah kaki Oh Tae-Won yang menaiki tangga batu dan berbicara dengan penjaga di depan pintu. Meskipun Oh Tae-Won adalah laki-laki berusia enam puluhan, tapi tubuhnya masih sehat dan kuat. Nada suaranya terdengar jelas dan tegas yang selalu berhasil membuat orang lain hormat ketika berbicara dengannya.

Salah seorang penjaga berusaha menghubungi seseorang yang ada di dalam untuk memastikan sesuatu. Setelah beberapa saat, Oh Tae-Won dibiarkan masuk bersama dengan satu orang penjaga dan meninggalkan penjaga lain berdiri di depan pintu.

Sepertinya villa itu dibangun dengan material utama kayu, karena ia mendengar suara hentakan sepatu yang keras ketika mereka berjalan menyusuri lorong yang panjang lalu masuk ke sebuah ruangan. Penjaga itu kemudian mempersilahkan Oh Tae-Won duduk kemudian pergi meninggalkannya sendirian.

Sekarang tidak terdengar gerakan atau suara apapun. Joo Won menyalakan ponselnya beberapa kali untuk memastikan koneksi telepon masih tetap terhubung sambil menatap bagian depan villa yang terlihat jauh dengan tatapan menyelidik.

Ia merasa dirinya bukan termasuk orang yang mudah terbawa suasana, namun malam itu entah kenapa ia merasa tidak tenang. Selama sepersekian detik rasa takut yang sangat jarang tiba-tiba muncul. Malam itu Oh Tae-Won akan bertemu dengan seseorang. Tapi siapa orang yang akan ditemui oleh Oh Tae-Won dan alasan kenapa hanya Joo Won yang diminta untuk menemaninya, ia tidak bisa menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut. Namun, satu hal yang pasti bila sesuatu terjadi kepada mereka disitu, bisa dipastikan tidak akan ada orang yang akan berhasil menemukan mereka.

"Sepertinya hari ini angin bertiup dari arah barat." Suara bernada rendah diikuti dengan tawa terdengar. Laki-laki bertubuh besar dan berotot masuk ke dalam ruangan mengambil posisi duduk di depan Oh Tae-Won.

Suara itu terdengar tidak asing, tapi anehnya Joo Won tidak bisa ingat dimana ia mendengarnya.

"Aku tidak pernah membayangkan suatu hari akan melihat Letnan Jenderal Oh Tae-Won duduk di depanku seperti ini disini." seru laki-laki itu bersemangat kemudian mengangkat tangan meminta anak buahnya menuangkan teh ke cangkir di depan Oh Tae-Won. "Jadi, ada hal penting apa yang membuatmu memutuskan untuk datang ke tempat ini sendirian tengah malam?"

Setelah teh dituangkan ke cangkir keramik kecil berwarna putih di depan mereka masing-masing, Oh Tae-Won menyesap minumannya dan meletakkan cangkir sampai berbunyi agak nyaring. "Bahkan setelah dua puluh tahun kau masih terlihat sama." Oh Tae-Won mengangkat wajah menatap lurus ke arah laki-laki di depannya, "Hwi Yong-Jae ssi.."

Dibutuhkan waktu yang sangat lama bagi Joo Won untuk melupakan kehidupan yang mengerikan yang terjadi dua belas tahun lalu. Namun, hanya karena sebuah nama, kenangan menyakitkan itu perlahan muncul di ingatannya satu persatu.

"Haha.. Mendengarmu memanggilku begitu, sepertinya ada hal penting yang ingin kau bicarakan." Meskipun ia tertawa, tapi nada suaranya berubah agak serius.

Oh Tae-Won adalah Letnan Jenderal Navy SEAL Korea Selatan yang bertugas menangkap orang-orang yang membahayakan atau merugikan negara. Sedangkan, Hwi Yong-Jae adalah bos mafia yang melakukan hal-hal ilegal yang membahayakan orang lain untuk kepentingannya sendiri. Sejak awal mereka bukan teman, tapi tidak bisa dibilang sebagai musuh. Mungkin lebih tepatnya sebuah hubungan yang saling memanfaatkan satu sama lain. Ia membutuhkan Oh Tae-Won dan begitu juga sebaliknya. Tapi, sudah sangat lama sekali sejak terakhir kali mereka bertemu empat mata seperti ini.

"Aku ingin melakukan melakukan penawaran denganmu." kata Oh Tae-Won langsung. "Aku akan segera mengundurkan diri dari militer."

