Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 106 - Jika nyawanya sampai melayang, Anda benar-benar akan tamat

Chapter 106 - Jika nyawanya sampai melayang, Anda benar-benar akan tamat

Kedua Menteri itu terlihat mengucurkan keringat dingin. Bagaimana tidak? Kedua sandera itu adalah Putra tak sah mereka dari para Wanita yang mereka culik di masa lalu. Ratu pasti sudah tahu identitas Ayah biologis kedua sanderanya.

"Haha hahaha" tawa Menteri Kwon Jae He.

"Apa ini Ratu? Anda terlihat sangat putus asa. Apa hubungan mereka dengan kami? Bukankah tuduhan kepada Man-Shik adalah pemalsuan lukisan? Hamba rasa tidak ada saksi diantara kedua sandera Anda" Kwon Jae He berusaha setenang mungkin.

"Berkat kesuksesan Anda melakukan pemalsuan lukisan, penghasilannya digunakan untuk mendanai penipuan yang lebih besar lagi. Anda menggunakan uang Anda, untuk menipu para Gadis, yang Anda janjikan akan segera direkrut sebagai musisi Istana." Heo Dipyo memotong perkataan Kwon Jae He.

"Dan hasil penjualan para Gadis bukan kah sangat luar biasa? Bahkan Anda sampai bisa membeli tiga kapal Pribadi di Negeri ini juga membangun sebuah pelabuhan yang belum lama ini selesai bukan?" kekeh Ratu sinis.

"Ada banyak bukti Tuan Kwon Jae He..., semua bukti tertulis tersebut, dapat dijamin ke benarannya. Dan semua bukti mengarah pada seluruh Menteri fraksi kiri berkat pengakuan dari dua orang sandera itu" tambah Ratu merasa di atas angin.

"Lalu apa yang bisa Anda lakukan? Anda lupa siapa hamba Yang Mulia? Hamba bisa menurunkan Anda dari Tahta sekarang juga jika mau" ancam Kwon Jae He menyombongkan diri.

"Jadi kalian benar tidak mengenali mereka?" tanya Ratu sekali lagi.

Tidak ada jawaban maka Ratu memberi isyarat pada Hyun-Jae. Pria bernama Hyun-Jae mendekatkan ujung pedang keleher salah satu sandera.

"Dia adalah Putra dari salah satu pendukung fraksi kami Yang Mulia!! Jika nyawanya sampai melayang, Anda benar-benar akan tamat!!" teriak Menteri Man-Sik mengamuk.

"Biarlah terjadi:" jawab sang Ratu datar.

Bats!!

Pedang Hyun-Jae mulai memenggal kepala Putra Man-Sik sekaligus Putra Kwon Jae He. Begitu kepala Putra Man-Sik terpenggal, semua kepala tentara milik fraksi kiri yang menemani mereka maju untuk menyerang Ratu tapi seluruh Prajurit Baehwa tidak tinggal diam. Pertarungan Baehwa dan Jinsae tidak terelakkan lagi di dalam Aula Kerajaan.

Hyun-Jae mendekati singgasana Ratu, menarik Ratu Seonha keluar dari sana. Di luar, peperangan pun telah dimulai. Beberapa pasukan gabungan Baehwa, Mugunghwa dan bulg-eun dal kini dibagi menjadi 10 Tim.

Dua Tim khusus bertugas, mengawal Ratu dan Panglima Utama, meninggalkan Istana tanpa khawatir tentang stempel Istananya karena stempel itu, telah berada di tangan calon penguasa baru. Mereka berjalan ke arah kawanan kuda yang sibuk merumput dalam keadaan terikat. Untuk menuju ke tempat kawanan kuda tersebut, mereka harus beberapa kali berhenti karena mendapatkan serangan dari pasukan gabungan Jinsae dan Goldeun deulaegon.

Sang Ratu menatap datar mulai terbiasa dengan banyak darah yang telah tertumpah akibat manusia-manusia serakah macam Kwon Jae He.

Ketika mereka telah mampu meraih tali kekang kuda, tanpa ragu Hyun-Jae menaikkan Ratu ke atas kuda ia pun naik ke atas kuda yang sama dengan sang Ratu. Mereka dan para bala tentara mencari tempat yang luas untuk bertarung. Mereka sengaja membiarkan para musuh mengikuti kemana mereka pergi.

Di bukit Siuidongsan akhirnya Hyun-Jae menetapkan bukit ini, sebagai saksi dimana Kwon Jae He dan antek-anteknya melakukan usaha kudeta besar-besaran. Hyun-Jae memerintahkan kelompok pertama menjaga Ratu. Lalu kelompok kedua membantunya memerangi para pemberontak. Sayangnya, pasukan Goldeun deulaegon makin bertambah membuat seluruh pasukan penjaga Ratu Seonha sibuk dengan pertarungan masing-masing, yang terasa tiada ada akhir.

Ratu Seonha melihat seseorang berseragam Goldeun deulaegon berlari ke arahnya. Sang Ratu menarik pedang dari sarungnya. Lawannya mengayunkan pedang ke arah leher Sang Ratu! Tapi Ratu sanggup menahan pedang lawan dengan pedangnya.

Ia menggeser pedang lawan ke kanan untuk membuka pertahanan lawan, kemudian dilanjutkan dengan hadiah sebuah tebasan dari sisik kiri perut lalu dicabut tanpa ampun. Maka lawan pun ambruk begitu mendapatkan sayatan yang begitu dalam.

