Chereads / Guruku Cinta Pertamaku / Chapter 8 - Win-Win solution

Chapter 8 - Win-Win solution

Happy Reading

Amelia menaiki tangga rumahnya menuju sebuah kamar paling pojok. Sebuah kamar yang cukup luas dengan desain girly ala-ala princess dari negeri dongeng. Meskipun Felicia sudah berusia 18 tahun, gadis itu masih menyukai segala sesuatu yang berbau princess. Dari depan kamarnya terlihat biasa saja namun begitu pintu terbuka, hampir seluruh perabot didominasi oleh warna pink dan juga putih saja. Terlihat sangat girly dan juga feminim. Untung saja Felicia tidak menunjukkan hal itu pada pakaian yang biasanya di pakai. Dia hanya menerapkan itu untuk kamarnya saja. Dalam kehidupan sehari-hari, barang-barangnya cukup beragam tidak terlalu fokus dengan warna-warna ala princess.

"Sayang. Mama masuk ya .... " Suara Amelia terdengar begitu jelas dari balik pintu kamar anaknya. Wanita yang berprofesi sebagai dosen itu langsung masuk ke kamar anak kesayangannya, terlihat Felicia sudah memejamkan matanya karena terlalu lelah. Amelia mendekati anak gadisnya dan membelai lembut rambut panjangnya. Dia terus mengusap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.

Merasa sedikit terganggu dengan sebuah belaian di kepalanya, membuat Felicia terpaksa membuka matanya. Terlihat sang ibunda dengan memandanginya dengan penuh kasih sayang. "Mama sudah pulang?" tanyanya dengan suara yang terdengar lirih dan sedikit serak. Gadis itu mengumbar sebuah senyuman hangat dengan mata yang masih belum sepenuhnya terbuka dengan lebar.

Amelia membalas senyuman Felicia sambil membelai wajah cantik anaknya. "Apakah ada yang ingin kamu katakan pada Mama?" tanya wanita itu pada anak gadis kesayangannya. Amelia menatap lembut gadis yang masih mengumpulkan nyawanya.

Felicia mencoba bangun dari tempat tidurnya lalu duduk di samping ibunya. "Ma ... Bagaimana kalau Felicia kost aja? Biar Felicia bisa belajar hidup mandiri," ucapnya dengan sedikit ragu. Sebenarnya gadis itu sudah tahu jawaban yang akan diberikan oleh ibunya itu. Namun dia mencoba untuk bertanya, siapa atau ada sedikit keajaiban yang sedang menantinya.

Wanita itu langsung saja membulatkan matanya sambil menahan gadis yang duduk di sampingnya. "Apa alasanmu untuk memilih tinggal sendiri daripada tinggal bersama orang tuamu sendiri?" Amelia sedikit kecewa dengan keputusan sepihak yang diucapkan Felicia terhadap dirinya itu.

Felicia terlihat gugup mendengar pertanyaan dari ibunya itu. Dia pun mendekatkan diri pada Amelia lalu memeluknya. "Sebenarnya ... mulai besok seorang teman akan mengantarkan Felicia pulang, Ma. Dia sangat kasihan saat melihatku mengayuh sepeda ketika panas-panas untuk pulang sekolah," jelasnya dengan nada menggantung.

"Terus masalahnya apa, Sayang? Temanmu itu bisa langsung mengantarkan ke rumah. Apakah dia seorang cowok?" tegas Amelia pada anak gadisnya itu.

Felicia langsung mengerucutkan bibirnya, dia sudah menduga jika ibunya tak mungkin mau menerima keputusannya itu. "Dia itu cewek, namanya Maya. Dia adalah sahabatku satu-satunya. Aku tak ingin dia berpikir jika keluargaku orang kaya. Felicia ingin seperti siswa biasa saja," jawabnya tak bersemangat.

"Mama tidak yakin kamu bisa menutupi statusmu. Minggu depan papamu akan diundang ke sekolahmu untuk menjadi pembicaraan dalam sebuah seminar," jelas Amelia.

"Apa!" Gadis itu terlihat sangat terkejut. Dia tak menyangka jika ayahnya akan menjadi pembicaraan di sekolahnya sendiri. "Tolong katakan pada Papa supaya tak menyebutkan aku sebagai putrinya, Ma. Please! Tolong aku, Ma." Felicia terlihat memohon dengan wajah memelas. Dia tak ingin jika teman-teman di sekolahnya mengetahui dirinya berasal dari keluarga yang terpandang dan juga kaya raya.

