Chereads / The Wings of Love / Chapter 2 - Beauty

Chapter 2 - Beauty

Enjoy the story'

.

.

.

Cahaya yang amat terang menusuk mata Sam ketika ia membukanya. Sam menutup matanya kembali dengan kerutan di tengah dahi. Bayangan cahaya terang itu mulai mereda. Ia berusaha membuka matanya sedikit demi sedikit membiasakan matanya dengan sisa cahaya terang yang masih membias di sana.

Sam mengedipkan sekali lagi matanya memperjelas pandangan. Sam mengedarkan pandangannya ke sekeliling dirinya. Ia melihat warna hijau di sepanjang mata memandang. Pepohonan rindang, bunga-bunga indah dengan harum semerbak yang menyerang penciumannya. Tanah lapang yang menyajikan rumput hijau tempat bermain para kelinci mungil yang menggemaskan. Sam menemukan dirinya terbaring di tengah perairan dangkal jernih dengan para ikan cantik yang menyapa dirinya menggunakan percikan air sejuk tempat mereka berenang.

Ia melihat lurus keatas, bukan langit tapi dedaunan lebat yang riuh tertiup angin yang berlarian menerpa semua benda yang lewatinya. Sam tersenyum melihat hal terindah yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ketika itu, ia kembali mendengar alunan sendu dari sebuah seruling yang mulai menyita fokusnya. Matanya mulai mencari sumber suara yang ia dengar, namun tubuhnya tetap sama, tetap berbaring tanpa bisa bergerak sedikitpun.

Di sebuah dahan besar pohon tepat di atas kepala Sam, terlihat wanita dengan rambut panjang berwarna abu berbalut gaun putih transparan yang menjuntai hingga menyentuh perairan dangkal di bawahnya. Alunan sendu itu berhenti. Sang Wanita menoleh melihat kearah Sam yang terbaring di sebidang tanah di tengah perairan dangkal di bawah pohon besar itu.

Sam memperhatikan wajah yang luar biasa cantik menawan tanpa ada batasan perbandingan kecantikan di dunia tempatnya tinggal. Bahkan pemandangan yang ia lihat baru saja masih jauh dibawah standar keindahan yang ia saksikan saat ini. Sam belum pernah sekalipun melihat wajah yang membuatnya berdebar kencang, bahkan ia merasa tak bernafas untuk beberapa detik saat memandangnya.

Perlahan, wanita itu turun dari pohon dengan serpihan debu berkilau yang berputar di sekitar tubuh bagian bawahnya. Kakinya tak ber_alas menyentuh permukaan tanah masih tetap di lapisi serpihan debu berkilau beterbangan di bawah kaki seputih kapas itu. Wanita itu melangkahkan kakinya diiringi kupu-kupu berbagai warna yang teralihkan dari putik bunga. Langkah murni itu mendekati pemuda tampan yang tak berdaya mengangkat tubuhnya.

Semakin langkah itu mendekati Sam semakin pudar pula pandangan Sam. Ketika wanita itu tepat berada di depannya, mata Sam berat dan menutup sepenuhnya sebelum benar-benar jelas melihat sosok indah ciptaan Tuhan tersebut.

.

"Sam ... Sam ... " Tommy mengguncang pelan bahu Sam. Sam membuka matanya dan mendapati Tommy dihadapannya.

"Tommy?"

"Kau sudah sadar?!"

"Dimana ini?"

"Di kamar"

"Di kamar?"

"Tentu saja, dimana lagi. Ini minumlah dulu. Kau berkeringat." Tommy menyeka keringat Sam "Aku pikir kau bermimpi, karena kau bergumam saat tidur."

"Tommy!"

"Mn?"

"Bisakah kita kembali saja?"

"Huh? Kemana?"

"Kerumah"

"Apa? Kenapa? Ini baru hari kedua kita disini Sam. Dan ini adalah libur panjang musim panas pertama kita di tahun ketiga kuliah"

"Aku merasa tidak bisa melanjutkan perjalanan ini Tom"

"Ah?! Apa kau sakit? Kau merasa sakit di suatu tempat di tubuhmu? Dimana?" Tommy khawatir.

"Entahlah, aku hanya merasa lemas"

"Oh, Baiklah aku akan pesankan tiket. kita kembali sore ini juga"

Sam masih terbayang gambaran dalam mimpinya sebelum ia kembali tertidur. Tommy yang melihat itu kembali menyeka keringat yang tersisa di wajah dan leher Sam lalu menyelimutinya tanpa berani meninggalkan Sam sendiri.

Tommy mulai berkemas sendiri, ia mengemas semua barang yang mereka bawa dengan teliti tanpa meninggalkan satupun termasuk buku harian Sam tempat Sam menaruh sehelai bulu putih yang Sam temukan di bawah pohon kemarin pagi. Tentu saja Tommy tak tau itu.

.

.

.

"Sam bagaimana keadaan mu sekarang?"

"Mn" Sam hanya mengangguk lemah sambil bersandar di kursi pesawat.

