Chereads / Promenade firly / Chapter 1 - Berpisah

Promenade firly

🇮🇩Vhy_Fakhriah
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Berpisah

" Ya Ahmad Muhammad al-havy...angkahtuka wa zawwajtuka..."

Suara itu masih menggema ditelinga Gus Havy. Pernikahan yang diimpikan berlangsung megah, dihadiri orang penting ,kyai besar dan keluarga tersohor lain.

Tapi semua itu tinggal cerita,mahar dan dekorasi indah pernikahan Gus Havy hanya abadi dalam kaset CD yang direkam seminggu yang lalu.

Pernikahan itu hanya berlangsung sepekan. Tepat dihari yang sama berlangsungnya akad,dihari itu juga Gus Havy menandatangani surat cerai.

Jelas dalam ingatan para undangan,seminggu yang lalu Gus Havy baru saja menandatangani surat nikah. Tapi hari ini Gus Havy sudah berstatus duda.

Gus Havy terlihat tenang meski batinnya dihantam badai. Keluarga ndalem juga berusaha tidak menutupi ataupun membahas hal ini didepan umum.

Para santri hanya berbisik iba, para abdi memilih diam,sedang para alumni berdatangan menguatkan jiwa Bu nyai dan Abah yai.

Pesta yang digelar tiba-tiba hanya mengisahkan kisah yang memilukan.

Seminggu yang lalu,tawa bahagia masih menggema di ndalem. Tapi hari ini ndalem mendadak sunyi. Gus Havy juga memilih mengurung diri di kamarnya. Semalam Gus Havy pulang dari ndalem yai Hakim yang tak lain adalah mertua Gus Havy. Gus Havy pulang dengan hati hancur berkeping keping. Tangan kanannya menggenggam koper dan yang satu lagi memegang erat surat cerai.

" Ngapunten buk..."

Hanya itu yang keluar dari Gus Havy,meski bu nyai bertanya mengapa dan kenapa berkali-kali,Gus Havy memilih diam dan mengulang permintaan maafnya.

Abah yai tidak banyak bertanya,beliau hanya mengulang istighfar berulang kali saat tau surat cerai itu datang dari Ning Ghina istri Gus Havy.

Kabar itu tersiar begitu cepat,saat Bu nyai terus menangis saat ngaji pagi. Mulut ke mulut,telinga ke telinga cerita itu meruntut.

Entah siapa yang memulai,tapi cerita itu sudah sampai ke telinga tetangga.

Banyak yang mendo'akan kesabaran Gus Havy akan diganjar pahala yang berlipat.

Tidak ada yang berani menyalahkan Gus Havy ataupun Ning Ghina. Gus Havy sendiri tidak berani bercerita banyak pada Bu nyai. Bu nyai juga tidak banyak bertanya,sebab kesehatan mental Gus Havy lebih penting dari pada pertanyaan yang mungkin akan lebih menyakitkan Gus Havy.Sehari terasa begitu lamban,Gus Havy yang masih mengurung diri sesekali keluar untuk sekedar berjamaah bersama para santri. Selebihnya Gus Havy habiskan di kamar.

Bu nyai sesekali mencoba masuk ke kamar Gus Havy meski tak banyak yang. bisa beliau lakukan. Tapi sebagai ibu, Bu nyai pasti juga merasakan kehancuran Gus Havy. Melihat Gus Havy yang murung seharian Bu nyai memiliki niat untuk berembuk dengan pihak besan.

" Bah... bagaimana kalau besok kita ke rumah besan. Kita tanyakan apa yang terjadi."

Bu nyai menghampiri Abah yai di perpustakaan keluarga. Meski terlihat tenang tapi Abah yai juga memiliki pertanyaan yang sama dengan Bu nyai.

" Iyo aku Yo meker ngunu buk... Kita saja yang kesana. Havy mungkin belum siap."

