Awan mendung tampak menyertai kepergian tuan muda dari keluarga Gilson, dialah Alvaro Gilson.
Tepat di hari Minggu, 12 Mei 2019, pukul 4 pagi Varo menghembuskan nafas terakhirnya, semua keluarga terlihat terpukul dengan kepergian Varo, kini keluarga mereka tak lagi lengkap.
Zeline tak henti-hentinya menangis, tak sadarkan diri, terlelap, kemudian menangis lagi. Hanya itu rutinitasnya sejak kemarin. Entah akan sampai kapan ia terlarut dalam kesedihan kehilangan putra yang di cintainya.
Tak berbeda dengan Gilson, kesedihan terlihat di raut wajah yang semakin tua itu, hanya saja ia tetap berusaha tegar dan tetap tenang, karena ia ingin putranya pergi dengan damai dan bahagia di alamnya yang baru.
Kyano yang terlihat lebih menyedihkan, ia seperti tak bernyawa. Setelah kepulangannya dari kuburan Varo, ia terus menyendiri di dalam kamar Varo, kini Kyano akan mengambil alih kamar saudaranya itu.
Ia ingin mengenang semua kejadian yang di laluinya bersama Varo di kamar itu, di mana mereka saling berebut mainan sewaktu kecil, hingga sampai dewasa mereka akan bersaing mendapatkan tempat tidur dekat jendela, sampai pada akhirnya selalu Varo yang mengalah untuk adiknya itu.
Kejadian itu tak lagi mereka lakukan ketika Kyano mulai memasuki SMA, ia meminta untuk tidur sendiri di kamar yang berbeda. Dan jelas kamar itu lebih besar dan lebih nyaman di banding kamar Varo, karena Varo tidak ingin berebut kamar lagi dengan Kyano, Varo sudah terlanjur mencintai kamar kecil itu. Jadi untuk menghindari perebutan Varo meminta pada ayahnya agar kamar Kyano lebih besar dari miliknya, dengan begitu Kyano tak akan mengusik dirinya lagi.
Kyano membuka buku kecil berwarna hitam, buku itu di berikan Varo tepat sehari sebelum Varo meninggal. Di dalamnya ada banyak tulisan mengenai hubungannya dengan Ellaine. Tentang apa yang di sukai Ellaine, dan apa yang tidak di sukainya.
Semua kenangan mereka ada di buku itu, hari jadi pertama mereka, sampai hari jadi ke 4 tahun hubungannya dia abadikan di dalam buku itu.
"Sungguh bodoh sekali kamu Varo, sudah sampai seperti ini keadaanmu, kamu masih saja menghkawatirkan gadismu yang bahkan tak tau apa-apa. Kamu terlalu baik Ro" gumam Kyano pada diri sendiri setelah melihat tulisan terakhir di lembaran itu.
'Kyano, adikku yang paling ku sayangi, biarkan kakakmu ini meminta bantuanmu dengan tulus. Tolong jaga Ellaine untukku, jangan biarkan air matanya menetes karena sedih, ciptakan kebahagiaan di dalam hidupnya, jangan sampai tawa dan senyumnya lenyap dari wajah cantik itu. Karena aku sangat mencintainya.
Andai itu terjadi, aku tak akan mengampunimu Ky, akan aku balas di kehidupan selanjutnya.
Ku mohon hanya itu yang ku inginkan.
Jika aku bisa meminta lebih, belajarlah untuk mencintainya tanpa namaku di dalamnya. Menjadi Kyano yang sesungguhnya. Suatu saat jika kamu sudah mengenal Ellaine lebih dalam kamu akan merasa nyaman dan takut kehilangan dia. Karena aku yakin dia adalah gadis yang sangat baik. Dan aku juga ingin adikku ini mendapatkan seseorang yang pantas untuk bersamanya. Ku rasa Ellaine adalah yang paling cocok sebagai kandidat.
Aku sangat menyayangimu Kyano, sekali lagi maaf merepotkanmu'
Air mata Kyano menetes pelan membaca kalimat itu, hatinya benar-benar merasa teriris. Varo yang biasanya humoris, untuk pertama kalinya mengungkapkan isi hatinya tanpa ada gurauan di dalamnya. Sosok Varo kini hanya tinggal kenangan.
