Sore ini habis pulang sekolah Artelia tak langsung pulang ke rumah.. Dengan mengendarai taxi ia pergi ke daerah Senayan.. Ia ingin bertemu seseorang..
Tampak bangunan besar yang terawat asri dengan taman yang indah yang di tengahnya terdapat kolam yang ada air mancurnya.. Sehingga terasa seperti di rumah. Bangunan ini adalah sebuah dojo milik salah satu pelatih rivalnya.. Artelia adalah atlit karate. Ia sudah sering memenangkan kejuaran karate bahkan tingkat nasional.. Bagi Artelia saat di pertandingan mereka adalah rival namun di luar pertandingan mereka adalah kawan. Tak heran jika ia memiliki banyak koneksi melalui kawan rivalnya. Namun ia harus vakum selama 2 tahun karena cedera. Meskipum begitu ia tetap datang kejuaran sebagai penonton.
Artelia memasuki bangunan itu. Terdengar suara teriakan semangat dari murid-murid dojo ini. Aahh Artelia ingin sekali bernostalgia saat dia pertama kali latihan karate 10 tahun lalu. Menikmati teriakan semangat mereka. Perhatiannya teralihkan saat ada orang paruh baya menghampirinya dari ujung lorong.
"Artelia. Selamat datang" sapanya.
Artelia membungkukan punggungnya memberi hormat.
"Ah sudah kau tak perlu memberi hormat seperti itu. Santai saja." katanya lagi.
"Mari ikut saya" ajaknya.
Artelia berjalan mengekor di belakangnya. Artelia memperhatikan sekitarnya. Bangunan ini memiliki lorong membentuk persegi dengan di tengah bangunan terdapat lapangan terbuka. Disana juga terdapat orang yang melakukan pemanasan, berlatih, dan masih banyak. Meskipun disini juga terdapat banyak ruang latihan. Mungkin disini di kelompokan berdasarkan grade setiap murid.
"Saya dengar kamu pindah ke Jakarta. Dan baru seminggu menetap di Jakarta. Saya sudah melihatmu pada setiap kejuaranmu. Saya tertarik dengan potensimu. Sudah lama saya ingin mengobrol denganmu. Apa kamu masih ingin melanjutkan karatemu?" tanyanya mengenai maksud memanggil Artelia kesini.
"Saya belum memikirnya." jawab Artelia enteng..
"Jangan sia-siakan potensimu Artelia! Jika kau mau bergabung dengan dojo saya, dengan senang hati saya akan mempersilahkannya. 3 bulan lagi ada kejuaran nasional. Dan saya ingin kamu comeback di dunia karate." saran Pak Rocky.
"Namun sepertinya saya tak ingin comeback" jawab Artelia
"Dojo ini adalah warisan turun menurun. Saya ingin mewariskannya kepada orang yang tepat. Namun sebelum itu, saya ingin kamu memenangkan kejuaran nasional yang pemenangnya akan di kirim ke luar negeri untuk pertandingan internasional mewakili Indonesia. Saya memiliki dua kandidat dan salah satunya adalah kamu. Jika perwakilan dari dojo ini tidak memenangkan kejuaraan itu maka dojo ini akan di ratakan dengan tanah. Sudah beberapa tahun terakhir ini, perwakilan dari Dojo ini tidak pernah menang. Dan terdapat perjanjian jika tahun ini dojo ini tak menang maka akan di robohkan." jelas Pak Rocky.
"Kenapa harus saya? Anda sudah memiliki kandidat. Maka keluarkan kandidat dari dojo ini untuk mengikuti kejuaran. Namun kenapa harus saya?" tanya Artelia tak paham dengan maksud Pak Rocky.
"Karena kamu telah memenangkan setiap kejuaraan, hingga gelar Queen Of Karate telah tersemat di dirimu. Di cabor karate putri saya ingin kamu yang mewakili. Dan di cabor karate putra akan diwakili oleh kandidat yang lain. Jadi saya mohon Artelia bantu saya. Ah bukan, bantu dojo ini. Saya mohon!" mohon Pak Rocky.
"Akan saya pikirkan." kata Artelia mengalah.
"Saya tunggu keputusan kamu Artelia. Saya harus pergi. Kamu boleh tetap disini. Saya permisi" pamit Pak Rocky meninggalkan Dojo.