Abah yai menyeka air mata sambil menatap Bu nyai yang sedari pagi sudah lebih banyak menangis.

" Apa salah Havy? Mereka juga tidak dipaksa menikah,tapi kenapa sekarang seperti dipaksa bercerai."

" Istighfar Buk... Mungkin masih ada jalan keluar dari kejadian ini."

" Opo mergo Havy Kuwi anak kuwalon bah?."

Bu nyai menangis di sisi Abah. Nasib buruk menimpa anaknya dan beliau tidak bisa berbuat banyak.

" Husss Havy Kuwi anak ku buk,Ra onok jenenge anak kuwalon. Havy Hasna dan Hasina Kuwi anak ku."

Abah melepaskan tasbihnya,memeluk Bu nyai yang hampir tak habis pikir dengan perceraian yang terjadi pada Gus Havy.

Malam itu,Bu nyai dan Abah kembali melanjutkan munajat. Meminta dilapangkan hati atas apa yang terjadi.

Memohon diberi ketabahan atas kejadian yang begitu menyayat hati.

* * *

" Umi menyuruhku khuluk dengan mu mas."

Gus Havy terkejut bukan main. Permintaan Macam apa yang diajukan Ning Ghina, pernikahan megahnya baru digelar empat hari yang lalu,tidak banyak yang Gus Havy lakukan,lantas dimana letak kesalahannya hingga Ning Ghina meminta khuluk.

" Istighfar Ning... Khuluk bukan perkara lucu yang bisa njenengan minta. Katakan ada apa sebenarnya?"

" Keluarga kami tidak bisa menerima kenyataan njenengan putra kuwalon mas "

Ning Ghina menangis sesenggukan didepan Gus Havy. Sebagai putri satu-satunya,Ning Ghina sudah berulang kali dijodohkan dengan putra yai besar yang nasabnya juga bukan nasab sembarangan. Tapi Ning Ghina tetap bersikukuh memilih Gus Havy,teman satu pondoknya saat tahfidz di Singosari. Pernikahan berlangsung dengan megah. Melangsungkan akad dengan dihadiri yai- yai besar. Diamini para santri bahkan berjubel tamu terhormat lainnya.

Naas,nasab Gus Havy malah menjadi tembok penghalang.

* * *

"Ning meski ini masalah nasab tapi kita masih bisa bertahan kan Ning?"

Gus Havy meyakinkan Ning Ghina lagi,mengusa air mata yang terus mengalir semenjak Ning Ghina minta khuluk.

" Andai kemarin saat kita bertandang ke Mbah Anwar njenengan mboten sanjang masalah nasab . Mungkin semua keluarga tidak akan tau njenengan putra kuwalon. Kulo merahasiakan identitas njenengan karena keluarga menomorsatukan nasab Gus"

Ning Ghina menggenggam tangan Gus havi yang masih berada di pipinya.

" Tapi khuluk tidak dibenarkan jika dalam keadaan terpaksa,istri yang boleh mengkhuluk suami harus dengan kemauan sendiri tanpa paksaan orang lain." Gus Havy mengusap pipi Ning Ghina lagi,menatap penuh arti dan memberi pengertian tentang khuluk yang Ning Ghina pinta.

" Jika khuluk ini tidak sah, njenengan pasti bisa kan Gus menjatuhkan talak"

Tangan Ning Ghina meraih tangan Gus Havy lalu meletakkannya di atas kepala Ning Ghina.

Ning Ghina masih ngotot dengan permintaannya untuk berpisah dengan Gus Havy, bagi Gus Havy pantang melepaskan Ning Ghina yang sudah bertahun-tahun namanya terpahat dalam do'a-do'a Gus Havy.

