—Seoul, 1 September 2020—
•04.00 KST•
Bip… Bip… Bip…
Trak
'Haa… sudah pagi ternyata,' Haneul membatin.
Gadis manis yang sebentar lagi akan menginjak usia 25 tahun itu secara kasar mematikan jam wekernya. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi, Haneul memberi waktu yang cukup lama pada dirinya untuk dapat mencerna bahwa hari telah berganti. Merenung sejenak dan memikirkan kehidupannya selama ini. Ternyata hidupnya masih dikategorikan beruntung walaupun monoton. Masih diberikan kebahagiaan lewat keluarga kecilnya yang sangat ramai. Setelah 30 menit bertarung dengan pergulatan batin. Haneul bergegas bangun dan mempersiapkan diri untuk menjalani kesehariannya yang cukup-- membosankan.
Bruk! Bruk! Bruk!
Gedoran pintu terdengar nyaring dari luar kamarnya seakan pintu tersebut dapat lepas dari engselnya.
"Yaa, Haneul-ya! Kau sudah siap belum? Katanya kau ingin mencari kerja? Ini sudah jam 4 pagi. Kau tidak siap-siap?!" Teriak seorang pria dari luar kamarnya.
Haneul memutar malas bola matanya, senum sinis tersungging di bibir merahnya sebelum kemudian berteriak membalas sahutan pria itu. "Aku sudah bangun sedari tadi abangg!!! Sebentar lagi aku akan turunn!!"
"Hyunggg!! Kau tau kaos kaki hitamku dimana? Hari ini aku harus menggunakan itu." Teriak Seok yang terdengar sangat jelas karena suaranya yang menggelegar.
"Aku tidak tahu dimana! Itu kan kaos kakimu! Kenapa tanya aku! Coba tanya Jungie sana!" Sahut Han dari dapur.
"Yakk!! Bodoh. Kaos kakimu ada di kasurku. Kau kemarin 'kan datang ke kamarku untuk bertanya—mana kaos kaki yang cocok untuk aku gunakan esok hari?—" Sahut Chan dari kamarnya.
"AHH AKU LUPA. TERIMA KASIH CHAN!! AKU AKAN KE KAMARMU." Sahut Seok dari dalam kamarnya.
"YAKK! JUNG CHAN. JAGA UCAPANMU! CEPAT KEMARI DAN BANTU AKU UNTUK MENATA MEJA MAKANNYA." Teriak Han.
"NDEEE~TUAN MUDA HYUNGIE. AKU AKAN DATANG MELUNCUR DARI ATASS!!" Sahut Chan yang kemudian terdengar jelas telapak kakinya yang berlarian.
"JANGAN MACAM-MACAM KAU CHAN!" Teriak Han heboh.
"CHANN, AKU PINJAM KALKULATORMU!!" Teriak Seok dari kamarnya, entah apa yang ia lakukan untuk bersiap. Ia sangat lama dalam menyiapkan segala apapun.
"YAAA, GUNAKAN LAH SESUKAMU. ASALKAN KAU TIDAK MERUSAKNYA." Sahut Chan dari arah dapur.
________________________________________________________________________________________________________
Haneul menghela napasnya lelah. Itulah keseharian keluarga kesayangan Haneul. Teriakan Bang Han, rengekan kedua adiknya akibat tak ingin di bangunkan pada pagi hari atau mencari barangnya yang entah ada dimana, dan Haneul sendiri yang selalu mempersiapkan diri untuk mencari pekerjaan. Entah sudah berapa kali ia melakukan kegiatan ini.
Haneul merenung, menatap langit-langit kamarnya. Ia berpikir, akankah hari ini akan berjalan sesuai rencananya? Akankah esok hari ia akan mencari pekerjaan lagi? Ah entahlah, Haneul hanya bisa berjuang dan berusaha, kan? Namun, Haneul tetaplah manusia. Ia juga bisa merasakan lelah dengan kegiatan monotonnya pada 2 tahun belakangan ini.
Jujur, Haneul sangat muak akan kegiatan sehari-harinya.
Bangun pagi, merenung sebelum beranjak dari kasur empuknya, menyiapkan berkas-berkas, sarapan, berangkat bersama dengan salah satu saudaranya, interview, pulang, dan menunggu hasil akhir dari harinya yang entah sampai kapan ia akan melakukan ini.
Semua pemikiran dan kegiatannya itu selalu memenuhi otak Haneul. Penuh, sesak dan panas secara bersaman jika pemikiran itu sedang hinggap di kepala kecilnya. Terkadang ia iri dengan saudaranya, bagaimana mereka secara tak langsung sangat beruntung.
