Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 104 - Sisakan satu orang untuk dijadikan saksi

Chapter 104 - Sisakan satu orang untuk dijadikan saksi

Seusai upacara kematian, Ratu Seonha memerintahkan seluruh pasukan yang dikendalikan langsung oleh Hyun-Jae, resimen Baehwa menyamar sebagai rakyat biasa memantau pergerakan yang ditujukan untuk orang tua Hyun-Jae dan Heo Dipyo.

Secara sembunyi-sembunyi, Ratu meminta salah satu pasukan yang di kendalikan langsung oleh Heo Dipyo yaitu laskar Mugunghwa untuk segera bergerak, mencari tahu siapa yang sengaja membunuh orang tua Ratu sementara regu Mugunghwa yang lain, diperintahkan untuk mengintai pergerakan Kwon Jae He.

Jika pergerakan itu mengarah ke transaksi ilegal sesuai dengan bukti yang di dapatnya dari pasukan rahasia bulg-eun dal, maka wajib bagi Prajurit Mugunghwa melenyapkan siapa pun yang menjalankan transaksi ilegal itu, menyita barang bukti, membiarkan Pemimpin dari seluruh kegiatan ilegal tetap hidup untuk diadili. Hanya Pemimpi yang harus hidup! Agar otak dibalik kejahatan, dapat segera di ringkus.

Ratu bergegas menuju markas bulg-eun dal tanpa memperdulikan kicauan Hyun-Jae dan Heo Dipyo yang memaksanya untuk diam di dalam Istananya demi keamanan Ratu sendiri. Tapi Ratu Seonha dan Seonsang Yun sudah membulatkan tekad untuk membalaskan dendam kematian orang tua mereka.

"Kapan Anda akan memerintahkan bulg-eun dal untuk bergerak Yang Mulia?" Heo Dipyo mulai gelisah karena permintaannya dan Hyun Jae untuk menggerakkan bulg-eun dal sesegera mungkin terhalang oleh larangan Ratu.

"Tentu saja setelah Kwon Jae He dengan terang-terangan memerangi Ratunya. Waktunya tidak lama lagi Heo. Setelah seluruh anak buahnya melaporkan bagaimana kita mengobrak abrik seluruh jerih payahnya selama ini, pasti dia tidak akan tinggal diam bukan?" jawab Ratu menoleh pada Heo Dipyo percaya diri.

"Heo Dipyo pergilah memimpin Mugunghwa. Bawa serta Seonsang Yun bersamamu" perintah Ratu mutlak.

Ingin rasanya Heo Dipyo dan Hyun-Jae mengikat kedua Wanita kesayangannya itu di dalam Istana untuk mencegah bahaya yang akan mengancam keduanya tapi apa daya dua Lelaki ini? Jika titah Ratu adalah mutlak.

"Kalian pergi tanpa senjata?" tiba-tiba seseorang membuat keempatnya menoleh sambil menyodorkan dua buah pedang.

Tangan kiri disodorkan untuk Ratu Seonha, dan pedang di tangan kanan terulur ke arah Seonsang Yun.

"Jaga bicaramu. Kau tidak sopan" sikut Hyun Jae ke perut Yeon-Seok.

"Biarkan saja. Dia sudah seperti Adikku. Jangan terlalu sering memarahinya" kata Ratu Seonha mengambil alih pedang pemberian Yeon-Seok lalu kembali berjalan menuju pintu markas. Sementara Heo Dipyo dan Seonsang Yun pergi ke tempat salah satu anggota Mugunghwa mengintai musuh.

Di wilayah musuh. Heo Dipyo dan Seonsang Yun ikut mengintai. Wanita itu menggunakan seragam Mugunghwa tak lupa menutupi bagian wajahnya dengan sebuah topeng.

"Ada banyak Gadis remaja yang mereka culik Tuan. Mata-mata kita mengatakan kurang lebih 15 menit lagi mereka akan menggiring Gadis-gadis itu menuju pasar gelap" bisik anak buah Heo Dipyo pada Panglimanya.

Mendengar informasi mengejutkan, Jee Kyung langsung mengeratkan genggaman tangan pada pedang yang melekat di telapak tangannya.

Perhatian seluruh komplotan Heo Dipyo tertuju pada 10 buah kereta kuda yang di sekelilingnya berdindingkan jeruji besi mendekat pada titik awal dimana mereka mengawasi gerak-gerik mencurigakan para pekerja ilegal Perdana Menteri Kwon Jae He.

