Pelayan di restoran membawa keduanya ke dalam sebuah ruangan. Winona melihat furnitur di sana, jantungnya berdegup kencang. "Nona, maafkan saya, karena Anda memesannya terlambat, hanya ada ruangan besar semacam ini. Jika Anda menginginkan ruangan yang kecil, Anda mungkin perlu menunggu setengah jam lagi."
Ada meja bundar besar di dalam ruangan itu. Ruangan itu sepertinya dapat menampung lebih dari sepuluh orang. Bagaimana bisa hanya ada dua orang yang duduk di sini?
"Tito, bagaimana ini?" Winona masih meminta nasihat Tito.
"Aku tidak masalah." Restoran itu penuh dengan orang. Jika mereka memesan tempat biasa, mungkin tidak akan bagus untuk bercakap-cakap.
Winona mengangguk, "Baik, kami ambil yang ini."
"Baik, silakan duduk dulu. Seseorang akan segera datang dan mencatat pesanan."
Winona secara langsung membiarkan Tito duduk terlebih dahulu. Dia ingin menjadi seseorang yang sopan, tapi dia ragu-ragu sendiri. Meja besar semacam ini terlalu besar, dan tidak nyaman untuk berbicara terlalu jauh. Setelah ragu-ragu, Winona menemukan tempat yang jauh dari Tito dan duduk. Karena mereka baru bertemu, suasananya canggung sampai seorang pelayan datang untuk membawa menu.
"Aku tidak begitu paham dengan makanan di sini. Kamu tidak perlu memesan terlalu banyak. Cukup untuk dua orang." Tito mendorong menunya tepat di depan Winona.
Winona mengambilnya. Dia memesan udang mentega, ikan salmon panggang, daging panggang dan sayuran tumis. Dia juga menambahkan sup ikan yang menurutnya rasanya enak. "Apalagi yang ingin kamu makan?" Setelah memesan makanan, Winona dengan sopan memiringkan kepalanya dan meminta pendapat Tito lagi.
Saat Tito memalingkan kepalanya, mata mereka bertemu. Dia memegang cangkir teh sambil menyeruput tehnya. Dia juga menatap Winona. Matanya hitam pekat seperti tinta. Dia mengangguk, "Kamu yang putuskan."
Winona berdebar saat melihatnya. Dia langsung menoleh dan menyerahkan menu itu kepada pelayan. Begitu pelayan pergi, suasana di dalam ruangan menjadi canggung lagi.
"Winona, kesehatanku tidak baik, dan suaraku mungkin tidak terlalu keras." Tito menggosok cangkir dan melihat jarak di antara keduanya.
Itu artinya Winona duduk terlalu jauh. Winona pun harus memahaminya dan berpindah dua kursi lebih dekat ke arah Tito. Dia masih tidak mengatakan apa pun, tapi wajah putih dan dingin Tito itu membuat Winona merasa sulit untuk mendekatinya. Tito menundukkan kepalanya dan menyesap teh, lalu mengangkat matanya dan menatap Winona dengan serius. Saat ini Tito sudah mengikis jarak di antara keduanya.
Detak jantung Winona seperti tabuhan drum. Keduanya tidak saling kenal. Jarak ini terlalu dekat. Bau obat di tubuh pria itu sangat mengganggu dan membawa sinyal bahaya bagi Winona. Winona berkedip dan merasakan sesuatu mendekat. Ketika dia mengangkat kepalanya, dia melihat Tito sedang mengulurkan tangan. "T-tito?"
"Jangan bergerak." Suaranya lembut, tapi nadanya sangat kuat.
Winona merasakan tangan melintasi wajahnya, dengan lembut menyisir dari atas rambutnya. Seolah-olah tangan itu membawa seutas rambut, dan ujung jarinya dengan lembut meluncur di atas kulit kepala Winona. Terasa hangat dan lembut. Itu seperti hujan di langit cerah di tengah musim kemarau yang turun secara tiba-tiba, membuat orang-orang kacau.
"Rambutku agak berantakan?" Winona merasa sosok Tito menyelimuti dirinya, seolah dia sedang dipeluk olehnya.
"Winona, apakah kamu takut padaku?" Tito sudah duduk kembali di tempatnya sambil berbicara.
"Tidak." Winona menyelipkan rambutnya dengan santai. Tito membuatnya semakin gemetar. Melihat Tito melakukan tindakan semacam itu tadi, Winona tercengang. Tito tidak tampak seperti orang yang kesehatannya terganggu.
Winona mencoba tenang. Dia tidak bisa gugup. Tetapi yang pasti dia juga kagum pada Tito. Baru saja di rumah Keluarga Talumepa, dia menasihati ibu tiri Winona dan putrinya bersama-sama. Tito sangat kejam, tapi Winona tidak bodoh. Kini dia melihat Tito dengan begitu takut dan sesaat lagi dia pasti akan menjauh.
