"Baiklah, tapi saya terlalu malu saat ini. Jadi saya akan kembali ke kelas dulu, Sensei," putus Gilang.
Dengan terpaksa, Gilang akhirnya menyerahkan ponselnya. Sedetik kemudian, ia berlalu meninggalkan gurunya sendiri.
Guru Bahasa Jepang itu menatap kepergian Gilang. Ia tersenyum dan berucap lirih, "Aku berharap Takumi mempunyai teman sebaik Gilang juga."
Lelaki itu menggeser layar ponsel milik Gilang dan mulai menonton video yang ada di ponsel itu.
-play-
Dalam video tersebut menggambarkan dua orang remaja yang begitu ribut dengan percakapan mereka sendiri.
"Namaku Gilang. Saat ini aku bersama dengan siswa ter-kampret
se-Huimang Internasional School. Dalam video kali ini, kami akan memberikan tips menjadi siswa yang berprestasi," ucap remaja yang memakai jaket hitam.
"Bwahahaha, ini nggak salah tema, Lang? Kayak kita berprestasi saja. Kau lupa semester satu kemarin, kau mendapat peringkat ke-28 dari 30 siswa di kelas kita?" sahut remaja yang bergaya ala rocker, yang diketahui namanya adalah Joon kata Gilang tadi.
"Setidaknya aku satu peringkat di atasmu, Joon. Assshh! Kau mengacaukan videoku, Sialan! Baiklah, jangan dengarkan kawanku yang selalu dapat peringkat dua dari belakang itu!" Gilang memfokuskan kamera pada wajahnya. "Kuperkenalkan diriku dahulu secara terperinci. Walau peringkatku tak masuk sepuluh besar, aku termasuk siswa yang berprestasi dalam bidang olahraga," sambung Gilang, terlihat dari layar ponsel.
"Wahahaha, bohong lagi ini! Puterin lapangan sepak bola dua kali saja sudah tepar. Prestasi olahraga apa memangnya kau, heh? Olahraga main kelereng?" Lagi-lagi terlihat teman Gilang menyahut.
"Asshh kunyuk! Kalau gitu kau aja yang kenalin dirimu dulu, Joon!
Kesal lama-lama dengar ocehanmu." Gilang terlihat begitu kesal.
"Hnn, baiklah. Namaku Arjun tapi lebih suka dipanggil Joon saja. Aku bisa dibilang siswa yang nyaris sempurna. Hanya satu kekuranganku ... ngg ...." Ucapan Teman Gilang terdengar tercekat.
"Kok jadi sedih ya, Joon?" sela Gilang. Ia terlihat menepuk bahu Joon, pelan.
"Aku tahu kekuranganmu itu kau tak memiliki ibu, tapi kau masih memiliki orang-orang yang menyayangimu kok. Jadi jangan sedih seperti itu, Kawanku!" hibur Gilang yang seolah tahu masalah temannya.
Plak!
Joon terlihat menabok kepala Gilang dengan kejamnya.
"Siapa yang sedih, woy? Aku belum selesai ngomongnya!" bentak remaja yang bernama Joon.
"Jadi kekuranganmu itu bukan kurang kasih sayang dari seorang ibu gitu, Joon?" ucap Gilang.
"Sok tahu kau, Gilang! Baiklah, kuulangi lagi. Namaku Arjun alias Joon. Aku bisa dibilang siswa yang nyaris sempurnya. Kekuranganku hanya satu, aku tak dapat menemukan kekurangan pada diriku, hahahaha." Joon tertawa lepas karena tebakan Gilang salah besar.
Dari layar ponsel, Gilang terlihat mengerutkan dahi.
"Kok berasa simpatiku tadi sia-sia, ya?
Aasshh, baiklah! Aku tak mau kalah."
Gilang memfokuskan kameranya tepat di wajahnya.
"Seperti halnya temanku tadi, aku juga bisa dibilang siswa yang nyaris sempurna. Kekuranganku hanya satu, yaitu aku tak memiliki kelebihan apapun," sambung Gilang.
"Bwahahaha, itu namanya kurang semua, Gilang!" ucap Joon sambil menoyor kepala Gilang.
-pause-
Lelaki yang dipanggil Gilang 'Sensei' tadi mengulas senyum.
"Astaga, anak-anak ini!" gumam lelaki yang mengajar Bahasa Jepang itu.
Sejenak ia terdiam, lalu mengulang video yang baru saja ia lihat. Senyuman tipis tersungging dari bibir seksinya. Ada sorot kerinduan terpancar dari matanya.
"Putraku mungkin sepantaran remaja ini juga, jika tidak hilang dalam kecelakaan itu," gumamnya sambil mengusap layar ponsel saat menampilkan wajah Joon.
***
Kevin memasuki ruang ICU, tempat Joon terbaring tak berdaya. Di dalam ruangan, sudah ada Kenichi yang tidur terduduk di samping ranjang Joon.
"Ken, bangunlah!" panggil Kevin sambil menepuk lengan Kenichi, pelan.
