Manusia hanya bisa berencana sementara Tuhan sendiri menghendaki semuanya harus terjadi seperti apa.
Jantungku tiba-tiba lemas tak karuan saat mendengar seluruh kabar itu.
Seperti bukan kabar lagi yang aku dengar dari mulut Zaid sendiri.
Dia menangis sambil menatap kami secara bergantian dan mengatakan semuanya hingga membuat hatiku teriris lembut.
Tak terasa air mataku turun begitu saja.
Aku tak bisa menahan semua tangisan ini mendengarkan dengan jelas apa yang dikatakan oleh dia.
"Jujur, Balqis. Sebenarnya aku sama sekali tak berniat membuat kamu merasa khawatir, apalagi aku tahu kondisi kamu baru bangun dari sakit. Aku melihat ada banyak sekali kesakitan yang terpampang jelas di wajah kamu. Dan tentu aku pun tidak akan melakukan semuanya kalau bukan keterpaksaan."
"Keterpaksaan seperti apa menurut kamu?" tanya Arnaf.
Aku sudah tak berani lagi bertanya tentang semuanya.
Sudah terlalu patah bagi aku jika harus memaknainya lebih dalam lagi.
