Beberapa saat kemudian, Nenek An yang masih dalam suasana hati tidak baik dua hari terakhir mengikutinya. Dia meraih wadah itu dan melihat kata-kata yang tertulis di atasnya.
Nenek An segera membacakan kata demi kata, "Saat kalian melihat ini, kalian harus tahu bahwa ini adalah pertemuan pertama sekaligus yang terakhir dengan cucu kalian..."
Setelah selesai membaca, Nenek An tampak masih bingung dengan maksud surat itu. Dia mengangkat kepalanya dan menatap wajah pucat semua orang yang ada di sana, lalu bergumam dengan tatapan mata kosong, "Cucu, cucu, cucu kita..."
"Bawa Mamamu masuk!" Kakek An menahan rasa ingin pingsan sambil memegangi dadanya. Dia menggertakkan gigi dan berkata kepada menantu perempuannya dengan susah payah.
Nenek An tidak pergi, dia menunjuk wadah itu dengan kedua tangannya sambil bergumam, "Ini… Ini cicitku? Cicitku..."
"Ma! Berhenti bicara omong kosong!"