Kenichi terbangun. Pandangannya masih terfokus pada remaja yang tertidur di hadapannya.
"Kenapa Joon belum bangun juga ya, Kak Kevin?" lirihnya.
"Ikutlah denganku ke ruangan dokter sebentar!" ajak Kevin yang ditanggapi anggukan pelan oleh Kenichi.
Di ruangan Dokter Irawan.
Dokter memperlihatkan hasil CT Scan.
"Dari hasil CT Scan ini, kepala Joon mengalami cedera. Mungkin saat tenggelam, kepalanya terbentur batu secara keras. Karena tak berdarah, jadi kita terlambat mengetahuinya.
Dan lagi, karena paru-paru Joon terisi air, maka tidak bisa terjadi pertukaran oksigen dari dan ke darah.
Akibatnya jantungnya memperlambat pertukaran oksigen. Ini menyebabkan kadar oksigen dalam otak berkurang.
Maka dari itu, Joon masih koma sampai saat ini," ungkap sang dokter.
"Lalu, apa yang harus kami lakukan agar Joon segera tersadar, Dok?" tanya Kenichi. Dapat terlihat jelas linangan air mata menuruni pipi halusnya.
"Dukungan dari keluarga yang dapat memberinya kekuatan dan semangat untuk bangun. Saya sarankan picu dia dengan hal-hal yang menyenangan baginya, seperti akan mengajaknya berlibur kalau dia bangun, atau lainnya," saran dokter.
Kevin dan Kenichi terdiam dengan pikiran mereka masing-masing.
"Sepertinya kita harus melakukannya, Kak," ucap Kenichi sambil menatap lurus ke luar jendela.
"Melakukan apa?" Kevin sungguh penasaran dengan apa yang ada dalam pemikiran Kenichi.
"Seperti biasa yang kita lakukan saat Joon tak sadar seperti ini," ujar Kenichi, menatap tajam ke mata Kevin.
Dahi Kevin berkerut. Jika yang Kenichi maksud itu adalah tentang kesukaan Joon, pasti Kevin juga yang akan rugi pada akhirnya.
"Aku tahu pasti Anda sedang memperhitungkan kerugian Anda 'kan, Bos Kevin?" seru Kenichi.
"Baiklah, terserah padamu sajalah, Ken!" putus Kevin menyetujui usulan adik dari cintanya itu.
***
Memakai jubah steril lengkap dengan maskernya. Kevin dan Kenichi masih terlihat menawan dalam setiap penampilan mereka.
"Kamu yakin ini akan berhasil, Ken?" tanya Kevin, berjalan di belakang Kenichi.
"Kita coba saja, Kak!" putus Kenichi.
Kevin dan Kenichi berjalan mendekat ke ranjang putra mereka. Joon mereka masih terbaring tak berdaya.
Joon yang biasanya berisik, hyperaktif kini tak berdaya. Entah apa yang ia lihat dalam alam bawah sadarnya. Apa lebih indah daripada yang Kevi dan Kenichi lihat?
Kevin mendekatkan wajahnya ke telinga Joon sambil berbisik,
"Joon-chan, kau dengar papa?
Papa tahu kau pasti mendengarnya. Kau ingat, kau pernah minta uang jajan tambahan pada papa?
Sekarang papa akan mengabulkannya, Nak."
Di sisi sebelah kiri, Kenichi juga membisikkan sesuatu pada Joon.
"Joon-chan, daddy punya film biru terbaru lho. Pemainnya lebih hot dari biasanya. Apa kau tak mau menontonnya, huh?" ujar Kenichi.
"Woy! Jangan aneh-aneh kau, Ken!" bentak Kevin sambil menyentil kening Kenichi, begitu keras.
Ada pergerakan kecil dari jari tangan Joon. Walau singkat, namun sudah membuat Kevin dan Kenichi terkejut sekaligus senang.
"Sudah kubilang, Kak. Joon merespon perkataanku tentang film biru itu," seru Kenichi yang didikannya tidak pernah benar dari dulu. Kenichi selalu mencekokki Joon dengan drama-drama yang suka ia tonton. Benar-benar orang tua yang aneh.
"Jangan gila, Kunyuk! Dia merespon karena akan dapat uang saku tambahan," sahut Kevin.
Kevin kembali mengusap lembut kening Joon.
"Baiklah, kalau kau bangun, uang sakumu menjadi dua ratus ribu perminggu," tawar Kevin.
Biasanya Kevin hanya memberi Joon uang 150 ribu untuk dihabiskan satu Minggu. Bukannya pelit, ia memang mengajarkan untuk berhemat. Sedangkan, Kevin dan Jaya malah hanya memberi uang Joon lima ribu perhari. Jadi, jangan kira Joon punya uang melimpah karena memiliki tiga ayah. Mereka bertiga memang pelit terhadap Joon.
Saat ini, terlihat pergerakan jemari Joon semakin signifikan.
Bersambung ....