Dari tadi Alva terlihat murung sejak dia tahu siapa yang membunuh kakeknya, aku berniat tak mau urus campur masalah keluarganya, tetapi Alva selama ini selalu membantuku jadi aku berniat untuk membantunya mencari sosok penguasa gunung tersebut.
"Alva, kamu serius ingin mencarinya? ". Tanyaku dengan cemas, karena rumor beredar bahwa orang yang melihat makhluk XOXO itu berarti orang yang akan menjadi korbannya.
" Aku serius, sedari tadi aku berpikir mengapa ayahku memberikan kalung itu kepadaku, dan ternyata ayahku menyuruh ku membalaskan dendamnya kepada sosok itu, mungkin saja aku mati saat aku melawannya, tapi pasti ada petunjuk untuk memusnahkannya". Kata Alva dengan serius.
" Apa aku bisa ikut denganmu? " Tanyaku. Alva menatapku dengan intens, bola matanya mirip sekali dengan ayahku.
" Aku takut kamu akan celaka" Alva menggenggam tanganku dengan erat.
" Ini berbahaya, dan untuk sementara apa aku bisa meminjam kalung itu sebentar?, mungkin kalung itu berguna saat aku bertemu dengan sosok itu" Kata Alva
" Kenapa kamu mau meminjamnya, inikan memang punya kamu, dasar" Kataku sambil melepaskan kalung itu di leherku. Aku memberikan kalung itu kepada Alva dan setelah itu Alva langsung memakainya, entah mengapa kalung mutiara itu bersinar saat Alva yang memakainya, sedangkan saat aku memakainya tak pernah bersinar seperti itu.
Pukul 01:00
Seluruh siswa sudah tertidur sedari tadi dan aku masih saja memandang atap-atap tenda yang entah mengapa membuatku betah membuka kedua mataku, karena mersa bosan dan tak mengantuk akupun keluar dari tenda untuk mencari udara segar, karena di dalam tenda sangatlah terasa panas. Aku berjalan disekitar daerah perkemahan dan celakanya aku baru sadar bahwa aku berjalan terlalu jauh, akupun membalikkan badanku dan hendak ingin kembali ke tenda tapi saat aku membalikkan badanku aku tak melihat apa- apa hanya kabut yang lebat menyelimuti ku, aku berjalan sesuai 𝘧𝘦𝘦𝘭𝘪𝘯𝘨 ku dan sudah beberapa menit aku berjalan tapi aku belum saja sampai ke tempat perkemahan. Aku merogoh kantong piyamaku dan sialnya handphone ku ketinggalan di tenda, aku hendak berjalan lagi untuk mencari jalan ke perkemahan tetapi saat beberapa langkah aku melihat seorang nenek yang sangat tua dan berambut putih panjang serta membawa sebuah karung yang entah apa isinya.
" Nek, apa yang nenek lakukan ditempat ini? " aku mengajak nya bicara dan saat di berbalik tersentak aku terjatuh kebelakang saking kagetnya aku melihat wajahnya, wajahnya rata dengan daging yang memerah dan ada beberapa ulat yang merayap dan masuk pada lubang" yang ada diwajahnya, sontak itu membuatku mual dan sedikit pusing melihat nya. aku bangkit dan berusaha menjauh pada nenek itu, aku berlari tanpa mempedulikan kearah mana aku pergi, sesekali aku berbalik dan melihat nenek itu melaju kearahku sambil melompat seperti seekor jangkrik, kedua kaki panjang dan itu membuatnya cepat melaju kearahku. Aku berlari sekuat tenaga dan sampai seketika aku terjatuh karena kakiku tersangkut di akar pohon dan itu membuatku meringis kesakitan, daguku berdarah karena terkena batu dan dadaku terasa nyeri karena bertumbukan keras dengan tanah.
Aku takut, yang hanya aku harapkan semoga Alva datang menolongku, aku bangkit dan saat aku terduduk di tanah, hantu itu tiba tiba ada didepanku sambil membulatkan kedua mata hitamnya yang dipenuhi ulat dan darah, sontak aku memundurkan diriku dan berusaha berdiri dan menjauh darinya, tapi saat aku berusaha bangkit hantu itu menusuk pahaku dengan ranting pohon yang tebal dan runcing sehingga membuatku meringis kesakitan. Darah bercucuran keluar dari pahaku, aku berteriak sekeras kerasnya dan tanpa sadar seluruh badanku lemas dan pandanganku serasa kabur dan nyeri hingga akhirnya aku terjatuh dan tak sadarkan diri.