Tommy semakin cemas dia tak tau alasan dibalik kondisi Sam yang mendadak drop dalam waktu semalam. Dia masih ingat kejadian pagi tadi. Tommy dikagetkan oleh pemandangan Sam yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai di depan jendela yang terbuka. Tubuh Sam sudah pucat karena terkena dingin angin malam, saat ia menemukannya. Sam sadar sekitar 4 jam kemudian setelah Tommy memindahkannya ke ranjang.

Tommy memberi tahu kakak Sam, Sean. Sean bilang untuk tidak panik apapun yang terjadi dan harus tetap memberi kabar padanya. Tommy mengikuti instruksi Sean dengan baik. Sam tak tau bahwa kakaknya tau.

.

.

.

Sean menunggu dengan sabar kepulangan mereka di Bandara. Setelah beberapa saat, Sean melihat Tommy keluar membawa setumpuk tas miliknya dan milik Sam di troli. Sedangkan Sam terlihat sangat pucat. Sam hanya berjalan membawa dirinya sendiri yang berjalan tidak stabil. Sean menyuruh sopir untuk membantu membawakan barang milik mereka ke mobil. Sean sendiri membantu memapah Sam, namun belum lama Sean memapah, Sam kembali tumbang. Sean di bantu Tommy langsung membawa Sam segera ke mobil dan menyelimutinya dengan selimut yang sudah dipersiapkan Sean di mobil.

Tommy merasa sedikit lega karena Sean ada bersama mereka ketika keadaan memburuk. Tommy benar khawatir pada sahabatnya itu, dia selalu bersama Sam sejak kecil. Orang tua Tommy adalah asisten ayah Sam tak heran mereka saling mengenal seperti saudara sendiri. Tommy belum pernah melihat Sam selemah ini sebelumnya, sehingga Tommy sungguh khawatir dan tak tau harus berbuat apa ketika ini terjadi untuk kali pertama.

.

.

.

Sean membawa Sam kembali ke apartemennya, karena ia tak mau orang tuanya tau keadaan Sam yang dia sendiri belum tau penyebabnya.

Sean mengelap tubuh Sam yang entah mengapa lebih dingin dari suhu tubuh manusia lain yang normal. Dia menggantikan baju adiknya perlahan ahar tidak membangunkannya.

"Kak... "

"Sam, apa aku membangunkan mu? Bagaimana keadaanmu?"

"Mn ... baik" Sam tersenyum untuk membuat kakaknya tidak terlalu khawatir, tapi pada kenyataannya kepalanya seperti berputar bahkan pandangannya tak setajam biasanya. Semua gambar yang terpampang di retinanya berbayang. Sam memegangi kepalanya yang terasa berat. Sean membantu Sam untuk duduk.

"Apa kau haus? Akan ku ambilkan air, sebentar"

"Tommy?"

"Oh! Tommy kembali kerumahnya untuk mengabarkan kepulangannya pada keluarganya."

"Kak!"

"Mn?"

"Apa kau pernah bermimpi?"

"Apa maksudmu? Semua orang pasti pernah bermimpi. Ini, minumlah dulu"

"Mimpiku terasa nyata kak"

"Bisa kau ceritakan?"

"Aku merasa tubuhku seolah tak bertenaga setelah aku mengalami mimpi itu"

"Mimpi?"

"Iya. Dalam mimpiku, Aku terbaring di suatu tempat yang sangat indah. Aku pikir, itu masih tempat di bumi ini yang belum terjamah tapi entah dimana, aku belum pernah melihat itu sebelumnya, kak"

"Lalu?"

"Disana ada Sebuah taman yang luas dengan banyak kelinci kecil dan ..." Sam menjeda kalimatnya. Dia menunjuk ke sudut kamar dengan ekspresi terkejut tanpa suara, sedangkan Sean yang mengerutkan dahinya keheranan. Sean hanya melihat udara kosong di arah yang ditunjuk adiknya.

Mata Sam mulai memerah dan menitihkan air mata. Sean semakin bingung dengan situasi ini. Berulang kali Sean mengguncang bahu Sam agar kembali sadar. Namun air mata Sam malah semakin deras bahkan ia mulai tersedu dengan mata yang masih menatapĀ  ke sudut yang sama. Sean semakin tak tau apa yang harus diperbuatnya.

Sean menelpon dokter jaga dari rumah sakit terdekat. Dokter itu sampai dalam waktu 10 menit dan langsung memberi suntikan penenang pada Sam. Sam kembali tak sadarkan diri setelah suntikan itu bekerja.

Sean sedikit tenang karena adiknya tak lagi tersedu tanpa sebab yang jelas bahkan ia tak melihat sesuatu yang ditunjuk sang adik. Sean membersihkan sisa air mata yang mengalir di pipi adiknya. Setelah itu Sean meninggalkan Sam sendiri untuk mengantar dokter ke pintu keluar, kemudian menelpon Tommy menanyakan hal yang belum ia ketahui sebelumnya.

Sam yang terbaring sendiri di kamarnya mulai di selimuti cahaya biru toska yang sangat terang.

.

.

Tbc

.

.