Arin terus saja berlari pergi dari rumah Devan.
Ia benar-benar ketakutan. Jalanan begitu sepi dan kian membuat perasannya tak karuan. Sesekali Arin menyeka cairan bening yang keluar dari sudut matanya.
Ia ingin pulang. Ia sangat menyesal karena mau saja ikut dengan papanya. Ia tidak menyangka kalau papanya akan setega itu padanya.
Saking kalutnya, Arin berlari menyeberang jalan hingga tak menyadari kalau ada sebuah mobil yang datang dari arah kanannya. Sinar putih yang menyorotnya membuatnya menoleh dan terkejut. Arin tidak sempat menghindar dan malah berjongkok dengan tangan melindungi kepala. Kedua matanya terpejam kuat.
Samar ia dengar suara mesin mobil yang kian jelas terdengar di dekatnya. Apakah ini akhir dari hidupnya?
Namun, Arin tidak merasakan sesuatu yang menghantam tubuhnya. Ia tidak merasakan sakit sedikitpun. Apa ia tidak sadar hingga tidak merasakan itu semua?
"Hei, Nona. Apa kau baik-baik saja?"