'Aku berlari sambil tertawa menyusuri danau dengan membawa sebuah lollipop. Rambut panjang ikalku yang sengaja kubiarkan tergerai menari-nari akibat tiupan angin sepoi-sepoi. Tanpa aku sadari, terdapat batu didepan yang membuatku tersandung dan tersungkur dengan mulus. Jangan lupakan lollipop kesukaanku yang melayang dan sukses nyemplung didanau.
"Aduh," aku meringis, kusingkap gaun putih tulang panjangku dan kudapati memar dilututku. "Dasar, batu nggak tau malu. Udah ngerti ada orang lewat, malah ngalangin jalan. Tau nggak Caca kan jadi kesakitan!" Ucapku yang mengomel pada seenggok batu yang tidak bersalah.
"Jangan ngomel-ngomel, nggak baik," Suara dari belakang mengagetkanku. Kutolehkan kepalaku dan melihat seseorang yang telah menegurku. Astaga... Pangeranku. Tanpa kusadari pipiku bersemu merah dan mulutku terbuka lebar tak mampu berbicara.
"Ayo bangun!" katanya yang masih belum bisa kurespon. Sadar akan keterdiamanku, dia berinisiatif menarik tanganku agar berdiri. Setelah membantuku, dia membalikkan badan hendak pergi. Seketika tubuhku merespon dan cepat-cepat memanggilnya,
"Hei, tunggu!" dia berhenti dan berbalik menghadapku. "Kamu... Kamu siapa? Ehh... Maksutku namamu siapa? Dan kamu dari kerajaan mana?" tanyaku dengan pipi yang masih merah padam.
"Namaku-"
*****
"Dek bangun, cepet. Woi-woi dek bangun. Aelah lama bener bangunnya!" Danis membangunkan Caca yang masih tertidur dan mengigau sambil menggoyang-goyangkan tangannya.
"Ayo dong pangeran, nama pangeran siapa? Dari kerajaan mana?" igau Caca sambil merengek dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"Idih, ngigau ini anak. Perlu dikasih kejutan ni," Danis berlari menuju kamar mandi, dan keluar sambil membawa setengah gayung air. Jangan harap air itu hanya Danis percik-percikkan kemuka Caca. Tapi...
"Pengeran ayo dong nama... Aaaaaa basah..basah," Caca tergeragap bangun dari igauannya dan berteriak karena Danis yang tak tanggung-tanggung menyiramnya dengan air dalam gayung tadi.
"Hahahahahah... makanya jadi anak jangan suka ngayal adek Caca. Pake segala panggil-panggil pangeran sama kerajaan lagi. Norak amat mimpi lo dek, hahahaha," tawa Danis hingga terpingkal-pingkal tanpa bisa berhenti.
"Ihhh.. Bang Danis apaan sih. Kan Caca basah semua jadinya. Mana lagi belum tau nama pangerannya tadi siapa, pokoknya Caca ngambek sama Bang Danis," ucap Caca sambil bersungut-sungut, merasa bahwa Danis menghancurkan mimpi terindahnya. Caca kembali merebahkan tubuhnya ingin tidur kembali dan melanjutkan mimpinya.
Jangan lupakan kejombloan Caca yang abadi. Jika kalian berpikir Caca nggak laku, itu SALAH besar! Banyak kok yang suka sama Caca, tapi Cacanya aja yang agak sengklek tetep keukeh menunggu pangeran berkuda coklat yang akan menjemputnya di kemudian hari.
"Serah lo deh dek. Cepet mandi, jangan lupa sikat gigi. Lo nggak lupa kan kalo ini liburan dan kita mau pergi ke Bandung?" tanya Danis.
"Liburan apa Caca nggak ngerti, nggak usah jailin Caca lagi. Caca nggak suka. Udah sana-sana Bang Danis pergi aja, Caca mau hibernasi!" ucap Caca yang masih setengah mengantuk sambil menaikkan selimutnya hingga menenggelamkan tubuhnya mungilnya. Sekali lagi mungil! Bukan pendek.
