Chereads / Cinta Sang Malaikat Penjaga / Chapter 3 - KATAKAN PADAKU, DIMANA DIA?!

Chapter 3 - KATAKAN PADAKU, DIMANA DIA?!

Hope melihat aura gelap di sekitar Raine menghilang dan sekarang napasnya menjadi lebih terlihat normal. Ia terlihat seperti seseorang, yang sedang tertidur dan tidak lagi terlihat seperti orang sakit.

Namun, ketika Hope melihat ke arah dada Raine, ia menolehkan kepalanya dengan bingung. Ia bisa melihar sesuatu yang bersinar dari sana. Sebuah pecahan kaca?

Hope mengulurkan tangannya untuk menyentuh sebuah benda yang berkilau di dada Raine, namun tangannya dihentikan oleh Torak.

"Apa yang kau lakukan?" Torak bertenya sambil melepaskan genggamannya di tangan Hope ketika ia melihat Hope menarik kembali tangannya.

Meskipun faktanya, Torak sangat mengerti bahwa Hope tidak akan melukai Raine, namun ia tidak ingin Hope menyentuh pasangannya dengan santai, terlebih lagi di bagian vital seperti jantungnya. Itu membuatnya sangat gelisah untuk beberapa alasan.

"Hha?" Hope mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Torak dengan bingung. Itu membutuhkan beberapa saat lebih lama sehingga Hope menyadari apa yang sebenarnya Torak tanyakan. "Tidak.. Aku hanya ingin memeriksa sesuatu." Ia menjawab dengan suara yang pelan, tapi ketika ia melihat kembali tempat yang sama dimana ia melihat pecahan kaca di dada Raine, benda itu sudah menghilang bersamaan dengan aura gelap yang mengelilingi Raine sejak tadi.

Bagaimana hal itu mungkin terjadi? Hope memiringkan kepalanya lagi dengan sangat merasa bingung.

"Apa yang ingin kau periksa? Apa yang terjadi dengan Raine?" Torak mengerutkan dahinya ketika ia melihat Raine belum juga membuka matanya. "Kenapa dia belum juga bangun?"

Hope mengangkat kedua tangannya, dengan gerakan tubuh yang seakan menyerah. "Aku tidak tahu." Barisan pertanyaan dari Torak hanya membuatnya bingung. "Mungkin Riane hanya membutuhkan beberapa waktu untuk bisa membaik." Hope bergumam.

"Biarkan dia tidur untuk sementara waktu, mungkin itu yang sedang dibutuhkan olehnya. Jika ia belum juga terbangun besok, kita bisa mencari solusi lainnya." Lana menyarankan kepada Torak dan Hope. "Kulit tubuhnya sudah terlihat lebih baik sekarang."

Benar, jika dibandingkan dengan wajahnya yang pucat sebelum ini, Torak sudah bisa melihat semburat berwarna merah di pipi Raine dan saat ia menyadari hal ini, Torak bisa bernapas dengan lega.

"Bagaimana kau melakukannya?" Lana menatap ke arah Hope. Ia tidak ingat bahwa Hope memiliki kemampuan untuk menyembuhkan seseorang. Bagaimana bisa ia tidak mengetahui hal ini?

"Aku tidak tahu..." Hope mengangkat kedua bahunya dan kemudian ia mengatakan yang sebenarnya kepada mereka. "Aku hanya melihat aura hitam di sekeliling Raine. Namun, aku tidak yakin jika kau bisa menyebutnya dengan aura. Itu terlihat seperti asap hitam yang tidak begitu pekat di sekeliling Raine." Hope mencoba untuk menjelaskan apa yang ia lihat.

"Kumpulan asap hitam?" Torak menyipitkan kedua matanya dengan mengancam. Ia tidak suka dengan fakta bahwa ada sesuatu yang mengancam di sekitar pasangannya.

"Ya, dan juga sebuah pecahan kaca yang ada di dadanya... aku tidak tahu benda apa itu?" Kedua mata Hope yang terlihat penasaran terus menatap ke arah dada Raine. "Tapi benda itu sudah menghilang saat ini..."

"Kau yang membuatnya menghilang?" Torak bertanya, akhirnya ia mengerti dengan niat Hope untuk menyentuh Raine sebelumnya. "Kau sudah membuatnya hilang, kan?" Ia bertanya lagi, menekankan kalimat yang ia ucapkan. Ia ingin memastikan bahwa Raine tidak lagi berada di dalam situasi yang berbahaya.