Tangan Yong Jae yang memegang cangkir berhenti. Ia meletakkan kembali cangkirnya di atas meja dan membiarkan laki-laki itu berbicara.

"Akan kupastikan semua kasus atas namamu ditutup dan tidak akan dibuka kembali selama beberapa tahun ke depan." Nada suara Oh Tae-Won terdengar tenang, "Dengan kata lain aku akan melupakan semua kejahatan yang pernah kau lakukan dan menganggapnya tidak pernah terjadi."

Yong Jae terdiam tidak langsung menjawab. "Kau adalah orang yang berada di kelas atas dan aku hanya mafia kelas bawah. Kita memiliki prinsip hidup yang berbeda. Mendengar kau bersedia melakukan hal seperti itu, sepertinya penawaran yang akan kau ajukan hampir terlihat mustahil untukku. Namun, mari kita dengar apa yang kau inginkan dariku."

Tangan Joo Won mulai basah karena keringat dan jantungnya mulai berdebar dengan cepat. Segala kemungkinan muncul di kepala Joo Won saat itu dan matanya mulai bergetar.

"Aku ingin kau melepaskan anak itu."

Yong Jae menatap Oh Tae-Won bingung, "Siapa?"

"Anak laki-laki yang selamat dari kecelakaan helikopter dua belas tahun itu." kata Oh Tae-Won berusaha mengembalikan ingatan Yong Jae. "Keponakanmu, Hwi Min-Ki. Aku tahu kau masih terus mencari anak itu. Aku ingin kau menyerah dan melepaskannya."

Yong Jae berusaha mengontrol ekspresi terkejut sekaligus bingung di wajahnya, "Apa? Baru saja kau bilang apa?"

"Aku akan melepaskan dan melupakan semuanya. Karirku, kehidupanku di militer dan membantu pergi dari tempat ini. Tapi, sebagai gantinya aku ingin kau juga melepaskan anak itu."

Yong Jae berusaha memahami kata-kata Oh Tae-Won yang baginya adalah kabar baik namun sekaligus kabar buruk. Terutama ia tidak menyangka hal itu akan keluar dari mulut laki-laki di depannya setelah sekian lama. Mengerti maksud Oh Tae-Won, ia berkata. "Jadi, selama ini dia bersama denganmu? Kau yang menyelamatkan dan menyembunyikannya?"

Tidak ada keraguan di wajah Oh Tae-Won. "Ya."

Satu jawaban singkat itu berhasil membuat Yong Jae langsung berdiri dari kursinya dan gerakan tersebut membuat semua orang yang berjaga di depan pintu mengambil sikap siap. "Dimana dia sekarang?"

Saat itu Oh Tae-Won tahu kalau usahanya sudah gagal. Tapi, ia masih belum ingin menyerah. "Aku tidak akan memberitahumu."

Yong Jae menyipitkan mata dan tatapan membunuh terlihat jelas di wajahnya. "Kau tentu tahu jelas cara kerjaku. Meskipun kau tidak memberitahuku sekarang, aku akan menemukannya, dan semua itu berkat dirimu. Tapi, aku tidak bisa memastikan kau akan berhasil keluar dari sini dalam keadaan hidup." Yong Jae mengambil pisau dari dalam lemari.

Joo Won sudah bisa mengira apa yang akan terjadi selanjutnya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menyalakan mesin dan lampu mobilnya yang terang menembus rumput liar tinggi yang ada di sekitarnya. Ia tidak peduli apa yang akan terjadi kepadanya, tapi ia tidak mau seseorang terluka karenanya, terutama ketika orang itu adalah Oh Tae-Won.

Tidak.

Jangan malam ini.

Ia tidak ingin melihat kejadian yang sama yang terjadi kepada orangtuanya dua belas tahun lalu itu terulang kembali.

Suara pisau yang ditusuk dengan cepat dan terus menerus terdengar begitu jelas seperti hal itu terjadi tepat di depannya. Suara tertawa Yong Jae yang semakin menggila mengalahkan isakan Oh Tae-Won yang lemah. Joo Won tahu ia sudah terlambat.

Saat itu ia tidak bisa memaksa Yong Jae untuk tidak melukai Oh Tae-Won. Begitu juga dengan ia tidak bisa memaksa Oh Tae-Won untuk mengatakan yang sebenarnya. Hal yang sama juga terjadi kepada orangtuanya yang memilih untuk menyelamatkan dirinya ketika kecelakaan helikopter itu.

Sekali lagi setelah dua belas tahun, hidupnya kembali hancur.

Namun kali ini ia tahu pasti hatinya tidak akan pernah memaafkan pamannya itu.