"Yaudah. Berarti lo nggak ikut ya. Ok, kalo gitu kita bakalan pergi bertiga aja. Bye." kata Danis yang cuek sambil melengos meninggalkan Caca yang masih belum mau bangun, padahal tempat tidurnya udah basah akibat terjangan air dalam gayung.
Setelah Danis pergi, Caca yang masih aja nggak mau melek tiba-tiba bangun dan berteriak.
"Liburan?" buru-buru Caca mengambil kalender di nakas sebelah ranjangnya dan melihat tanggal yang dia lingkari. "Astaga liburan... Yeayyyyy!!!!" teriak Caca senang sambil berjingkrak-jingkrak diatas kasur Queen sizenya.
Cacapun segera bergegas kekamar mandi dan bersiap-siap. Barang-barang bawaan sudah dia siapkan sejak jauh-jauh hari. Caca memakai setelan kaus kuning longgar dengan tulisan 'little angel' yang dipadukan dengan celana kodok jins pendek warna abu. Rambut panjangnya dikuncir satu tinggi-tinggi dengan rambut-rambut halus yang jatuh disekitar dahi. Kemudian tidak lupa bedak tipis serta lip tint warna orange dan sebagai sentuhan terakhir Caca menyemprotkan parfum princess warna biru kesukaannya.
Setelah semua selesai Cacapun segera turun keruang makan sambil membawa barang bawaannya dan mencangklong backpack kecil dengan motif minion.
"Ayo Ca sarapan dulu, terus kita berangkat," perintah ayahnya yang sedang membaca koran dengan kacamata baca yang tergantung dikedua telinganya.
"Siap komandan," jawab Caca dengan tangan hormat setelah sebelumnya menjatuhkan barang bawaannya.
"Lama banget sih ca, ngapain aja dikamar. Anak gadis jam segini baru bangun, malu sama ayam tetangga ca," marah bundanya yang sedang mengoleskan selai kedalam roti bakar. Padahal nggak ada tuh tetangga yang punya ayam, secara perumahan elit mana ada yang mau pelihara ayam.
"Cacakan lupa bun kalo mau liburan ke Bandung, jadi Caca hibernasi deh," bela Caca yang nggak mau kalah sama ayam tetangga. Ehh.
"Alah ngeles, tadi aja nggak mau dibangunin, gegaya pake ngusir lagi," sindir Danis sambil pura-pura makan roti bakar yang berisi selai nanas kesukaannya.
Caca yang merasa tersindirpun menjawab, "Emang tadi Caca bilang kalo nggak mau ikut? Bang Danis aja yang baperan."
"Bisa aja lo ketek anoa. Tau nggak yah, bun tadi si Caca ngigo ketemu pangeran, pake segala tanya dari kerajaan mana lagi, idih alay banget dah," adu Danis pada ayah bundanya sambil bergidik geli.
"Sebel deh sama Bang Danis, kenapa sih selalu aja gangguin Caca. Jangan-jangan Caca bukan adik kandung Bang Danis, atau yang lebih parah Caca bukan anak kandung ayah sama bunda?" tanya Caca histeris yang terdengar bodoh. Krik..krikkk. Tiga orang yang ada diruang makan hanya menatapnya cengo.
"Alay lo dek"
"Dasar alay," ucap Danis dan bundanya berbarengan setelah selesai dengan ketercengoannya. Hanya ayahnya yang tersenyum dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tuhkan, jangan-jangan Caca-" belum sempat Caca selesai bicara ayahnya menengahi.
"Udah-udah, apaan sih kalian pagi-pagi kok udah kayak petasan banting. Udah Caca cepetan makan," lerai ayahnya yang merasa kedua anaknya tidak akan berhenti bertengkar dengan masih membaca koran di tangannya.
Caca yang masih merajuk mulai mengambil roti bakar isi coklat dan mulai makan sambil memandang kakaknya dengan wajah bersungut-sungut, seakan-akan mereka tengah melanjutkan pertengkaran lewat tatapan mata.
