Chereads / Kichira : Hewan Peliharaan / Chapter 4 - 3 - Teror 3

Chapter 4 - 3 - Teror 3

Dia licik sekali, benar-benar licik.

'Dia' yang ku maksud disini adalah Kiki yang katanya seekor burung yang kehilangan induk-- maksudku kehilangan majikannya.

Karena aku anak yang baik hati dan tidak sombong, ku putuskan saja untuk memungut hewan yang malang ini. Tentu saja jika ukiran wajahnya tidak seperti mahakarya yang agung, aku tidak akan memungutnya.

Asalkan ganteng, itu sudah cukup untukku. Tapi, beda cerita kalau dia menunjukkan ekspresi imut seperti chibi dan anak kecil. Rasanya ingin ku gigit sangking manisnya saat dipandang.

"Apa sih?!" Aku bertanya duluan saat melirik mendapati ekspresi gemas Kiki ketika kami berjalan beriringan mencari tempat tinggal.

Kiki hanya terkekeh sebagai balasan dengan wajah rupawannya.

Ugh, aku tidak tahan. Jantungku serasa ingin melompat ketika melihatnya.

Ekspresi imut Kiki saat ini benar-benar membuatku diabetes sekaligus bikin ketagihan. Manisnya seorang Kiki tak sebanding dengan jelly rasa coklat yang selalu ku makan dikala senggang waktu rebahan di rumah. Aku berani jamin itu!

"K-Kau, bisa nggak sih ga usah pasang wajah imut itu? Kamu mau minta sesuatu?"

"Eh~ Kenapa nggak boleh?"

Akh! Jantungku, berhentilah berdetak terlalu keras! Sangking imutnya aku tidak bisa mengontrol hasrat ingin memakanmu!

"K-Kau mau buat aku mati muda?"

Tenang, seruanku itu hanyalah dari batin. Yang ku lakukan saat ini hanya menutup kedua lubang hidungku yang sudah banyak sekali mengeluarkan cairan merah.

Ya, aku mimisan, dan aku masih membayangkan betapa manisnya ekspresi anak kecil Kiki dalam tidurku saat aku tak sadarkan diri.

###

"Ugh ... dimana aku?"

Aku menolehkan kepalaku ke kanan dan kiri. Ah, rupanya aku ada di kamar.

Tunggu, apa?!

Sebentar, aku nggak salah lihat kan? Aku di ... KAMAR?!

"Ada yang salah dengan fungsi otak dan penglihatanku. Mana mungkin sekarang aku ada di kamar? Ini terlalu mewah untuk seorang gadis berusia 18 tahun bernama Saktika Tiara Rumi." Aku terkekeh seperti orang gila. Tentu saja aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat sekarang.

"Benar, Rumi. Kau pasti masih terbaring di pelukan Kiki-- oh iya, Kiki mana?"

Ku tolehkan lagi kepalaku ke kanan dan kiri, mencari sosok manusia yang mengaku sebagai hewan yang pernah dipelihara dan ditinggal kawin-- tidak, maksudku ditinggal pergi sama majikannya bernama Kiki.

"Jangan bilang dia kabur?"

Alisku berkedut mengetahui fakta yang tidak ingin ku percaya kebenarannya karena belum terjadi.

Aku memijit pelan batang hidungku sambil memikirkan sesuatu tentang kemungkinan adanya aku di tempat ini. Bagaimana bisa aku ada disini? Lalu, apa yang terjadi setelah aku pingsan? Aku pingsan berapa lama?

Pertanyaan demi pertanyaan terus meluncur membanjiri otak kanan dan kiriku. Aku menggigit ujung kuku ibu jari milikku. Hanya satu kemungkinan yang bisa membuatku takut seperti ini. Contohnya saja seperti orang-orang tadi yang mendatangi rumahku dan ingin menculikku.

Tidak! Tidak mungkin! Aku nggak akan berhasil diculik mereka! Kiki nggak akan mengkhianatiku! Aku percaya itu!

Tapi kalau dia bener meninggalkanku bagaimana? Apa yang harus ku lakukan sekarang? Ini membuatku frustasi.

Ku pikir selain Selvi, setelah sekian lama pada akhirnya aku bisa percaya lagi dengan orang lain. Lebih tepatnya sih hewan. Walau memang lucu mengakuinya karena aku yang percaya begitu mudah dengan hewan peliharaan orang lain.

Bukannya percaya dengan manusia, aku malah lebih memilih percaya dengan hewan yang baru ku temui.

"Memang nggak bisa diharapkan--"

Tok! Tok!

Suara pintu diketuk dua kali. Jantungku yang tadinya sudah santai sekarang kembali marathon disaat aku tak mengijinkan.

Duh, siapa lagi yang menggangguku disaat aku sedang tenang begini? Apa kau tidak bisa menunggu untuk memberi jeda jantungku bernapas?

Wait, jantung kan nggak bisa bernapas.

"Kau sudah sadar?" Suara itu bergema setelah orang itu masuk ke ruangan yang sedang ku tiduri dengan kasur sebagai alasnya. Karena rasa takutku, akhirnya ku putuskan saja untuk pura-pura tidur tanpa menjawab apa yang ia tanyakan.

"Rupanya belum." Suara itu bergumam lagi lalu duduk di sebelah kasur tempat aku berbaring.

Semakin dia mendekatiku, semakin aku tidak ingin menunjukkan bahwa aku mengintip dan ingin menahan napas saja.

Kau tau? Walau aku dikenal orang yang bisa pura-pura tidur tanpa ketahuan mengintip, pada akhirnya aku juga tidak berani mempraktekkannya sekarang. Bisa saja aku diserang setelah aku terbangun.

