Chereads / Schicksal / Chapter 23 - Perubahan

Chapter 23 - Perubahan

🕊Aku hanya takut aku jatuh pada pesonamu di saat bayang bayang masa lalu masih menghantuimu, dan di situlah aku sadar bahwa aku hanya tamu bukan pemiliknya.🕊

Setelah mereka sudah mengambil wudhu mereka dan melakukan aktivitas ibadah seperti biasa dengan tidak kesiangan hingga kini sudah menunjukkan pukul setengah tiga malam seraya suara rintihan tangis Semesta terdengar membuat Allura dengan sigap tanpa melepas mukena mendekati dan melihat Semesta yang terduduk.

"Kenapa sayang? Ada yang sakit bilang sama Buna."

"Ganti aju Buna, keyingetan nic badan Cala."

Allura mengangguk merutuki kebodohannya karena lupa menggantikan pakaian Semesta yang sudah basah akibat keringat bisa-bisa jika tidak di ganti bisa kedinginan kembali dan demam.

Allura berdiri lalu mendekat menuju tas bayi berwarna hitam coklat susu dengan desain lucu lalu mengambill setelan baju panjang dengan kaos kaki dan kupluk baru lalu mendekat kembali ke arah kasur melihat Semesta yang tertidur.

Dengan pelan-pelan dan hati-hati walaupun sama saja Semesta terusik namun setidaknya mata anak itu tidak terbuka, selesai menggantikan pakaiannya Allura mengecek kembali suhu badan Semesta dan alhamdulillah kini suhunya sudah turun menjadi 37 celcius.

Allura tersenyum menatap Semesta, anak ini sangat kuat dan menggemaskan wajahnya mendekat lalu mengecup kening Semesta cukup lama hingga tanpa sadar air matanya jatuh.

"Kenapa kamu?"

Allura menggeleng lalu berbalik badan tidak ingin Saskara melihat mata sembabnya akibat menangis, perempuan itu melepas mukena lalu membereskan dan tidak lupa memasukkan pakaian kotor milik Saskara dan Semesta untuk di gabung dalam satu koper berisi baju kotor ketiganya.

"Buna, peyuk."

Baru selesai Allura berlari kembali menuju Semesta yang meracau kembali, Allura langsung mendekap Semesta menyalurkan kehangatan hingga tanpa sadar mereka berdua damai menuju alam mimpi dengan posisi saling berpelukan yang di tatap Saskara sangat menggemaskan. Karena ini kali pertama perempuan itu tidak menggunakan hijab, mungkin lupa pikir Saskara.

Tangan besar itu membawa selimut yang sudah berada di lutut mereka untuk di naikkan hingga sedada Allura namun bagi Semesta sebatas leher. Mata Saskara menuju jam ponselnya menunjukkan pukul hampir jam 3 dini hari masih ada 1 jam untuk menuju adzan subuh laki-laki itu pun memutuskan untuk tidur di samping mereka berdua istri dan anaknya? Mungkin dengan badan dan menghadap ke arah perempuan dengan tidak tertutup hijab.

Terimakasih, gumamnya.

Kring.

Ponsel keduanya berbunyi pukul 03.40 menggema seisi ruangan dengan mata membulat dengan bersama-sama kedua badan berbeda posisi terbangun dan langsung mematikan ponselnya dan lalu pandangannya menoleh ke arah Semesta yang masih tertidur pulas tanpa terusik.

Suara hembusan lega mereka menghembus berbarengan membuat bulu kuduk mereka merinding satu persatu, mereka berbarengan menengadah lalu kedua mata mereka bertemu mata elang hitam dan mata sendu coklat terang atmosfer berubah menjadi dingin dan kaku.

Saskara merutuki kebodohannya karena dengan terang-terangan dirinya mengkhawatirkan Semesta yang notebenenya Allura mengetahui bahwa Saskara tidak pernah perhatian sedikit pun terhadap Semesta.

Ide cemerlang muncul dalam benak Allura dengan senyum jahilnya membuat Saskara menelan ludahnya, "ciee perhatian juga sama anaknya."

"Nggak."

"Nggak usah bohong deh Pak. Dari alarm kita bunyi eh saya sama bapak bunyi Bapak ikut bangun terus cek kondisi Semesta kan. Ngaku-ngaku, gengsi ko di pelihara."

Saskara menegang kaku karena tebakan Allura benar, "halu kamu."

"Nggak tuh, liat saya udah bangun dengan mata segar dan kondisi badan sehat sentosa. Wlee."

"Mandi sana bau."

"Pinter banget mengalihkan pembicaraan orang lain, dosa lo. Nggak jujur apalagi sama istri sendiri."