Kakak pertamanya— Bang Han misalnya. Abangnya ini sangat kuat, sabar dan beruntung. Terkadang Haneul merasa heran, bagaimana kakaknya itu dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginannya? Bagaimana cara kakaknya membagi waktu antara pekerjaan dan keluarganya? Lalu, memberikan keadilan untuk saudara-saudaranya. Ah ya, selain itu di kisah percintaannya. Kakaknya ini sangat beruntung. Bagaimana kakaknya mendapat pendamping yang sangat baik dan sabar menghadapi kami semua? Iya, pemikiran itu juga hinggap di kepala kecilnya. Namun, ia tetap senang dan bangga akan keberuntungan yang di miliki kakaknya. Haneul berpikir, akankah ia dapat merasakan kebahagiaan itu?
Selanjutnya, adik kembarnya—Seokkie dan Channie. Iya, itu panggilan kesayangan yang ia buat. Mereka beda 7 tahun dengannya, namun mereka sangat dewasa.
Seokkie, orang paling jahil dan partner in crime-nya Bang Han. Selain itu, Seokkie sangat polos dan sabar. Ia akan selalu dimintai bantuan oleh Bang Han—dipekerjakan jika kakaknya sedang malas— Seokkie dengan sabar selalu menurutinya.
Ah ya, terakhir si adik kecil, Jung Chan atau Channie.
Channie terlihat cuek, namun ia sangat pengertian. Porsi jailnya sama, tetapi ia tahu situasi. Sangat peka jika salah satu dari saudaranya mengalami situasi yang buruk. Contohnya— pada saat dirinya sangat frustasi akibat sulitnya mencari pekerjaan. Jung Chan akan mendatanginya dan memberikan bahunya untuk bersandar, mengelus pelan rambutnya ataupun memeluknya dengan memberikan usapan lembut dan berkata "Tidak apa, kau sudah berjuang Nuna. Ayo! Tetap semangat, ada Channie yang akan selalu memeluk Nuna."—
Setelah dipikir lebih lanjut, si adik kecil sudah dewasa ternyata. Selain itu, tingkah manis Chan yang selalu membawa hadiah kecil seperti Teokbokki hangat dari kedai depan sekolahnya, membuat dirinya merasa tersentuh akan tingkah spontan si adik kecil.
Haneul sangat menyayangi ketiga saudaranya.
Mengenai kedua orang tuanya, mereka telah meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat pada saat menghadiri acara pembukaan cabang kantornya.
_________________________________________________________________________________________________________
Ya, itulah pemikiran tentang keluarganya dan pemikiran yang selalu datang ketika ia sedang merenung. Bagaimana, apa, dan kenapa adalah pertanyaan yang selalu muncul di kepala kecilnya. Bertanya-tanya bagaimana kehidupan selanjutnya dan jalan ceritanya. Apakah berubah atau tetap sama seperti ini yang sangat amat membosankan. Pemikiran yang selalu hadir membuat kepalanya terasa penuh, tak bisa tidur, gelisah dan cemas setiap ia memikirkannya.
Namun ia tetap bertahan. Keluarganya 'lah yang membuat ia bertahan sampai saat ini. Keluarganya 'lah yang memberikan kekuatan untuk tetap bertahan dalam kehidupan yang berat ini. Menopang ia ketika badai menghantam dirinya, dan membantu ia untuk tetap menghadapi ombak besar yang selalu menerjang dirinya.
__________________________________________________________________________________________________________
Ah ya, mengenai dirinya.
Ia sebenarnya pernah bekerja beberapa tahun setelah lulus dari kuliahnya. Ia sudah menyelesaikan studi terakhirnya hingga jenjang S2— jika menurut sistematis pendidikan di Indonesia.
Ia mengambil jurusan Music Art pada jenjang pertamanya di salah satu Universitas Swasta Indonesia. Selanjutnya, ia langsung melanjutkan studinya di kota kelahirannya, Seoul. Mengambil studi lanjutan pada Music Management dan mengambil program studi Music Production.
Cita-citanya memang ingin menjadi produser musik—yang dimana ia akan memproduksi lagu-lagu untuk orang lain atau untuk dirinya sendiri.
Namun, masih banyak yang meragukan pekerjaan ini. Membuat dirinya merasa kesal— mengapa orang lain selalu memikirkan suatu stigma yang telah lama terpatri di pikiran masyarakat, dibandingkan melihat usaha keras seseorang dalam pilihan yang telah mereka pilih?
—Haneul—