"Bodoh." Revan tertawa terbahak-bahak, meletakkan dagunya di dahi dan mengusapnya dengan lembut, dan menghela nafas ringan.
"Terima kasih." Kayla berguling dan memeluk Revan dan membenamkan kepalanya di pelukannya. Suaranya ringan dan pelan, "Benar, aku, aku ... mungkin ..." Kayla merasa sedih, dan tak mampu mengendalikan gejolak dan kegelapan.
Setetes air mata mengalir di sudut matanya, tapi telapak tangan yang lembut menutupi matanya, panas.
"Jangan takut." Revan menyeka bulu mata Kayla yang basah dengan jari-jarinya, matanya dalam dan bertekad. Tidak peduli apapun rintangannya, Revan akan bersama istrinya, agar tidak lagi khawatir tentang ketakutan, tidak ada keraguan dan ketidakberdayaan.
Saat matahari terbenam, cahayanya bersinar melalui jendela kaca besar, dan bayangan gelap dan tidak jelas jatuh ke lantai, seolah-olah semuanya tersembunyi di dalamnya.
