Kimberly menjerit dengan sangat heboh, karena secara tiba-tiba Khaibar menggendongnya. Nafas Khaibar sudah berubah menjadi singa yang ingin melahapnya. Kimberly pun digendong dengan cepat ala bridal style.
Sorotan mata Khaibar berpacu kepada meja yang tinggi. Meja yang ada di dekat shofa. Ia pun akhirnya mendudukkan Kimberly di atas meja itu, meja yang menurut Khaibar cocok dalam memuaskan dan menuntaskan hasratnya. Dengan baju Kimberly yang dicengkeram dan ditarik hingga kancing bajunya terputus dan dilemparkan ke lantai. Khaibar pun sama membuka bajunya sendiri dengan kasar. Tidak perlu waktu lama untuk Khaibar melucuti seluruh bajunya. Mereka kini sudah tak memakai sehelai benang pun.
Tubuh Kimberly yang sangat indah, melekuk seperti gitar spanyol dan semakin berisi karena kehamilannya membuat Khaibar sudah tak sabaran. Tangannya mengulur ke arah kedua gunung kembar Kimberly dan meremasnya dengan lembut, semakin lama ritmenya semakin ganas hingga Kimberly menggeliat dan mengeluarkan suara genitnya.
Kini Khaibar sudah beralih menundukkan kepalanya dan menyesap puncak kedua gunung Kimberly secara bergantian. Membuat suara Kimberly semakin ganas dan desahannya sungguh menyesakkan dada.
"Aaaaa Khai, enak sekali hmmm, lakukan dengan lembut, Sayaaang, kamu memang suami keren selalu membuatku puas, Sayaaang," seru Kimberly dengan nafas yang terengah-engah. Tangannya meremas rambut Khaibar hingga menjadi berantakan. Kakinya dilebarkan, sudah bersiap untuk menyuruh tongkat sakti Khaibar masuk ke dalam gua kenikmatannya.
"Sudah siapkah, Kiiim? Kalau sudah aku akan memulainya, dengan cara kamu di atas meja seperti ini dan aku berdiri akan mudah buatku untuk melakukannya, juga akan aman akan kehamilanmu, aku pintar kan?" balas Khaibar dengan berbasa-basi terlebih dahulu. Masih dengan memainkan tongkat saktinya dan meremas kedua gunung kembar Kimberly. Khaibar melakukan itu agaknya agar tongkat saktinya tidak tidur, kalau tidur pastinya membangunkannya akan membutuhkan waktu sangat lama dengan cara melakukan pemanasan kembali.
"Ya, ya, kamu sangat jago, kamu memang cowok mesum yang belajar dari internet iya kan haha, katanya gak pernah pacaran tapi sangat jago, dasar! Sudah aaaah ayo Sayang cepatlah! Jangan lupa cium semua yang kau suka dariku, kalau perlu rata tak tersisa!"
Khaibar mengangguk. Ia mulai menancapkap tongkat saktinya dengan lembut, memulai goyangan dan ritme pelan, dicabut kembali dan masuk kembali sambil wajahnya mendekat ke wajah Kimberly dan mencium bibir merahnya. Pangutannya semakin lama semakin kasar dan menggigit kecil bibir itu. Hingga saling bertukar saliva berulang kali.
"Aku mencintaimu, Khai," ucap Kimberly saat Khaibar sudah melepas pangutannya. Khaibar hanya berdehem dan mengangguk, dia menikmati semua itu, rasanya sulit menjawab ucapan Kimberly karena sedang fokus menahan gejolak di hatinya yang nikmat.
Tapi semua itu sirna karena ada ketokan pintu dari luar yang menggelegar kencang ke telinga mereka.
Tok, tok, tok ....
"Kiiiim, hais! Siapa itu? Mengganggu saja! Bagaimana ini? Apa kita hentikan? Tapi aku belum puas, air suciku belum tumpah di rahimmu," keluh Khaibar dengan mengacak rambutnya kesal, ia takut kalau Kimberly mengiyakannya berarti hancur sudah harapan dan rasa itu. Membuat mood berantakan dan kacau kalau menunda peleburan sel air masuk.
Kimberly pun sama. Matanya menatap ke arah pintu dengan mendelik kesal. Ia pun membalas keluhan Khaibar dengan suara yang parau, Kimberly juga tak ingin menyia-nyiakan rasa itu.
"Biarkan saja! Mengganggu saja! Lanjutkan, Sayaaaang." Mendengar ucapan Kimberly itu Khaibar mengiyakannya. Senyuman manis terukir di bibirnya, dia mengendus leher Kimberly dan menyesapnya lama. Tanpa mencabut tongkat sakti yang masih berada di dalam gua Kimberly.