Setelah menyentuh rambut halus Winona, Tito tampak bingung. Dia tidak tahu mengapa ingin menyentuh rambut gadis itu. Apa rambutnya acak-acakan? Tidak. Tito akhirnya mencoba untuk bertanya, "Winona, ini pertama kalinya kita bertemu dan menurutku aku tidak pantas mengatakan hal-hal seperti ini. Mungkin ini terlalu tiba-tiba, tapi kamu… Apa kamu ingin menikah denganku?"
UHUK!
Winona mungkin bisa menebak apa yang akan Tito katakan, tapi dia tidak bisa mengharapkan Tito bersikap begitu terus terang. Kini Winona tenggelam dalam jantung yang berdebar-debar karena pertanyaan Tito barusan. Entah kenapa dia begitu gembira dengan kata-kata Tito hingga dia hampir tersedak teh.
Mereka kini saling memandang. Tito bisa melihat bahwa Winona tercengang. Dia pun menyadari bahwa meskipun itu baik untuk terus terang, tapi dia agak terlalu cepat menanyakan ini pada Winona. "Ada dua pria dalam keluarga kami. Kamu mungkin tahu situasi saudara laki-lakiku. Dia memiliki temperamen yang baik. Dia juga seorang putra, tapi sebenarnya dia adalah pria baik yang serius dan bertanggung jawab. Keponakanku juga manis dan imut."
Temperamen yang baik? Winona tersenyum pahit. Tito ini benar-benar bisa membuka matanya dengan berbicara omong kosong! Tidak seorang pun di seluruh Manado yang tidak tahu bahwa kakak Tito itu sangat dingin, sombong, dan pemarah. Keponakan Tito bahkan lebih mengerikan. Karena ibunya tidak diketahui, Keluarga Jusung selalu menyembunyikannya. Tapi iblis kecil itu sebenarnya sangat sombong.
Namun, saat ini Winona mengangguk. Sudut mulutnya terangkat, dan dia memasang senyum tulus. Apa pun yang Tito katakan, dia akan tersenyum dan tidak berbicara.
"Aku berusia 25 tahun. Aku tidak memiliki riwayat pernikahan, tidak ada riwayat asmara, tidak ada pengalaman, dan tidak ada kebiasaan buruk. Aku tidak merokok atau minum, tetapi aku tidak dalam keadaan sehat." Nada suara Tito jelas dan terus terang, tetapi Winona selalu merasa bahwa ini terdengar sedikit tidak benar. Dia tiba-tiba teringat beberapa rumor tentang Tito. Dikatakan bahwa karena kesehatannya yang buruk, Tito mungkin memiliki temperamen yang aneh.
Winona minum seteguk teh. Seorang pria yang duduk di sampingnya ini tampak menyedihkan. Faktanya, jika dia menikah dengan Tito, itu berarti dia harus siap menjadi janda. Mereka akan tinggal bersama selama dua atau tiga tahun, lalu Tito mati. Winona akan mewarisi warisannya, menjadi kaya, dan diberkati oleh Keluarga Jusung. Dia bebas dari rasa khawatir seumur hidup yang sebenarnya tidak buruk. Tetapi kemudian, Winona mengetahui bahwa tidak ada orang yang dapat dipercaya.
____
Saat ini, Keluarga Jusung telah selesai makan. Atika, nyonya di keluarga itu, menghela napas, "Aku kira setelah mereka keluar berdua, mereka akan menikah."
���Gadis itu tidak terlihat bodoh. Dia pasti menjauh dari Tito." Seseorang yang merupakan kakak laki-laki Tito mengangkat alisnya sedikit.
Seorang anak kecil bersenandung setelah makan wortel, "Bahkan jika bibi itu tidak menikah dengan paman, dia belum tentu akan menikahimu, ayah." Dalam hatinya, anak kecil itu beranggapan bahwa jika ayahnya meremehkan pamannya, apakah Winona akan langsung menyukainya?
Ayahnya melirik putranya, "Kamu tidak makan banyak hari ini, apa kamu tidak nafsu makan?"
"Tidak."
"Kudengar kalau kekurangan vitamin B akan menyebabkan hilangnya nafsu makan. Kamu harus terus makan wortel dan vitamin besok."
Anak kecil itu mengutuk di dalam hatinya. Dia merasa kesal karena ayahnya tidak sebaik pamannya yang selalu mengerti apa yang dia inginkan. Sayang sekali saat ini pamannya tidak ada di sini, jadi dia hanya bisa patuh.