Saskara tersenyum devil sedangkan Allura membekap mulutnya dengan wajah polos karena sudah berbicara status terhadap laki-laki dengan tikat gensi yang tinggi di hadapannya, "istri?" dengan masih senyum devil terpampang di wajahnya tubuhnya mendekat ke arah Allura yang terdiam seraya menelan salivanya kuat-kuat dan menunduk, "kalau gitu—"

Dengan buru-buru tangan mungil Allura mendorong tubuh Saskara hingga terhuyung kebelakang hampir jatuh lalu dengan cepat Allura berlari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, sontak kelakuan anak kecil perempuan itu membuat Saskara terkekeh menurutnya Allura itu gadis yang bisa menjadi ibu dan anak kecil di waktu yang tidak terduga.

Setelah perempuan itu selesai wudhu dan sadar jika tidak mengenakan hijab keluar dengan kedua tangan menutupi wajahnya, "wudhu Pak, shalat yuk."

Saskara mengangguk yang tidak bisa Allura lihat namun perempuan itu bisa tau bahwa Saskara sedang beranjak dari tempat tidur untuk mengambil wudhu.

Allura bernapa lega saat laki-laki itu sudah memasuki kamar mandi karena mendengar suara gemericik air.

Pukul 08.30 pagi Allura mengajak Semesta untuk berjemur dan seperti biasa laki-laki bernama Saskara yang sudah menyandang status sebagai suaminya sedang berenang hadapan mereka karena taman depan kamar yang menyatu dengan kolam renang dan yang membuat kedua pipinya memanas di tambah terik matahari di Batam yang sangat panas karena melihat Saskara tidak memakai baju dan hanya memakai boxer seatas lutur sungguh ini adalah pemandangan yang menjengkelkan karena Saskara lagi-lagi membuat dirinya menjadi malu karena terus salah tingkah. Kenapa bisa gitu? Badannya ouh, no comment.

"Pak! Udahan dong renangnya ganggu pemandangan!"

"Bilang aja kamu takut terpesona kan sama saya."

"Pede nya Bapak lama-lama makin akut, kasihan Semesta punya Abi kok spesies kek Bapak."

"Spesies? Memangnya saya hewan."

"Kan Bapak Kadal." Allura mengatupkan bibirnya karena salah ngomong, "apa kamu bilang?"

"Salah denger Bapak kali, yaudah buru Pak. Saya sama Semesta terganggu."

Saskara menatap sang anak yang wajahnya sedikit lebih segar dari biasanya yang tengah tertawa mendengar perdebatan kecil di antara mereka entah kenapa melihat anaknya sudah sedikit sehat membuat perasaannya lega, "Semesta keganggu dengan Abi?"

"Kenapa ikut-ikutan saya manggil pake Semesta."

"Sebelum kamu, saya manggil anak saya Semesta."

"Nggak, nggak boleh! Itu panggilan cuman buat saya."

"Lah kamu siapa?"

"Saya Bunanya."

"Saya Abinya."

"Ya bener dong saya kan nikah sama Bapak yang notebenenya Abinya Semesta yaudah secara otomatis saya Bunanya Semesta. Jadi yang berhak itu saya, kan Bunanya."

"Kita?"

"Iya kan kita suami istri."

"Ketahuan kan ngaku kamu bangga punya saya."

"Idih pede gile lo."

"Itu ngaku kita suami istri."

"Diam Pak! Saya cape debat."

"Kamu yang aja debat, saya kan nanya sama Semesta."

"TERSERAH BAPAK."

Pandangan Allura menatap sang anak yang tertawa, "kenapa Semesta ketawa, Pak Saska nggak jelas ya nak?"

Semesta mengangguk membuat Allura tertawa terbahak-bahak puas karena merasa menang seraya menjulurkan lidah ke wajah Saskara yang menatap dengan mata tajamnya, "jadi Semesta sama kayak Buna, risih kalau ada Pak Saska kan?"

Untuk pengucapan kenapa Allura tidak pernah memanggil dengan sebutan 'Abi' karena belum terbiasa dan tidak sudi hahaha. Semesta menatap Allura yang masih tertawa, "Abi andi cana, tacihan Buna tawa teyus dari tadi kalna Abi."

"Semesta ngusir Abi?"

Semesta mengangguk kembali membuat lagi dan lagi Allura tertawa kembali terbahak-bahak dengan lepas dan itu tidak sukses membuat pandangan Saskara tidak berpindah bahkan untuk berkedip pun tidak karena tidak ingin melewati setiap detik dan inci raut wajah Allura yang ini sudah beberapa kali Allura tertawa sangatlah membuat perasaannya berdesir. Tawanya cadu.