Muncul lagi dua lawan baru tapi kini Ratu memiliki dua pedang. Salah satunya hasil jarahan. Ia tak perlu mendekat, karena salah satu lawan dengan senang hati berlari ke arah Ratu berada. Gerakan menusuk itu hampir saja menembus perut Ratu.

Untungnya Ratu Seonha menyeret kan kakinya ke kiri sebesar 45 derajat setelah menangkis pedang lawan ke kanan, sekaligus menusuk perut musuh dengan tangan lain yang bebas hambatan.

Musuh kedua mulai mendekat dan mendorong tubuh Ratu ke belakang. Tanpa sengaja Ratu membentur punggung musuh di belakangnya! Akhirnya, Ratu Seonha menyeret kakinya menjauh dari kedua musuhnya itu. Keduanya menebaskan pedang yang satu ke arah kanan dan yang lain ke arah kiri leher Ratu Seonha.

Maka dengan kedua pedangnya, Ratu menahan kedua serangan musuh, membuat dua pedang musuh terbang terpental ke udara, tanpa mengulur waktu Ratu Seonha sengaja menebas pergelangan tangan musuh yang tadinya digunakan untuk menggenggam pedang.

Ratu menendang lutut dua musuhnya bergantian hingga mereka roboh di atas tanah.

Ratu melompat ke atas, lalu menebas bahu mereka yang bersebelahan itu hingga memutuskan lengan tangan mereka.

"Ha-Neul!!" teriak Hyun-Jae berlari mendekati Ratu Seonha panik begitu melihat seluruh tubuh Ratunya bersimbah darah.

"Bukan darahku. Aku tidak selemah dulu" jawab Ratu mencoba menenangkan kekasihnya.

"Rentangkan dua tanganmu" desis Ratu teramat serius secara tiba-tiba.

Dengan penuh tanda tanya Hyun-Jae merentangkan kedua tangannya. Ratu menghambur ke pelukan Hyun-Jae sambil menghunuskan ujung kedua pedang ke arah dada dua musuh di belakang Hyun-Jae.

Jleb!!

Hyun-Jae tampak terkejut mendengar suara pedang yang menusuk sesuatu tepat di belakang tubuhnya, ia langsung menoleh tapi malah tak sengaja mencium pipi Ratunya yang ternoda darah.

Ratu Seonha menarik dua pedang itu ke arahnya, lalu mundur beberapa langkah. Hyun Jae segera berbalik dan menemui dua musuh mati tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Kau yang melakukan itu?!"tanya Hyun-Jae tak percaya.

Tapi sang Ratu malah tertawa terpingkal-pingkal melihat bibir Pria itu ikut terkena darah.

"Panglimaku terlihat begitu manis setelah mendapatkan sedikit sentuhan perona bibir" kekeh Ratu geli.

Sang Panglima segera membersihkan noda darah di bibirnya dengan lengan bajunya.

"berlutut!!" perintah Pria itu yang langsung dipatuhi Ratu.

Hyun-Jae melemparkan pedangnya ke arah musuh yang telah siap membidikkan panah beracun ke arah tubuh Ratu.

Jleb!!

Akhirnya ia berhasil merobohkan pelaku, dengan membidikkan pedang tepat ke jantung. Mata mereka teralihkan dengan kedatangan pasukan antah berantah yang justru membantu mereka, menumpas pasukan Goldeun deulaegon.

Seseorang yang nampaknya pemimpin dari pasukan itu berlari ke arah Hyun-Jae.

"Yang Mulia maafkan keterlambatan kami" kata Pria itu, sambil memberi hormat Ratunya.

"Siapa kau? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya" jawab Ratu mengernyit.

"Hamba adalah Do Yu-Hoo utusan dari Tuan Hwan Chin"

"Hwan Chin? seorang Hwan Chin, memiliki pasukan khusus?! benarkah Hwan Chin yang ku kenal?!" tanya Ratu Seonha antara terkejut dan takjub.

Bagaimana mungkin seorang Hwan Chin memiliki hal luar biasa seperti ini? Bukan kah dia hanya seorang seniman? Yang tidak peduli dengan keluarganya di Istana?

"Kau yakin? Kau bukan utusan Beom Ho?" Ratu ingin meyakinkan diri. Akan lebih masuk akal jika Ayah dari Hwan Chin yang memiliki kekuatan macam ini.

"Yang Mulia...Tuan Hwan Chin sangat mengkhawatirkan keadaan Anda. Beliau akan sangat tersinggung jika tahu Anda tidak mempercayai hal ini" senyum Do Yu-Ho menimpali.

Ya, bahkan dirinya pun tak percaya jika atasannya adalah Hwan Chin.

Lelaki muda yang terkesan acuh tak acuh, seorang pelukis ternama dengan nama kecil melegenda. Tapi pertemuan tak terduganya dengan Hwan Chin, membuat hal diluar nalar ini menjadi sangat masuk akal baginya sekarang.

"Ha ha ha aku hanya takjub padanya. Katakan rasa terima kasihku padanya jika aku tak sempat mengutarakannya suatu saat nanti" jawab Ratu Seonha membuat Hyun-Jae melirik ke arah sang Ratu.

Pembicaraan mereka terganggu ketika mereka mendengar teriakan Yeon-Seok.