"Hah! Ternyata kecurigaanku selama ini benar."
Arin yang masih terisak menoleh ke sumber suara. Ia menegang di tempat tatkala menemukan sosok Aretha yang tengah menatapnya tajam dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
Arin buru-buru menghapus sisa air mata yang membasahi wajah. Ia mencoba berdiri tegak dari posisinya. Kepalanya tertunduk, menghindari tatapan Aretha.
Terdengar helaan napas dari wanita paruh baya yang ada di depan Arin. "Ternyata kau diam-diam berpacaran dengan laki-laki itu. Padahal, aku sudah memperingatkanmu untuk tidak berhubungan dengan laki-laki manapun."
"Ma—Mama ... tau kalau Arin—"
"Pastilah! Kau kira aku tidak tau alasanmu meminjam ponsel akhir-akhir ini, hm?" Aretha mendengus.
Arin tertunduk dalam.
"Kau ini benat-benar anak yang bebal, keras kepala," Aretha berjalan mendekati putrinya, "dan pembangkang!"