"Pak, sana. Anaknya aja nggak mau apalagi saya!"

"Kalian ini!"

Dengan perasaan gondok dan geram Saskara berdiri dengan keadaan basah dan handuk yang terlilit di kalungkan di leher jenjang dan putihnya seraya melirik kedua manusia yang tengah tertawa terbahak-bahak namun hati Saskara tidak berhenti bergumam karena Allura berhasil menjadi seorang ibu yang sempurna padahal mereka baru pertama bertemu dan Saskara yakin kejadian Saskara sakit kemaren mungkin kali pertama Allura mengasuh dan berhasil hingga tiba hari pulangnya anak laki-laki tampa berusia 3 tahun itu sembuh.

Sangat luar biasa, karena biasanya Semesta akan sakit lebih dari 3 hari namun Allura berhasil merawat hingga sakitnya hanya 2 hari.

Dirinya terdiam sebentar dengan apa yang barusan terjadi beberapa menit yang lalu, selama Semesta lahir hingga sekarang Saskara sama sekali bahkan tidak pernah berbicara apalagi memanggil dirinya dengan sebutan 'Abi'atau menyebut 'Semesta' karena Saskara sudah melarang semua keluarganya memanggil dengan sebutan itu maka dari itu panggilannya berganti dengan 'Sala' kepada Semesta, tangan besar nan kekarnya mengacak rambut basahnya kasar karena kenapa hadirnya Allura benar-benar berdampak besar dengan perubahan sikapnya selama ini yang tidak di duga-duga oleh dirinya.

Dan orang pertama dari sekian banyak orang yang mengenal anaknya hanya Allura yang dengan sengaja menyebut Sala dengan sebutan Semesta yang entah kenapa laki-laki itu tidak bisa marah dan justru panggilan itu sangat laki-laki itu rindukan.

Saskara pergi dari hadapan mereka dengan menggelengkan kepala seraya terkekeh karena melihat kejadian menggemaskan yang ada di hadapannya.

Namun lagi dan lagi wajah Laras terus yang laki-laki itu lihat ketika senyum dan tawa Allura terbit di wajahnya, entah kenapa melupakan mendiang istrinya sangat sulit hingga sekarang belum bisa melupakannya, Saskara merasa tidak enak dengan perasaannya karena Allura saja mencoba menerima statusnya yang seorang duda jika perempuan itu mengetahui bahwa perasaannya terbayang-bayang mendiang istrinya apalagi selalu melihat Allura adalah Laras.

Mungkin perempuan itu akan marah.

Saskara menggelengkan kepalanya, seraya bertanya kepada dirinya kenapa bisa berpikiran seperti itu yang sangat jauh, karena tidak mungkin Allura marah toh mereka kan tidak memilki perasaan apa-apa.

Saskara menghembuskan napasnya lalu menuju kamar mandi untuk berendam menyejukkan pikirannya yang berkelana terlalu dalam hari ini.

Setelah menghilangnya sosok Saskara di mata mereka perilaku spontan Semesta membuat Allura hampir terpingkal kebelakang dan balita itu akan jatuh jika tidak ada tembok yang menahan kursi dan kedua tangan yang dengan sigap mendekap memeluk Semesta yang tiba-tiba sesegukan dengan wajah memerah dan mata penuh linangan air mata. Allura khawatir.

"Semesta kenapa? Ada yang sakit? Bilang sama Buna biar nanti bilang sama Pak Saska ya."

Semesta menggeleng membuat Allura mengeratkan keningnya seraya mendekap dan masih setia mengusap punggung Semesta pelan, "Cemesta cayang Buna, kalna Buna Abi mau omong aghi cama Cemesta."

Allura terkesiap dan membelalakkan matanya karena barusan balita yang tengah di dalam pelukannya menyebut dirinya dengann sebuta 'Semesta' Allura terus tersenyum bahagia banget namun perasaannya tersenyuh saat mendengar lontaran Semesta yang sangat menyayat hati.

Semesta anak malang, dasar Pak Saska nggak tau diri, nggak sayang anak banget.

"Semesta, Buna seneng banget kamu mau panggil diri kamu kayak sebutan Buna ke kamu. Dan untuk Pak Saska, seharusnya seorang Ayah memang tidak boleh mencueki seorang anak. Mungkin Semesta akan tau alasannya ketika Pak Saska sudah siap cerita sama Semesta."

Semesta terus mengangguk di dalam pelukan Allura tanpa enggan melepaskannya entah kenapa Allura merasa Semesta sangat manja jika dengannya membuat Allura semakin sayang dan jatuh cinta dengan anak tampan berbola mata abu-abu.

23.04

#maaf typo