"Semua. Biarkan kami bicara empat mata" kata Hyun-Jae pada seluruh anak buahnya. Mereka menghormat lalu beranjak pergi dari kamar Yeon-Seok, termasuk para Dayang yang menyertai Ah-in.
"Apa yang Anda lakukan Nona? Kenapa Anda memberi persyaratan pada Menteri Duck-Young, yang memaksa Yeon-Seok untuk ikut serta? Sekarang inilah akibatnya." Geram Hyun-Jae marah.
"Saya hanya ingin berada di sisinya. Apa itu salah?"
"Sejak awal Ayah Anda sangat tidak mendukung kedekatan antara Anda, dengan Adik saya. Jadi kenapa Anda terus mencoba berada disisinya? Anda bisa melukai hatinya sekali lagi."
"Jangan karena Anda tahu seluruh ingatan Yeon-Seok belum kembali sepenuhnya, lalu Anda memanfaatkan keadaan ini. Saya sangat tidak menyukai hal itu Nona."
"Yeon-Seok baru bangun dari tidur panjangnya. Atau Anda memang sengaja, ingin Adik saya ini tidak pernah membuka kedua matanya lagi?!" tegas Hyun-Jae menatap tajam pada Ah-In.
Hyun-Jae mundur satu langkah mendapati Ah-In tiba-tiba berlutut dihadapannya sambil menangis.
"Nona" desis Hyun-Jae bingung.
"Meski kalian berusaha memisahkan kami, tapi hati kami kini mulai saling terikat. Saya tidak akan menyerah pada Anda, mau pun pada Ayahanda sekali pun. Tidak ada yang bertanya pada saya, tentang siapa yang saya inginkan" Ah-In bersikeras memohon.
"Tuan...," desis Ah-In melihat Hyun-Jae melakukan hal yang sama dengannya.
Hyun-Jae ikut berlutut berhadapan dengan Ah-In.
"Yang Mulia tampak tertarik dengan Anda Nona. Mohon jangan persulit posisi Yeon-Seok mulai sekarang."
"Sudah sekian lama saya menunggunya, Tuan Hyun-Jae. Dan baru dua hari berlalu setelah Yeon-Seok menyatakan cintanya."
"Dan ketika saya ingin menggapainya, Anda dengan mudah mengatakan agar saya melepaskannya? Tidak. Seburuk apa pun situasinya kelak. Saya akan tetap terus menempel padanya" bantah Ah-In beruraian air mata.
"Apa ucapan Anda dapat dipertanggung jawab kan Nona?"
"Ya" tegas Ah-in tanpa ragu.
"Jangan pernah mengecewakannya lagi. Jika itu terjadi, saya akan membawanya pergi" ancam Hyun-Jae sambil berdiri.
"Manfaatkan kesempatan ini untuk merawat Yeon-Seok sebaik mungkin" kata Hyun-Jae memberi hormat dan memilih pergi meninggalkan Ah-In berdua dengan Adiknya yang sampai sekarang belum sadarkan diri.
Ah-In menghapus air mata lalu berdiri melangkahkan kaki menuju peraduan Yeon-Seok.
"Nona. Ini obat yang harus segera di minum Tuan" kata Mi So mengulurkan sebuah mangkuk berisikan ramuan herbal berwarna coklat kehitaman.
Mi So menghormat dan pergi setelah Ah-In menerima ramuan obat darinya.
"Apa karena kemarin kehujanan, sekarang kau demam tinggi begini? Kenapa kau tidak bilang dari awal kalau sedang tidak enak badan" gumam Ah-In sambil mengambil kompres dari dahi Yeon-Seok.
Pria muda itu tiba-tiba sadar karena terbatuk-batuk. Ah-In membantunya duduk, dan memberikan secawan teh hangat untuk meredakan batuknya.
"Ini, minumlah juga ramuan obat dari Tabib" kata Ah-In memberikan semangkuk ramuan herbal pada Yeon-Seok setelah mengambil alih cawan dari tangan Pria tersebut.
"Kenapa kau disini? Dimana Yang Mulia?" tanya Yeon-Seok panik.
"Yang Mulia memberiku kesempatan untuk menemuimu. Beliau masih serius melukis" jawab Ah-In mengambil mangkuk dari tangan Yeon-Seok setelah obat herbalnya habis.