"Uh, aku sebenarnya tidak begitu yakin, jika aku yang melakukannya..." Suara Hope terdengar sangat gelisah. Ia juga ingin benda aneh itu menghilang, namun tidak cukup yakin apakah ia berhasil melakukannya atau tidak.

Dengan tidak sadar,Torak memeluk Raine lebih erat dan menyandarkan kepala Raine di bahunya. "Dimana Serefina berada?" Ia membutuhkan penyihir itu untuk memeriksa keadaan Raine saat ini.

"Aku tidak tahu..." Hope menggelengkan kepalanya. "Aku belum melihat keberadaannya sejak kemarin."

"Aku juga sama." Lana menimpali percakapan mereka. Mungkin, ini adalah satu hari dalam satu bulan dimana ia tidak ingin diganggu. "Mungkin dia berada di dalam kamarnya, aku akan memanggilnya kalau begitu."

Namun, sebelum Lana bisa pergi. Torak menghentikan Lana. "Tidak, panggil dia nanti saat Raphael sudah berada disini untuk menemanimu kesana."

Situasi saat ini sedang tidak baik untuk membuat Lana pergi untuk mencari keberadaan Serefina. Torak tidak memperhatikan mengenai Lana. Ia hampir tidak mengenal gadis ini, tapi fakta bahwa ia adalah pasangan dari Raphael, sudah lebih dari cukup baginya untuk tidak mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi kepadanya.

Torak kemudian mengambil sebuah selimut dan membungkuskannya di tubuh Raine. Ia memeluk Raine di dalam dekapannya dan tidak ingin melepaskannya.

***

Lidya berdiri disana, di hadapan pintu gerbang dari istana ini, pada saat itu, hujan telah berhenti dan terlihat berkas lingkaran hitam di pakaiannya.

Ia mencoba untuk mendorongnya, tapi tentu saja ia tidak akan bisa untuk melakukan hal itu, maka satu-satunya hal yang bisa ia lakukan saat ini adalah untuk menghancurkan gerbang ini karena ia juga tidak bisa berteleportasi ke dalam istana, karena ia tidak pernah berada disana sebelumnya.

Lidya mengambil beberapa langkah mundur dan menatap ke arah pintu besi yang sangat besar itu. Ia menarik napas dalam dan mencoba untuk membuat putaran angin di atas telapak tangannya yang terbuka.

Angin itu dimulai dengan lemah dan pelan, tapi kemudian angin itu menjadi semakin kuat sehingga Lidya tidak bisa lagi menampungnya di atas telapak tangan.

Setelah itu, ia mengambil langkah lain dan melihat pusaran angin itu menjadi sebuah angin topan dalam setiap detik yang berlalu sebelum angin itu bergerak maju, dengan pelan namun sangat pasti, mengguncang seluruh gerbang besar itu dengan tekanan yang sangat besar. Hingga suara terguncang yang terdengar dan menghasilkan suara keras dari besi yang mulai rubuh.

***

"Hope! Hope! Hope!" Kace memanggil nama pasangannya saat ia sudah berada cukup dekat dengan kamar Jedrek.

Di dalam kamar, Hope mengerutkan dahinya.

"Kenapa dia terus memanggil dan menyebut namaku seperti itu? Dia bisa langsung masuk ke dalam ruangan ini dan menemukanku." Hope bergumam dan menggerutu.

"Kau tahu Kace," Lana tersenyum dengan halus. Kace bisa menjadi sangat kekanakan kadang kala.

"Ugh! Dia membuatku merasa malu!" Namun meskipun ia berkata seperti itu, Hope tetap berdiri dan menghampiri pasangannya yang terdengar gelisah.

Lana juga berjalan bersama dengan Hope menuju ke arah pintu karena ia mencium aroma Raphael bersamaan dengan Kace.

Dan ketika Kace telah melihat pasangannya, yang terlihat sangat baik-baik saja dan sedikit kesal karena kelakuannya yang agak konyol, Kace memeluk Hope dengan erat dan membenamkan hidungnya di lekukan bahu Hope, menghirup aromanya, yang tercium seperti bau coklat panas.

"Aku merasa khawatir denganmu." Kace bergumam.

"Sekarang kau sudah melihatnya," Jedrek datang untuk mengganggu waktu mereka. "Katakan padaku dimana keberadaan pasanganku?"