Sebuah pertahanan rasanya ambruk.
Angin, derita dan kekesalan rasa benar-benar terasa hingga tiada yang perlu aku katakan lagi dengan banyak.
Aku sudah membawa Balqis ke tempat yang begitu suram dan sangat menyakitkan.
Ya Allah.
Apa yang seharusnya aku lakukan?
Aku tak bisa melihat dia menderita tapi aku sendiri yang sudah membuatnya seperti itu. Pria macam apa aku ini?
Aku melihat Balqis tertegun saat aku memberikan kartu undangan berwarna cream itu. Dia tak banyak melakukan apa-apa selain diam dan tatapannya terus saja melihat benda itu.
"Ini." aku mengulang ucapanku untuk menyadarkannya.
Dia lantas mengangkat kepalanya dengan mata berkaca-kaca.
Ya Allah. Cobaan apa lagi ini?
Aku paling tak bisa melihat dia sampai seperti ini. Aku adalah pria bejat paling jahat yang pernah dia temui.
"A-apa?" suaranya terdengar serak.
"Minggu nanti aku akan menikah. Aku harap kamu bisa datang ke sana bersama Arnaf."
Balqis mengambil undangan itu dan membukanya dengan perlahan.