Ah-In melihat punggung Hiroshi berjalan menjauh...semakin jauh...hingga menghilang di ujung jalan. Ah-In menangis tak kuasa menahan air mata. Ia berjongkok dan memeluk kedua lututnya dengan hati yang pedih.
Inikah akhir dari pertemuan kita Yeon-Seok? Semudah itu kah kau membuangku? Rintih hati Ah-In, mencoba menata hati yang sudah remuk sedari tadi.
"Kakak, apa kau sakit? Kenapa menangis?" suara seorang anak Laki-laki kecil terdengar membuat wajah Ah-In yang menunduk, kini mendongak menatap anak itu.
"Pulanglah. Aku tidak apa-apa" senyum Ah-In sambil membelai lembut kepala anak tersebut.
"Apa Kakak bertengkar dengan seseorang disini?" tebak anak ini.
"Hmm,"
"Kalau begitu, tunggu saja dia disini" balas anak Laki-laki berbaju biru muda dengan senyuman seindah musim semi.
"Kata Ibu, jika orang itu...benar-benar menyayangi kita sepenuh hati," anak itu memegang dadanya.
"Sebesar..., apa pun pertengkaran kita dengannya, dia akan tetap kembali kepada kita"
"Benarkah?" senyum Ah-in merasa terhibur meski, hatinya masih perih.
"Ya. Kau bisa membuktikannya! Apa dia menyayangimu sepenuh hati, atau tidak. Ah, sudah mau hujan!! Kakak cantik, aku pulang dulu!!" pekik anak Laki-laki tersebut meninggalkan begitu saja Ah-In sendiri.
Benar saja...hujan rintik mulai membasahi bumi kini hujan itu pun menitik ke seluruh tubuh Ah-In tapi Gadis ini tetap memilih membenamkan wajahnya lagi di kedua lututnya.
Hey, kenapa...aku tidak merasakan tetesan hujan lagi? Batin Ah-In.
Dia mendongakkan kepala, dan... mendapati wajah seseorang yang telah lama ia rindukan.
"Kau kembali lagi?" gumam Ah-In sangat jelas lalu berdiri menghadap ke arah Hiroshi.
"Kau tidak pulang?"
"Kalau aku pulang kau tidak akan kembali"
"Kau pikir kalau kau tetap disini aku akan kembali? Pikiran bodoh macam apa itu!" bentak Hiroshi tidak habis pikir.
Bentakan itu hanya teredam oleh suara rintik hujan ketika sebuah pelukan, Hiroshi rasakan.
"Tapi kau, kembali"
"Terima kasih"
"Kau berterima kasih untuk apa?" Hiroshi tak berkutik dan mulai bertanya dengan kaku.
"Karena kau mau kembali. Dan terus kembali" jawab Ah-In menemukan kenyamanan dalam pelukan itu.
Hyun-Jae, yang melihat Adiknya tiba-tiba di peluk, dengan sigap ia akan maju keluar dari tempat persembunyiannya tapi tangan Heo Dipyo merentang menghalangi langkahnya.
"Apa yang mau kau lakukan?" Heo melirik.
"Memisahkan mereka apa lagi?"
"Kau tahu sifat anak itu kan? Dia tidak seperti kita. Dia cenderung pasif dalam urusan seperti ini. Biarkan ini berjalan senatural mungkin Hyun-Jae. Adikmu membutuhkan Wanita seagresif Ah-In dalam hidupnya. Atau tidak akan ada Wanita yang mau menikahinya"
"Adikku Pria tampan. Banyak Gadis yang mengantre hanya untuk bisa berbicara dengannya!" Hyun-Jae tak terima.
"Tapi dia mencampakkan semua Gadis itu. Lihatlah dengan jeli, Hyun-Jae. Adikmu tidak menolak artinya dia menemukan kenyamanan itu dalam diri Ah-In. Sampai kapan kau akan terus menganggapnya anak-anak? Dan bersikap seolah kau lah Ayahnya" kekeh Heo Dipyo setelah menunjuk ke arah Yeon-Seok dan Ah-In.
"Dia hanya bisa melihat Ibunya tapi tak sempat melihat Ayahnya. Tentu saja aku harus mengisi kekosongan itu. Sampai kapan pun bagiku Yeon-Seok tetaplah Adik kecilku" senyum Hyun-Jae menatap Yeon-Seok yang tak berkutik di hadapan Gadis bernama Ah-In.
"Mau sampai kapan kau, memelototi mereka? Hujan akan semakin lebat biarkan mereka. Ayo kembali" ajak Heo Dipyo menggeret lengan Hyun-Jae pergi.
Hujan semakin deras Yeon-Seok dan Ah-In masih di bawah payung bersama.
"Mau sampai kapan kau terus menempel padaku begini? Pulanglah" protes Yeon-Seok dingin.
Ah-In tak punya pilihan lain ia melepaskan Yeon-Seok, lalu berjalan ke arah kediamannya. Pria itu menarik lengannya hingga Gadis itu kembali di bawah payung yang di genggam Yeon-Seok.
