Saat ini, dia hanyalah Jaya Raizaski. Seorang ayah yang merindukan putra nakalnya. Ia tak butuh kekuatan sebagai Lizen, ia hanya ingin bersama putranya, menghabiskan akhir pekan bersama dan makan es krim di tepi danau.
"Ayah merindukanmu, Joon," ucap Jaya, lirih. Ia menatap ke langit-langit ruangan. Wajah Joon selalu berkelebatan dalam imajinasinya.
Drrttt!!
Drrttt!!
Ponsel Jaya bergetar. Dari nomor tak dikenal. Jaya menggeser layar ponselnya dengan enggan, menjawab video call dari---
"Hai, Ayah! Apa ayah merindukan putramu yang tampan ini, eum?"
Joon menyapa dari seberang melalui layar ponsel. Raut cerahnya segera terpampang. Remaja berambut hitam itu tersenyum memamerkan sederetan gigi putih yang kecil-kecil.
Sejenak Jaya termangu. 'Apa ini sungguhan? Kenapa setelah satu bulan lebih kau baru menghubungi ayah, Nak?' batin Jaya, terluka. Ia begitu merindukan remaja yang berada di layar ponselnya itu.