"Kau masih tidak percaya kalau aku Kiki? Apa aku harus mencium bibirmu dulu agar kau mau percaya padaku?"

H-HAH?!

Dia gila! Benar-benar gila! Kalau kau ingin melakukannya di negara luar sih tidak masalah. Tapi beda cerita kalau kau ingin melakukannya di negara Indonesia!

"A-A-AKU BANGUN, AKU BANGUN! KAU PUAS SEKARANG?!"

"Pfft ...."

Eh? Barusan dia menertawakanku?

Oke, aku sedikit kesal sekarang. Alisku berkedut mengikuti moodku saat ini. Ternyata orang yang masuk itu memang benar Kiki. Harus ku apakan dia?

"Woah, kau sampai sekesal itu padaku? Memang, apa salahku?"

Nggak tau. Pokoknya, sekarang aku kesal padamu yang dengan seenaknya mempermainkanku. Untung aja kau bukan orang-orang yang ingin memangsaku. Apa jadinya aku kalau kau benar menyerahkanku pada mereka?

"Lupakan hal itu. Aku mau bertanya sesuatu padamu."

Aku menatap Kiki serius. Aku juga sudah mengubah posisiku dengan duduk dan bersandar di kepala kasur. Awalnya Kiki juga menatapku dengan tatapan serius meminta penjelasan, hingga beberapa menit yang lalu ia berujar dengan pemikiran konyol.

"Apa kau mau balas dendam karena aku sudah berniat menciummu?"

"K-Kamu mikirin apa sih?! A-Aku serius tau!!!" Tanpa ku sadari setelah mengatakan itu, aku memukul wajah tampan Kiki yang disusul dengan suara rintihan kesakitan Kiki.

"Aduh."

"TIDAK! WAJAH RUPAWAN MAHAKARYA TUHAN!"

Aku tak kalah paniknya dan menjerit sejadi-jadinya dari sang pemilik wajah itu sendiri. Aku masih tidak terima karena tanganku yang banyak dosa ini berhasil menampar salah satu wajah rupawan bak malaikat.

Dasar gila! Kenapa aku harus refleks memukul wajah rupawannya?! Sadarlah Rumi! Kalau kau memukul wajahnya lagi, selamanya aku nggak akan pernah memaafkan diriku sendiri!

"Sakit ya? Pasti sakit. Mau ku obati? Atau kau lebih memilih ku kompres aja daripada diperban? Kalau diperban, aku nggak rela wajahmu yang ganteng itu tertutupi selama penyembuhan. Aku kompres aja gimana? Atau kamu punya cara lain yang lebih efektif?"

Aku berlebihan? Tentu saja aku berlebihan. Aku tidak terima tujuh turunan jika diharuskan untuk menggores wajahnya dan membuat binatang peliharaanku satu-satunya lecet.

Jangankan membuat wajah tampannya lecet, membuat dirinya mengeluarkan ekspresi tak terduga dari wajah itu saja aku tidak mampu.

"Sudahlah, lupakan aja."

"Eh?" Aku sedikit terkejut dengan imajiner tanda tanya yang menghiasi kepalaku menandakan bahwa aku sedang bertanya untuk apa ia memintaku 'lupakan' yang ia katakan barusan.

"Kau pasti kesal dengan sifat imutku. Maka dari itu kau berniat untuk membunuhku dengan cara menamparku seperti tadi."

W-Wah, coba lihat apa yang dibicarakan manusia-- maksudku, burung yang satu ini. Mana ada tamparan seseorang bisa membuat mereka yang ditampar mati dalam sekejap. Kau pikir ini cerita komik fantasi?

"Kalau begitu, aku nggak akan menutupi sifat asliku lagi darimu. Akan ku perlakukan dirimu layaknya seorang pelayan pada majikannya."

Entah dia mendapatkan sifat itu darimana, setelah mengucapkan hal itu pun dia langsung saja meraih tangan kananku dan mulai mengecupnya untuk kedua kalinya. Perlu diperhatikan, untuk kedua kalinya!

Jantungku hampir saja berhenti berdetak ketika menerima perlakuannya yang seperti ini.

"K-Kau ini sedang apa sih?!"

"Menurutmu, aku sedang melakukan apa padamu, Nona?"

Lihatlah wajahnya yang tersenyum tulus itu! Tidak bisa dibiarkan! Kalau begini terus, jantungku benar-benar akan berhenti berdetak!

"T-Terserah kau mau melakukan apa! Aku mau keluar saja!"

"Nona mau kemana?"

"Mencari udara segar!"

Ku tutup pintu ruangan tersebut. Lumayan kencang juga suaranya. Aku berharap, suaranya tidak mengganggu penghuni sebelah.

Waktu jeda sebentar, ku tengok kanan dan kiriku sebelum menyimpulkan dimanakah sebenarnya aku berada.

"Ternyata benar ini penginapan," ujarku yang bisa ku simpulkan keberadaanku sekarang ada di ruang penginapan lantai dua. "Tapi dia beneran nggak ngabisin semua uangku dengan cara korupsi kan?"

Belum lama aku sibuk dengan pemikiranku, tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan suara orang berbincang banyak hal sebelum akhirnya menampakkan diri dengan memakai setelan jas hitam.

Bisa ku lihat ada 7 orang setelan jas hitam dan 1 orang yang ku yakini pemilik penginapan ini akan berjalan menaiki tangga lalu menyusuri koridor ini dari ujung ruangan.

Tanpa pikir panjang, segera saja aku masuk kembali ke kamarku lalu mengunci pintu dengan cepat.

"Ada apa? Ku pikir, Nona mau jalan-jalan." Kiki bertanya selepas aku mengunci pintu kamar yang terlihat sedikit mencurigakan baginya.

"M-Me-Mereka ... disini."

.

To be continue ....