"Non ... ini Bibik ..." ucap bik Kaifa yang kali ini berucap, setelah ketukan pintunya tiada sahutan dari sang pemilik kamar. Membuat bik Kaifa yang kepo. Menaruh telinganya di daun pintu itu. Mencoba mendengar apa ada orang di dalam atau tidak. Dan sesaat bik Kaifa mendengar jeritan Kimberly dia pun penasaran dan takut majikannya itu kenapa-kenapa.
Dengan lancang bik Kaifa pun membuka handle pintunya. Pintu pun terbuka lebar dan terlihat Kimberly dan Khaibar melakukan kemesuman yang luar biasa. Menyesap hingga menarik, menggoyangkan seluruh badan hingga terengah. Membuat bik Kaifa yang melihatnya ikut merasakan panas dingin di sekujur tubuhnya.
Matanya terbelalak saat melihat tongkat sakti Khaibar yang sudah dilepaskan dari gua kenikmatan Kimberly. "Aaaaaaaa, pyarrr."
Teriakan dari bik Kaifa dan pecahan gelas yang terlepas dari nampan dan berbenturan ke lantai. Membuat Khaibar dan Kimberly langsung menoleh ke arah bik Kaifa.
Sorotan mata keduanya sangat ganas bercampur malu ke arah bik Kaifa. Dengan cepat Khaibar langsung menyelesaikan itu semua dan berlari berhamburan ke arah ranjang. Mengambil selimut dan menutupi badannya, juga untuk menutupi badan Kimberly.
Kimberly pun berteriak dengan garangnya. "Bibiiiiik, apa-apaaaaan! Kenapa menganggukuuuuu! Bibik kau! Mengacaukan semuanya! Aaaaa hais! Pergi dari sini!" Kimberly melemparkan vas bunga yang ada di sampingnya ke arah bik Kaifa dengan sangat keras dan pecah, hingga bunyinya terdengar sangat nyaring.
Bik Kaifa menunduk ketakutan, merasa posisi di rumahnya sudah tidak aman. Dia pun langsung berlutut memohon ampun kepada Kimberly.
"Maafkan Bibik, Nona, Bibik kira Nona kenapa-kenapa tadi, Bibik mengira suami Nona sangat jahat dan menyiksa, Nona, lagian Bibik memanggil Nona tadi tak ada sahutan, Bibik sungguh khawatir, maafkan Bibik Nona!" Khaibar hanya berdecak halus. Kekesalannya sudah berubah lembut karena tak tega dengan wajah bik Kaifa yang memelas.
Ia menggeleng ke arah bik Kaifa agar menghentikan ucapannya agar tak membuat Kimberly semakin kesal. Dengan tangan yang dikibaskan dan kode agar bik Kaifa segera pergi dan enyah dari hadapan Kimberly.
Bik Kaifa patuh dengan kode yang dibuat Khaibar. Ia mengangguk pelan dan berdiri. Membalikkan badannya dan pergi pelan-pelan, tapi tetap saja kemarahan Kimberly tak reda juga.
"Biiiik mau ke mana kamu? Haaaah! Pembantu tidak sopaaaan, lain kali aku akan memberi tulisan berlabel di depan pintu biar mata kamu melihatnya. Apa begitu hah! Menyebalkan!" Khaibar pun mendekat dan memeluk Kimberly supaya tenang. Saat agak tenang Khaibar mengibaskan tangannya kembali ke arah bik Kaifa yang diam di tempat dan mematung karena teriakan Kimberly itu.
Khaibar pun berceloteh setelah melihat bik Kaifa yang pergi dengan membawa nampan dan lupa membereskan pecahan gelas karena rasa takutnya.
"Sudahlah, Sayang, sabar! Kamu sedang hamil, itu tidak baik buat kesehatanmu, sudah jangan marah lagi, tenang saja masih banyak waktu, nanti kita bisa mengulang lagi di kamar mandi bagaimana? Haha itu lebih aman!" Kimberly pun tenang mendengar bujukan Khaibar itu, ia tersenyum dan mengiyakannya.
"Baiklah, ayo!" Khaibar pun ke arah pintu dan menutupnya rapat. Ia membereskan pecahan gelas dengan cepat dan membuangnya ke tempat sampah yang ada di dalam kamar. Lalu ke arah Kimberly lagi dan Menggendongnya ke arah kamar mandi dengan tertawa.
"Apa katamu tadi? Memberi selembar label di depan pintu? Haha. Besok-besok boleh tuh, ide bagus, tulis saja lagi malam panjang atau lagi adegan berbahaya biar semua tahu seisi rumah haha," ejek Khaibar saat teringat ucapan Kimberly tadi. Kimberly hanya mendengus kesal dan memanyunkan bibirnya.
Keduanya pun mandi bersama dan melakukan ronde kedua dengan tawa cekikikan.
Tok, tok, tok ....