"Minta apapun dari saya Ning,asal jangan talak"

Gus Havy merengkuh tubuh Ning Ghina, memeluk Ning Ghina yang masih menangis. Ning Ghina tau betul keinginan keluarga besarnya. Nasab begitu penting dalam pernikahan,meski dalam khitbah boleh memilih salah satu dari empat opsi: Nasab,Akhlak,Agama dan Harta. Bagi Ning Ghina keempat opsi itu sudah komplit dalam diri Gus Havy. Meski nasab Gus Havy sendiri bukan murni keturunan As-Salam tapi Ning Ghina tau betul Gus Havy memiliki aura As-Salam. Jantung As-Salam adalah Gus Havy,jiwa As-Salam adalah Gus Havy. As-Salam benar-benar menjadi ubun-ubun Gus Havy,meski tidak ada darah As-Salam di dalam diri Gus Havy. Tapi As-Salam sudah menyatu dengan Gus havy

* * *

Selepas subuh As-Salam yang begitu dingin karena berada di bawah kaki gunung Raung tidak menjadi penghalang Bu nyai dan Abah yai untuk menemui keluarga besar Ning Ghina.Perjalan ditempuh tanpa Gus Havy,segala pikiran buruk yang menghampiri Bu nyai selalu ditepis dengan prasangka baik lainnya. Mobil keluarga ndalem As-Salam meliuk menerobos kebun karet lalu melintasi jalanan sepi diujung desa. Menyusuri jalan raya menuju kota,selama perjalanan Abah yai hanya memutar murottal untuk meringankan beban Bu nyai yang masih tak tenang dengan kabar mengejutkan dari Gus Havy

Menempuh perjalanan tiga jam,sampailah mobil As-Salam dipelataran ndalem Ning Ghina. Suasana disana tetap berjalan normal seperti tidak terjadi apa-apa. Bu nyai dan Abah yai disambut riuh suara nadzoman yang dibacakan para santri. Ndalem Ning Ghina juga masih sepi,tirai bambu masih tertutup rapat. Beberapa santri abdi segera memapah Bu nyai turun dari mobil, cacak santri yang bertugas sebagai keamanan segera menemui Abah Ning Ghina, memberi kabar akan kedatangan tamu agung dari As-Salam.

" Assalamualaikum mbak yu "

Bu nyai dan Abah yai disambut oleh umi Ning Ghina sendiri.

Dibelakang beliau mbak abdi menyuguhkan teh hangat dan sepiring pisang goreng di meja tamu.

" Wa Alaikum salam hubabah "

Bu nyai memberi salam dan berusaha tetap tenang meski rasa penasaran beliau telah mencapai ubun- ubun.

Abah yai juga tersenyum meski hati belaiu juga merasa sesak.

" Pun lami?" Umi Ning Ghina menyuguhkan piring saji berisi pisang goreng pada Bu nyai. Bu nyai segera mengambil sepotong pisang goreng untuk menghormati umi Ning ghitsna. Meski sebenarnya dari kemarin Bu nyai tidak selera makan.

" Mboten,ini baru sampai. Pripun sehat sedoyo?"

Abah yai bertanya karena Ning Ghina tidak terlihat menyambut beliau.

" Alhamdulillah sehat yai"

Umi Ning Ghina menjawab pelan, seperti tau kemana arah pembicaraan besannya hari ini.

" Ngapunten hubbah,benere enten nopo? Lare-lare niku nikah karena kemauan sendiri.sak Niki kok Moro pisah ngoten wonten nopo?"

Abah yai langsung membuka percakapan inti.

" Kulo mboten saget jawab kiyambak,kersane abine Ning Ghina seng jawab "

Umi Ning Ghina melempar senyum pada yai Hakim abi Ning Ghina yang baru saja rawuh dari kelas usai mengajar.

" Alhamdulillah enten besan,pun wau?"

Abi Ning Ghina juga terlihat seperti tidak ada yang terjadi. Semua tampak tenang,kecuali Bu nyai yang tampak gelisah.

" Mboten yai kami juga baru sampai "

Jawab Abah yai. Sesaat suasana kembali hening.Tiba- tiba suasana menjadi sungkan satu sama lain.

