Tidak lama kemudian sekitar 15 menit pelayan tadi datang dengan membawa pesanan yang sengaja di mintai lebih awal untuk Semesta yang sedang sakit agar tidak berbarengan aja dengan jam makannya yang mungkin akan menyita waktu lama di karenakan restaurant sangat ramai, pelayan itu langsung menaruh mangkok berisi nasi panas sudah di campur air panas, sayur bayam tanpa kuah, sebuah wadah kotak yang perempuan itu yakini garam dan air putih hangat sesuai pesanannya membuat Allura tersenyum.
"Makasih banyak Mbak, maaf merepotkan."
Pelayan itu mengangguk, "iya sama-sama makanan nya yang lain masih di buatkan ya. Saya permisi." Pelayan itu pamit berbarengan dengan Allura yang tersenyum.
Setelah kepergian pelayan tadi Allura menatap laki-laki di hadapannya yang membuatnya heran daritadi sibuk saja dengan benda mati laknat itu, saat tangannya berusaha membuat olahan bubur tradisional yang biasa Umma buat ketika anak-anaknya lagi sakit namun naas perempuan itu tidak bisa karena tubuh Semesta yang besar membuat gerakan tangan mungil itu terbatas.
"Pak, bantuin ke nih buat buburnya."
Allura menyondorkan sebuah mangkuk yang berisi nasi lembek di campur air panas itu membuat Saskara terlonjak kaget lalu menghembuskan napasnya kasar sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Cepet buat jangan main hp mulu, udah jadi Abi juga."
Saskara berdecak seraya menatap tajam mata Allura yang sedang menatap marah, tangan kekarnya langsung mengambil mangkok itu dan sendok, "di benyek-benyek Pak sama campur bayamnya juga sampe alus."
"Harus alus banget?"
"Nggak usah, yang penting jangan kasar."
Dengan telaten laki-laki itu mengolah mangkok berisi nasi dan sayur bayam hingga menjadi lebih lembek dan menyatu, Allura yang melihat terkesima karena jika di pandang dengan situasi yang seperti ini sosok Saskara sangat lah seperti Ayah-able namun naas mungkin bayang-bayang masa lalu dengan almarhumah istrinya membuat laki-laki itu belum bisa membuka hatinya kepada anaknya.
Walaupun Allura tidak tau pasti, namun bisa terlihat dari sikap kaku dan cuek serta tidak perduli laki-laki itu dengan anaknya.
'Semesta, malang sekali. Aura akan sekuat tenaga agar kamu bisa seperti anak lain oke.'
Setelah di rasa sudah tercampur dengan lembut Saskara melirik Allura yang sedang mengajak Semesta berbicara, sungguh pemandangan di hadapannya kali ini membuat Saskara menjadi membayangkan jika Laras masih hidup dan yang berada di posisi Allura sekarang adalah mendiang istrinya mungkin perasaannya kali ini sangatlah bahagia. Namun dengan kasar Saskara menepis semuanya, laki-laki itu harus bisa ikhlas.
"Udah."
Allura yang fokus bercanda dengan Sala langsung menengadah dan melihat Saskara menunjukkan hasil karya buburnya Allura mengangguk tersenyum, senyum yang pertama kali perempuan itu perlihatkan kepada Saskara.
Saskara terdiam dengan senyum itu, senyum manis itu kenapa terlihat seperti Laras ketika sedang tersenyum, "Laras." Lirihnya yang masih bisa terdengar oleh Allura membuat perempuan itu meringis.
'Dasar masih bucin Mbak Laras ternyata, Astagfirullah maafin Aura ya Allah dan Mbak Laras.'
"Campur sama garam merata dikit aja ya 2 cuil lah." Saskara mengangguk, Allura langsung mengambil alih mangkok yang sudah jadi buburnya, "makasih ya Pak Saska."
Saskara mengangguk kaku tanpa sepengahuan perempuan yang kini tengah asik dan telaten penuh kelembutan menyuapi Semesta yang susah sekali makan ketika sedang makan, Saskara memang tidak mengetahui tabiat anaknya atau kebiasaannya namun seorang Ayah memiliki naluri yang tajam bahwa hampir 99% Sala benar-benar menuruni almarhumah Laras baik dari segi muka maupun sikap.