===========//==========//=======//========//==============
"Dalu! Kamu itu sudah telat datang bukannya serius jalani hukuman malah youtubean!" omel pelatih sambil menjewer telinga Dalu.
"Aahh aduh aduh" rintihnya kesakitan.
"Lari keliling lapangan tengah 20 kali. Sekarang!" tegas pelatih.
"Ayaya kapten" jawabnya sambil berlari melaksanakan hukumannya.
Artelia melihat itu, dia seperti pernah bertemu cowok itu. Pelatih melihat Artelia. Pelatih menghampirinya.
"Kamu Artelia ya?" tanya pelatih.
"Iya. Anda siapa?" tanya balik Artelia.
"Saya pelatih di dojo ini. Saya sudah mendengar dirimu dari Pak Rocky. Saya yang akan mempersiapkan semua keperluaanmu untuk kejuaraan 3 bulan lagi.." jawab pelatih.
"Oh maaf pelatih, saya belum memutuskan permintaan Pak Rocky." sahut Artelia.
"Tolong pertimbangkan Artelia." mohon pelatih.
"Baik pelatih. Sudah petang. Saya pamit." pamit Artelia meninggalkan dojo.
Berjalan keluar dojo Artelia memikirkan sesuatu namun sebaiknya ia lakuka di rumah saja.
===========//==========//=======//========//==============
Turun dari taxi, Artelia melihat ada mobil yang terparkir di depan pintu rumahnya. Itu adalah mobil papanya. Helaan nafas Artelia terlihat gusar. Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Moodnya benar-benar rusak karena melihat mobil itu terparkir di halamana, namun mau bagaimana lagi Artelia tetap melangkahkan kakinya memasuki rumah.
"Assalamu'alaikum. Artelia pulang" salamnya lalu melenggang masuk melewati papanya yang telah duduk di kursi ruang tamu.
"Wa'alaikumsalam. Dari mana saja kamu? Kluyuran terus gak di Surabaya gak di Jakarta kluyuran terus kerjaanmu?!" jawab Pak Adam-papa Artelia.
Artelia yang akan menaiki tangga, ia urungkan mendengar pertanyaan papanya. Artelia diam.
"Kamu itu sudah besar! Belajar yang bener! Jangan main terus! Papa udah capek kerja. Kamu malah main kluyuran gak jelas! Kapan kamu banggain papa?!" sentak Pak Adam.
Artelia sudah tidak kuat lagi mendapat bentakan terus menerus dari papanya sejak 10 tahun lalu. Sikap papanya yang penyayang padanya.
"Apa dengan piala yang selama ini Artelia raih belum buat papa bangga?" tanya Artelia.
"Piala apa? Bela diri? Mau jadi apa kamu dengan piala karatemu itu? Mau jadi jagoan? Mau jadi preman?" tanya Pak adam bertubi-tubi dengan menyunggingkan senyum meremehkan.
"Papa mau kamu rubah diri kamu dan banggain papa! Kamu harus sempurna! Masa kamu kalah sama adik kamu, dia saja bisa bersekolah di luar negeri masa kamu kakaknya tidak bisa menjadi contoh yang baik!" kata Pak Adam telak sambil melangkah memasuki kamarnya.
Setelah mendapat ceramah dari papanya, Artelia naik ke atas menuju kamarnya. Di pelupuk matanya sudah tidak bisa menahan tangisnya. Artelia menelungkupkan tubuhnya di kasur, tangisan Artelia pecah.
"Apa yang kurang dari diriku buat papa? Aku selalu nurutin apa kemauan papa. Jadi juara kelas, juara fashion, dan banyak lagi. Ya meskipum juara beladiri yang paling banyak. Apa itu belum bisa banggain papa? Apa yang perlu aku lakuin?" tanyanya pada dirinya sendiri.
"Selalu saja Adik yang terlihat di mata papa, sedangkan aku di nomor duakan. selalu saja di bandingkan, salah kah bila aku gak sehebat adik yang dapat beasiswa bersekolah gara-gara menang olimpiade. Aku disini juga kan meraih juara ya meskipun beda bidang dengan dia. Ah kalau seperti ini mending ikut mama" dumel Artelia
"Disini bukan rumah.. Aku tak merasakan seperti di rumah. Aku rindu mama" tangisnya tambah pecah. Hingga ia tertidur.