"Apa kau ingin bermain air seperti anak kecil? Kau tahu seberapa derasnya ini?"
"Kau...menyuruhku pulang"
Pletak!
Gadis itu meringis kesakitan merasakan sentilan di dahinya.
"Aku memang menyuruhmu pulang tapi tidak memerintahkanmu bermain air. Hah, sudahlah! Ayo kuantar kau pulang" omel Yeon-Seok menggandeng tangan Ah-In.
Dalam perjalanan itu, hati Ah-In mulai merekah kembali. Menggenggam tangannya, berjalan di sampingnya, berada sangat dekat dengan Yeon-Seok, merupakan impiannya dan impian Gadis lainnya di sekitar Pria itu.
"Perhatikan jalanmu jangan terus melubangi wajahku dengan memelototiku di sepanjang jalan" kata Yeon-Seok memecahkan keheningan di antara mereka berdua.
Ah-In tersenyum sambil menunduk malu.
"Mungkin karena dulu sulit bagiku berada sedekat ini denganmu" jawab Ah-In mengeratkan genggaman tangan.
"Kalau bukan karena hujan ini tidak akan terjadi" sahut Pria itu datar.
"Kalau begitu aku akan berdoa agar hujan datang setiap hari" kekeh Ah-In.
Mendengar ucapan Ah-In, Yeon-Seok segera melepaskan genggaman tangannya.
Ini pasti kemauan Yeon-Seok bukan kemauanku. Lagi pula tidak baik memberinya banyak kesempatan untuk menempeliku terus. Batin Hiroshi.
Ah-In mulai cemberut ia berusaha menggapai tangan Yeon-Seok, tapi Pria itu lebih memilih menggenggam payung dengan kedua tangannya.
Semahal itu kah tanganmu! Kau yang bilang mencintaiku tapi kau terus berusaha menghindariku. Kenapa sikapmu selalu berubah-ubah?! gumam Ah-in kecil.
Tak terasa mereka telah sampai di halaman kediaman Ah-In bahkan seseorang sudah berlari membawakan sebuah payung untuknya dari dalam kediaman keluarganya.
"Masuklah" kata Yeon-Seok pendek ia menghormat dan beranjak pergi.
"Nona..., masuklah sekarang Anda harus segera berganti pakaian. Anda bisa terkena flu" kata Pelayan yang membawakannya payung.
Kediaman Hyun-Jae.
Beralih di kediaman Hyun-Jae dua Lelaki memandang hujan tanpa suara. Pikiran mereka melayang ke tempat lain hingga tak menyadari kedatangan Yeon-Seok. Hiroshi menghentikan langkahnya sejenak memperhatikan Hyun-Jae dan Heo Dipyo yang melamun.
Hiroshi hanya menggelengkan kepala prihatin. Semenjak kedua Kakaknya menghilang, dua orang itu makin sering melamun.
"Apa kalian bisa melihat Ha-Neul dan Jee Kyung di tengah hujan ini?" kata Yeon-Seok duduk di tengah-tengah merangkul keduanya.
"Ah-In sudah berbaikan denganmu?" tanya Heo Dipyo pura-pura tidak tahu.
"Kurasa ya"
"Kenapa jawabanmu tidak meyakinkan? Ada masalah baru yang kau ciptakan lagi diantara kalian?" Hyun-Jae mulai menimpali.
"Kenapa semua jadi salahku? Kalian memihaknya?" dengus Yeon-Seok melepaskan rangkulannya kesal.
"Dengar anak muda, lebih baik ikuti apa maunya hatimu jangan terus kau turuti egomu. Kenapa kau terus membuat Ah-In merasa kebingungan? Sebentar kau bersikap lembut, dan di waktu lain kau acuh tak acuh terhadapnya." Kata Heo Dipyo menepuk bahu Yeon-Seok sehalus mungkin.
"Sikapmu ini mengingatkan kami dengan sikap Jee Kyung dan Ha-Neul. Mereka selalu berubah-ubah sikap, beberapa hari sebelum mereka menghilang. Kau...tidak akan pergi dengan cara seperti itu kan?" tambah Hyun-Jae menatap Yeon-Seok penuh selidik.
"Apa hujan membuat kalian berhalusinasi?" jawab Yeon-Seok mengalihkan topik.
"Jangan alihkan topik. Kau..., mungkin sebelum ini memimpikan sesuatu yang tidak biasa? Atau melihat sesuatu yang tidak biasa? Dan itu membuatmu merasa...akan pergi ke suatu tempat?" Heo Dipyo menimpali.
"Sejauh ini aku belum mengalaminya. Apa mereka mengatakan pernah bermimpi atau melihat sesuatu?" Yeon-Seok balik bertanya penasaran.
"Tidak. Ini hanya dugaan kami saja. Tapi kalau kau mengalami salah satunya cepat katakan pada kami" jawab Heo Dipyo meminta jawaban secepatnya.
"Mereka tidak ada hubungannya denganku. Memang aku mau pergi ke mana kalau tempat inilah satu-satunya, tempat tinggalku" jawab Yeon-Seok cukup melegakan mereka berdua.