Pelayan pun datang saat bubur yang berada mangkok yang berada di tangan mungil Allura hampir habis, dengan cepat Semesta menghabiskan dan mereka pun segera menghidangkan makanannya tanpa suara sedikit pun hanya terdengar celotehan banyak pengunjung, buyi sendok dan garpu beradu dan ocehan Semesta yang sedikit meringis karena ternyata anak itu mengoceh karena dingin.
š
Kini di Batam sudah menunjukkan pukul delapan malam dan di ruangan kamar hotel yang luas dan megah ini kedua pasangan berstatus suami istri telah selesai melakukan makan malam bersama-sama di dalam kamar karena memesan delivery enggan kebawah karena Semesta tiba-tiba demam kembali yang membuat Allura menjadi panik dengan sedaritadi mengompres dahi balita itu dengan kain dan air dingin juga tidak lupa kapas yang di celupkan air dingin yang di masukkan ke dalam kedua ketiak Semesta.
"Pak, besok penerbangan di undur 2 jam aja kalau Semesta masih sakit jadi jam 10 malam. Nggak papa daripada Semesta kenapa-kenapa."
Saskara hanya berdehem seraya memberikan beberapa obat untuk di berikan kepada Semesta, Allura mengambil dan langsung membaca ajuran minum, "Semesta, minum obat dulu baru bobo."
Balita itu menggeleng dan semakin meringkukkan tubuhnya ke dalam tubuh mungil Allura dan menggelamkan wajahnya ke dalam dada perempuan itu, "ndak au. Pahit, Cala ndak au."
"Buna janji kalau Semesta mau minum obat, nanti Buna ceritakan dongeng nabi sebelum tidur dan tidur sama Buna sambil di empok-empok. Gimana?"
Semesta mengangguk antusias dengan senyum terbit di bibir pucatnya, Allura mengambil sendok obat lalu di tuangkan sirup itu di campur obat tablet yang sudah di hancurkan Saskara di masukkan ke dalam gelas lalu di airin. Tangan mungil Allura membangunkan balita itu untuk duduk di pangkuannya.
"Bismillahirahmanirrahim," Allura menuntun pelan-pelan Semesta meminum obat dengan sesekali balita itu meminta untuk udahan karena rasanya pahit namun dengan tawaran-tawaran menarik Allura membuat Semesta meminumnya kembali, "Alhamdulillah."
"Ayok bobo mpo mpok Cala Buna." Allura mengangguk lalu menyerahkan gelas itu pada Saskara yang menunggu dengan buku tebal entah buku apa itu namun perempuan itu yakin itu buku kedokteran karena bacaannya mengacu pada sistem syaraf otak.
Dari mulai Semesta tertidur habis isya hingga pukul 01.00 malam balita itu tidak henti-hentinya ketika merasakan sakit selalu menggumam 'Buna eyuk Cala, mpok mpok Cala aghi' yang membuat jam tidur Allura terganggu namun memang ini sudah resiko jika memiliki anak jika sakit harus siap untuk di repotkan, Allura jika tidak henti-hentinya mengompres dan mengganti kompresan di dahi dan ketiak Semesta sambil mengecek suhu badannya takut jika naik kembali hingga sekarang suhu badan sampai 38,5 celcius menurutnya sangat tinggi untuk usia 3 tahun.
Dan semua yang di lakukan semua itu tidak luput dari penglihatan laki-laki yang tengah pura-pura tidur di sofa dengan buku menutup setengah wajahnya, namun Allura sama sekali tidak menyadari bahwa Saskara terus memperhatikannya.
"Jam 1, Buna shalat dulu ya. Semesta jangan rewel."
Allura berbisik dan memohon pada Semesta entah balita itu mendengar atau tidak yang terpenting dirinya sudah berbicara dan semoga di kabulkan oleh Allah. Saat berbalik badan, tubuhnya menegang kaku melihat laki-laki yang tengah terduduk dengan pandangan sulit di artikan kini tengah menatapnya, Allura menjadi gugup.
"Hm, shalat?"
"Eh-Eh I-Iya. Bapak sendiri?" Saskara mengangguk membuat Allura merutuki kebodohannya karena bertanya hal yang ngapain di lakukan laki laki itu ketika bangun malam. Aish.
22.54
#maaf typo