Amelia pun sedikit berpikir untuk memutuskan semua itu. "Mama bisa saja merayu Papa untukmu. Namun kamu juga harus tetap tinggal di rumah ini. Tak ada yang namanya kost atau kontrak rumah," tegas wanita paruh baya itu. "Untuk menutupi rumah mewah ini, kamu bisa turun di pintu belakang. Dari jalan belakang, rumah ini terlihat cukup sederhana dan tidak mencolok. Kamu bisa meminta temanmu untuk menurunkan kamu di pintu belakang." Semua yang dikatakan oleh Amelia merupakan win-win solution bagi mereka berdua. Tidak ada yang akan merasa rugi dengan hal itu.

"Felicia setuju, Ma. Tetapi Mama jangan lupa mengatakan hal itu pada Papa," sahut gadis itu sambil tersenyum penuh arti. Felicia merasa sedikit lega setelah mendengarkan usulan dari ibunya itu. Dia pun kembali memeluk wanita di sampingnya itu sambil tersenyum hangat. "Terima kasih, Ma. Mama memang yang terbaik untuk Felicia," ucapnya tulus dan terdengar sangat lembut di telinga kedua wanita beda usia itu.

Wanita itu langsung bangkit dari ranjang dan berdiri sambil memandangi sang anak gadis. "Lanjutkan tidurmu, Mama harus merayu Papa dulu. Sampai bertemu nanti makan malam." Amelia langsung keluar dari kamar menuruni tangga rumahnya. Baru berada di tengah-tengah tangga, sang suami sudah menatapnya penuh tanya. "Ada apa dengan wajahmu, Mas?" tanya Amelia pada suaminya yang duduk di kursi ruang tengah sambil terus memandangnya.

"Apa yang dikatakan oleh gadis manja itu? Apakah tentang Alvaro lagi?" tanya Felix dengan wajah yang terlihat cukup penasaran. Pria itu memandangi wajah istrinya dengan tatapan yang sangat tidak sabar untuk mendengar jawaban yang akan dikatakan oleh Amelia.

"Jangan berburuk sangka, Mas. Felicia hanya ingin menjadi seorang murid biasa tanpa menyandang status keluarga kita," jelas Amelia pada sang suami. "Dan aku sangat mendukung hal itu. Aku ingin gadis itu mendapat seorang teman yang benar-benar tulus mencintainya, tidak seperti saat dia tinggal di ibukota. Banyak temannya yang memanfaatkan Felicia karena menyandang nama keluarga kita." Amelia mengatakan hal itu dengan sangat serius namun dengan suara yang terdengar cukup lembut.

Felix hanya menganggukkan kepalanya sambil terus memandangi sang istri. Dia juga sangat menyetujui perkataan dari Amelia. Namun ada sedikit keraguan yang tersimpan di dalam benaknya. "Bagaimana dengan seminar yang akan digelar di sekolahnya minggu depan? Apakah aku juga harus menyangkal gadis itu sebagai anakku? Yang ku tahu hanya kepala sekolahnya saja yang mengetahui jika Felicia adalah anak dari Felix Angelo." Pria itu terlihat bingung dengan apa yang akan dilakukannya disaat seminar mendatang. Dia pun akan berusaha melakukan yang terbaik untuk anak kesayangannya itu. Sedangkan Amelia juga tak mengatakan apapun tentang hal itu.

Beberapa jam kemudian sejak pembicaraan serius di antara mereka. Felicia dan kedua orang tuanya sudah duduk untuk menikmati makan malam bersama. Keluarga kecil itu terlihat begitu menikmati kebersamaan mereka dalam menyantap berbagai hidangan yang sudah tersaji di atas meja. Setelah makan malam usai, Felicia memberanikan diri untuk memulai percakapan di antara mereka. "Apa Mama sudah mengatakan permintaanku pada Papa?" tanya gadis itu pada ibunya.

"Mama sudah mengatakan semuanya dan Papa menyetujui permintaanmu itu. Tetapi kamu harus ingat jika Papa melakukan semua hanya untuk kebaikanmu, jangan sampai kamu meminta yang lebih dari semua ini," tegas Felix pada anak gadisnya.

Felicia langsung menghampiri ayahnya dan memeluknya. "Terima kasih, Papa." Hanya kalimat itu yang mampu terucap dari bibir manisnya.