"Anak-anak, jadi nanti kita nggak akan pergi ke Bandung naik mobil," ujar ayahnya yang masih menggantung sambil mulai menyantap sarapannya, yaitu sepiring nasi goreng dan secangkir teh hangat.
"Kalo nggak naik mobil terus naik apa yah?" Danis yang penasaran lebih dulu bertanya.
"Iya yah, emang mau naik apa? Naik pesawat?" tanya Caca yang masih mengunyah roti bakarnya.
"Bukan, kita bakal naik kereta. Kalian kan belum pernah tuh naik kereta, jadi sekali-sekali kalian coba hal baru. Kalo bunda sama ayah mah dulu udah sering naik kereta pas liburan," jawab bundanya dengan senyum mengembang. Sambil mengingat-ingat jaman ia SMA.
Ya, ayah bunda Caca Eriko dan Saras memang satu sekolah dulu waktu SMA, bahkan mereka pacaran hingga akhirnya memutuskan menikah ketika Eriko sudah mampu memegang perusahaan yang diwariskan papanya. Sedang Saras sendiri yang merupakan anak kedua dari dua bersaudara memilih menjadi ibu rumah tangga setelah sebelumnya menjadi sekretaris papanya, dan memberikan tanggung jawab perusahaan sepenuhnya kepada kakak laki-lakinya.
"Wah seru tuh, jadi Caca bisa puas-puasin liat pemandangannya, secara kalo naik mobilkan Cuma kemacetan yang hakiki yang bisa Caca liat," ujar Caca sambil memberengut membayangkan betapa macetnya Jakarta.
"Makanya ayah sama bunda milih naik kereta, karena selain terhindar dari macet dan lebih nyaman, kalian juga bisa nikmati pemandangan selama perjalanan," kata ayahnya dengan bijak sambil menyudahi sarapannya dan mulai menikmati teh hangatnya.
"Emangnya udah beli tiket yah? Terus nanti yang jemput siapa?" tanya Danis yang manut-manut saja.
"Tenang gaes...bunda sama ayah udah beli dari seminggu yang lalu, untuk yang jemput sendiri nanti ada supir kakek kalian. Ada kabar gembira juga, kita bakalan ngumpul sama yang lain. Jadi bakalan rame," kata bunda Caca dengan gembira.
Jika kebanyakan vila dihuni saat acara tertentu saja, maka tidak dengan vila keluarga Pratama. Karena, kedua orang tua Eriko memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya disana. Mereka memilih tinggal jauh dari anak-anaknya dan hidup berdua di tempat yang tenang dan masih segar, yaitu bandung. Sebenarnya tidak hanya berdua saja, yang pastinya ada beberapa pembantu, sopir, dan tukang kebun yang akan siap membantu. Caca dan keluarga memang selalu mengunjungi ketika liburan semester, tak jarang juga momen berkumpul dengan sanak saudara dilaksanakan disana atau bergilir dan memboyong kedua orang tua. Untuk keluarga dari Saras sendiri, kedua orang tuanya sudah meninggal dari saat Caca masuk SD dalam sebuah kecelakan pesawat yang menewaskan semua penumpangnya.
"Wahh seru tuh! Pasti ada Kak Bram juga. Ahh... kangennya sama Kak Bram," seru Caca. Bramastya atau Bram sendiri merupakan sepupunya, anak dari kakak perempuan Eriko.
"Emang kenapa kalo ada Kak Bram?" tanya Danis yang penasaran.
"Yeee K.E.P.O." jawab Caca menjengkelkan. Danis yang merasa diolok-olok ingin kembali menyahut, tapi ayahnya kembali menengahi.
"Udah-udah, cepat habiskan sarapan kalian dan kita berangkat. Takutnya nanti ketinggalan kereta." ucap ayah mereka.
"Iya yah," jawab Danis pasrah. Caca yang merasa menangpun memeletkan lidahnya, menambah jengkel Danis.
"Awas lo dek,"
"Hahahahaha."
*****