" Ngeten yai,Jane enten nopo kale lare-lare.mereka itu nikah Yo Ndak dipaksa,lah kok tiba-tiba pisah. Enten nopo?"

Akhirnya Abah yai angkat bicara.dawuh dan pembawaan beliau masih terdengar halus.

Umi dan Abi Ning Ghina saling melempar pandangan.

" Ngeten yai,kami sekeluarga sangat menomorsatukan nasab. Sebelumnya kami kira Gus Havy Niki nggeh putrane njenengan. Hingga akhirnya Mbah yai arwani sanjang tentang Gus Havy yang ternyata putra kuwalon."

Tangis Bu nyai pecah seketika.

"Ngapunten,tapi di keluarga kami nasab adalah hal yang sangat penting. bukankah seorang anak yang jelas nasabnya dilihat dari akhir namanya,andai njenengan mengatakan ini jauh-jauh hari sebelum akad. kami pasti akan memaklumi,tapi kami baru mengetahui identitas Havy justru setelah dia menikah"

Abi Ning Ghina menjelaskan pengertian yang mungkin lebih dimengerti. Abi Ning Ghitsna dan keluarganya merasa dibohongi.mengapa hal sepenting ini tidak dibahas sebelumnya. Bunyai tak kuasa lagi mendengarkan tentang pembahasan Gus Havy lagi.

" Sampun bah... Havy pasti lebih terpukul mendengar ini,kersane Monggo wangsul mawon bah "

Permohonan Bu nyai dikabulkan,Abah yai segera berdiri menggandeng Bu nyai.

" Matur nuwun sudah memisahkan Havy dari nerakanya. Bener jare mu nduk. Havy pasti luwih Lego pegatan timbang diterusne,Kulo tak pamit yai. Mugi nduk Ghina oleh bojo seng nasab.e luwe jelas."

Abah yai langsung pergi tanpa menoleh ke arah Ning Ghina. Semua terasa begitu menyakitkan untuk dibahas. Ning Ghina juga berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangisi perbuatannya. Keputusan ini begitu berat bagi Ning Ghina,disatu sisi Gus Havy adalah cinta pertama tapi disisi lain jika pernikahan ini berlanjut maka Gus Havy juga yang akan tersiksa. Mobil As-Salam meninggalkan pelataran ndalem Ning Ghina.

" Karena ini akad khuluk,mahar Gus Havy harus dikembalikan mi "

Abi Ning Ghina menatap Ning Ghina yang mulai menangis,beliau juga menyesali kejadian ini.tapi hal semacam nasab harusnya diterangkan saat masih khitbah. Tidak semena-mena bisa disembunyikan, apalagi untuk keluarganya ini dari besan. Jangankan keluarga inti,Ning Ghina sendiri juga tidak tau siapa ayah kandung Gus Havy.

" Ngapunten Bu nyai,Niki foto pernikahan Ning Ghina badge salap pundi?"

Beberapa mbak abdi datang bertanya pada umi Ning Ghina.

" Umi...apa umi yang menyuruh mereka untuk menurunkan foto pernikahan kami? Selain foto apalagi yang akan umi hilangkan dari sini? Gus Havy baru saja pergi tapi mengapa umi begitu mudah ingin menghilangkan jejaknya?"

Ning Ghina menatap uminya yang seakan tidak perduli dengan kesedihan Ning Ghina.

" Jangan cengeng Ghina,selain karena Gus Havy yang anak tiri,umi juga tidak mau bertandang ke rumah mertuamu yang jauh dibawah kaki gunung Raung"

Mendengar itu Ning Ghina tak habis pikir, semula pernikah Ning Ghina memang ditentang. Tapi Ning Ghina tetap bersikukuh untuk menunggu Gus Havy. Hingga akhirnya Gus Havy datang melamar.