"Pergilah temui Yang Mulia. Jangan kecewakan beliau" lirih Yeon-Seok tubuhnya masih terasa lemas.
Gadis itu bukannya pergi, tapi mengulurkan tangannya ke dahi Pria itu, mengukur suhu tubuh Yeon-Seok.
"Kau bisa menolak Ayah, dan bilang sedang tidak enak badan. Kenapa tetap ikut?" cemberut Ah-In.
"Tujuan Ayahmu agar kau datang ke sini. Masalahnya Putrinya yang keras kepala, tidak akan mau ikut jika aku tidak ada" jawab Yeon-Seok sambil memejamkan mata dan merebahkan diri ke dinding.
"Maaf"
"Kemarin kau berterima kasih dan sekarang minta maaf? Kau punya berapa banyak kata maaf dan terima kasih?" kekeh lirih Yeon-Seok tetap memejamkan mata.
"Aku benar-benar minta maaf telah membuatmu harus melihatku dengan Yang Mulia bersama. Tadi."
"Dari awal itu bukan urusanku. Aku hanya menjalankan tugasku" jawab Yeon-Seok yang tiba-tiba merasakan sesuatu yang lembut menempel di dahinya.
Ia membuka kedua matanya, dan mendapati Ah-In mengecup dahinya begitu lama.
"Apa yang kau katakan selalu tidak sesuai dengan isi hatimu Yeon-Seok. Kenapa kau selalu mengucapkan suatu hal yang bertentangan dengan isi hatimu? Cobalah jujur pada dirimu sendiri." Jawab Ah-In lembut.
"Kalau kau begini karena..., bait lagu yang ku nyanyikan itu, terlihat ku layangkan untuk Yang Mulia. Tapi sebenarnya ku tujukan hanya padamu." Tambah Ah-In tersenyum manis.
Entah kenapa hati Hiroshi yang sesak kini menjadi damai sekaligus mulai menghangat.
"Untuk apa kau tujukan padaku?" Hiroshi mengernyit curiga.
"Sebab pasti kau, mengenal betul isi dari semua bait yang kunyanyikan. Sebenarnya aku tahu, kau lah, yang mengirimiku puisi secara diam-diam, setiap hari ulang tahunku datang" kekeh Ah-In.
Benar saja kecurigaan Hiroshi terjawab sudah.
"Sejak kapan kau menyukaiku?" tanya Ah-In menopang dagu.
"Yeon-Seok? Sejak pertama kali kau dengannya bertemu" jawab Hiroshi enteng tanpa beban.
"Hey, jangan berkata seolah kau seperti punya seorang kembaran." Kekeh Ah-In senang melihat Yeon-Seoknya mau terbuka padanya. Yeah walau pun dengan cara bicara yang terasa aneh itu.
"Lalu, sejak kapan kau menyukai Yeon-Seok?" tanya Hiroshi penasaran.
Nah kan, aneh. Menyebut nama sendiri seolah sedang menyebut orang lain.
"Sejak setelah tiga bulan kau menghilang, dan kau datang kembali dihidupku" jawaban Ah-In mengejutkan Hiroshi.
Artinya, Ah-In menyukai Hiroshi, bukan Yeon-Seok?!
"Mungkin karena Yeon-Seok menjanjikannya bertemu di Taman itu. Jadi, ketika melihatku dia berpikir telah jatuh cinta padaku. Pasti begitu" gumam Hiroshi mencoba memahami situasi kali ini.
"Apa karena demam dan sedang kehilangan beberapa ingatanmu, sehingga kau seolah tidak mau mengakui dirimu adalah Yeon-Seok?" kata Ah-In menatap lekat wajah Pria dihadapannya.
"Yang Mulia Datang!!" terdengar seruan dari luar.
Jelas itu kode dari Hyun-Jae. Begitu mendengar kode Hyun-Jae, Ah-In dan Yeon-Seok berdiri menyambut kedatangan sang Raja. Tapi Yeon-Seok sempat oleng ke arah peraduannya. Dia belum benar-benar pulih dari demamnya. Dengan sigap Ah-In menggapai lengan Yeon-Seok tapi, ia justru ikut terjatuh di atas tubuh Yeon-Seok!