𝘼𝙡𝙫𝙖 𝙋𝙤𝙫
Tengah malam aku tak bisa tidur, kalung yang aku kenakan sedari tadi membuatku tak merasa nyaman seperti ada sesuatu buruk yang terjadi, aku keluar dari tenda dan hendak membuang air kecil tapi di perjalanan aku melihat Meysia yang berdiri tepat dibawah pohon beringin.
"Meysia, apa yang kau lakukan disini? " kataku sambil memegang pundaknya agar dia berbalik kearahku, tetapi saat aku bertanya tak ada jawaban darinya. Aku melihat wajahnya dan benar saja ada yang salah dari dirinya, wajahnya pucat dan matanya menghitam seluruhnya. Aku mengedarkan pandanganku ke bawah dan Meysia memegang besi berkarat yang tajam, Meysia melihat kearahku dan berteriak sambil mengayunkan besi itu.
" Mey, apa yang kamu lakukan? berhenti ". Aku menahan besi yang dipegang oleh Meysia agar tak melukai siapapun.
" KALIAN SEMUA HARUS MATI!!! " teriak Meysia, dan aku baru menyadari bahwa Meysia dirasuki oleh penunggu di tempat ini.
Aku mendorong Meysia hingga terjatuh dan berlari ke arah perkemahan agar bisa mendapatkan bantuan, tapi sial Meysia mengikutiku dengan berlari kearahku, aku berteriak minta tolong dan satu persatu murid keluar dari tenda untuk melihat situasi. Mereka semua kaget saat melihat Meysia dirinya yang sangat berantakan.
"Harus ada yang mati malam ini, tuan XOXO butuh tumbal". Kata Meysia diiringi tawa yang sangat keras, Dan Meysia melangkah maju dan melemparkan besi itu ke salah satu murid yang tepat ada didepannya. Teriakan semua murid terasa nyaring malam itu saat besi itu menancap dimatanya hingga salah satu murid itu langsung terjatuh dan mati di tempat.
Aku kaget melihat roh yang merasuki Meysia sangat agresif, aku menyesali perbuatan ku memancing Meysia ke tempat perkemahan. Semua murid dan guru pendamping berlari menjauh dari Meysia, dan akupun berlari dan bersembunyi di dibalik pohon besar.
Tubuh Meysia berubah, kedua kakinya memanjang seperti kaki serangga, dan siap melompat untuk mencari tumbal berikutnya. Suara teriakan murid terdengar tak jauh dariku, suara jeritan keras itu membuat ku merinding dan tanpa sadar Langkahku menuju jeritan itu, aku berpikir hanya aku yang bisa menahan Meysia agar tak ada korban lagi yang ia akan tumbalkan kepada XOXO.
Aku mengambil batu besar dan melemparkannya ke kaki belakang Meysia, Meysia menjerit dan ia berbalik dan membuka mulutnya tiga kali lebih besar, aku menduga bahwa ini seperti bukan tubuh Meysia seutuhnya jadi tak apa" apabila aku melukai sebagian tubuhnya yang aku anggap sebagai tubuh dari makhluk halus itu.
Aku mengambil batu itu lagi dan menindihkannya ke kaki sebelahnya lagi, Meysia menjerit dan ia memang leherku dan mengangkat tubuhku sejajar dengannya, aku tak bisa bernafas dibuatnya.
" Sudah cukup permainannya bocah ". kata Meysia
" Keluar dari tubuh ini, brengsek". Aku memegangi tangan Meysia yang sedang mencekik leherku, aku sudah tak tahan, nafasku sudah terengah-engah.
" Selamat tinggal bocah ". Meysia membuka mulutnya dengan sangat lebar dan mendekatinya ke wajahku, aku menutup mataku dan mungkin ini saatnya aku bertemu dengan kedua orang tuaku
" Ayah, ibu, kakek..... tunggu aku".
SREEETTTT....