Ellaine sungguh beruntung mendapatkan cinta yang begitu tulus dari Varo, pemuda yang sampai detik terakhirnya masih mengkhawatirkannya.
Kyano teringat sebelum Varo meninggal ia ingin melihat wajah Ellaine untuk yang terakhir kalinya.
Kyano berusaha mewujudkan keinginan Varo, tentu saja dengan banyak kebohongan, wajah Varo di balut dengan kain putih, hanya matanya yang tak terbungkus. Kyano beralasan pada Ellaine jika yang tengah berbaring tak berdaya itu adalah temannya sewaktu kuliah.
"Dari dulu dia selalu mengejekku Ell, katanya mana bisa aku dapat pacar cantik dan baik dengan penampilan dan sikapku yang seperti ini, katanya juga aku adalah satu orang di dunia ini yang selalu sembrono, dan sekarang mau ku buktikan padanya jika dia salah besar telah menilaiku seburuk itu, lihatlah, pacarku bukankah sangat cantik?" Pamer Kyano dengan gaya humoris Varo.
Ellaine hanya tersenyum mendengar pujian dan juga gombalan Varo yang menurutnya sudah biasa ia lakukan, Varo memang hobi memamerkan kekasihnya pada teman-temannya. Dan itu membuat Ellaine merasa malu.
Bagi Ellaine sendiri sosok yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit dengan balutan di seluruh wajahnya itu terlihat tak asing dalam pandangannya.
Tatapan matanya seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, ada semburat luka dalam setiap kedipan matanya. Entah kenapa hatinya merasa ikut terluka melihat pemuda tak berdaya yang merupakan teman Varo itu. Ellaine merasa seolah-olah juga tak ingin kehilangan dia, mungkinkah karena perasaannya juga sama andai Varo meninggalkannya? Sedetik kemudian Ellaine merasa benar-benar takut kehilangan orang yang sangat ia cintai.
Kyano menatap foto Varo dengan Ellaine yang terpampang di dinding kamarnya, Ellaine bersandar di bahu Varo dengan senyum tersungging di bibirnya. Dia terlihat cantik natural, Varo juga tak kalah tampan dalam foto itu, giginya yang rapi berderet sempurna dengan tawa yang penuh bahagia. Sungguh pasangan yang sempurna.
"Ro, apa aku bisa menggantikanmu dalam hidupnya? kurasa aku tak akan seberuntung itu bisa mendapatkan cinta tulus darinya" lirih Kyano dalam hening.
Tak bisa di pungkiri bahwa Kyano sendiri merasakan hangatnya cinta Ellaine untuk Varo walau baru beberapa hari menggantikannya. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya jika perasaan nyaman itu terus mengusik hati dan pikirannya sementara ia sendiri tau bahwa semua ini hanyalah sandiwara.
"Aku akan berusaha semampuku agar aku juga tak ikut masuk ke dalam lubang yang kugali sendiri, aku harus bisa menempatkan sesuatu yang seharusnya terletak. Jangan sampai terbawa perasaan Kyano" gumam Kyano pada diri sendiri, seolah-olah sedang mengingatkan padanya tentang keadaan yang sesungguhnya.
Baru beberapa detik Kyano bergumam, ia di kejutkan dengan ponsel Varo yang berdering, wajah cantik Ellaine terlihat di layar.
Kyano mendesah, "Kenapa harus sekarang sih? kenapa juga di saat seperti ini tiba-tiba muncul" Kyano sedikit kesal, ia kesal karena harus kembali menjalankan sandiwaranya, menjadi sosok Varo yang sangat melelahkan.
"Ternyata begitu susahnya hidup menjadi orang lain" gumamnya lagi.
Jelas sangat melelahkan bagi Kyano ketika harus menjadi Varo, bukan hanya masalah aktingnya saat bersama Ellaine, namun juga karena sifat dan karakter mereka yang jauh dari mirip.
Varo yang begitu humoris, Kyano yang cuek dan dingin. Butuh banyak latihan dan juga kesabaran ketika harus menjalani peran ini.
"Halo Ell, bagaimana harimu? apakah menyenangkan?" kalimat wajib yang sudah ia hafal di luar kepala ketika menghadapi Ellaine.
Kalimat yang juga selalu Ellaine rindukan ketika mendengar suara Varo. Tak ada kalimat yang lebih indah dari kalimat itu yang keluar dari mulut Varo.