Benar saja tak lama kemudian, terdengar riuhnya suara isak tangis para Gadis. Mereka dipaksa dan di ancam menggunakan senjata, di giring memasuki kereta kuda berjeruji besi hingga memenuhi kereta tersebut.

Heo Dipyo segera memberi isyarat pada komplotannya, menyebar dari berbagai penjuru mata angin. Sebelum seluruh kusir berhasil naik ke atas kereta kuda, dari jarak jauh...ribuan anak panah melesat menembus jantung para kusir. Sementara itu, kekacauan justru menguntungkan bagi orang-orang Heo Dipyo yang mengendap-endap mendekati para pekerja ilegal.

Sriiiiiiing!!

Trang!!

Tang!! Tang!!

Tumbukan antar pedang dan gesekan pedang yang memekakkan telinga kini mendominasi. Para pekerja ilegal itu, memiliki ilmu bela diri cukup tinggi tak mudah untuk menaklukkan salah satunya agar membuka mulut, memberi tahu siapa otak dibalik aksi kejahatan berencana ini.

Heo Dipyo menangkis setiap serangan menuju kearah kepalanya. Begitu lawan tersungkur karena perutnya tertendang Heo Dipyo, dengan mudah Pria itu mengangkat pedangnya ke arah atas, lalu ia mengayunkan pedang ke arah pergelangan tangan lawannya.

"Arrrgh!!" pekik kesakitan lawan.

Bagaimana tidak? Telapak tangannya yang menggenggam pedang jatuh menggelinding terpotong dengan sangat rapi. Heo Dipyo mengambil alih kendali ia mengunci leher sang musuh hingga tak berkutik! Kini pedang Heo Dipyo sukses menempel di leher musuh.

"Siapa yang memerintahmu?!" tanya Heo Dipyo mengintimidasi tapi musuh malah terkekeh.

"Kupu-kupu emas...." jawabnya dengan seringai licik.

Amarah Heo Dipyo tersulut ketika mendengar fitnah, tentang mendiang Suk Chin dari mulut kotor musuhnya. Tanpa menunggu lama, kepala itu terpenggal tanpa ampun.

Sementara Seonsang Yun sibuk membebaskan para sandera di balik jeruji besi.

"Yun!!" teriak Heo Dipyo berlari kencang ke arah Seonsang Yun. Gadis itu mengikuti ke arah mata Heo Dipyo tertuju.

Sriiiiiiing!!

Seonsang Yun melirik ke belakang, merasakan akan ada serangan dari arah belakang. Seonsang Yun menekuk lutut kiri, lalu berputar ke belakang dengan kaki kanan menangkis ke atas pedang yang akan menghunus tubuhnya, hingga pedang itu terbang ke udara.

Seonsang Yun kembali melompat dengan berpijak pada bahu musuh, mengibaskan pedang miliknya hingga pedang musuh yang terbang melayang itu, terlempar semakin jauh dari musuhnya.

Pemandangan ini membuat langkah kaki Heo Dipyo terhenti sejenak, melihat pedang musuh yang melayang terbang tadi justru menusuk punggung musuh lain, yang tanpa di sadari Heo Dipyo sudah berada di depan matanya.

Brugh!!

Terkejut, syok, sekaligus bingung. Dari mana Wanitanya mempelajari ilmu mematikan ini?

Begitu musuh Seonsang Yun tanpa senjata, Wanita itu mengarahkan pedangnya tepat ke arah jakun musuh. Ia membuat luka kecil disana, hingga meneteskan butiran darah.

"Aku tahu dimana keluargamu. Bukankah margamu Kwan...?" kata Seonsang Yun dengan seringai kejinya.

"...."

"Ratu bisa menghukum gantung seluruh keluargamu. Apa itu maumu?" tanya Seonsang Yun yang menendang kuat lutut Pria tak berdaya di hadapannya hingga jatuh berlutut sementara ujung pedang Wanita tersebut, masih setia terarah ke jakun musuhnya.

"Apa maumu? Wanita bertopeng?"

"Katakan padaku siapa, yang memerintahmu?" tegas Seonsang Yun.

"Kau bisa menjamin keluargaku akan aman?" tatapan curiga itu terpancar dari kilatan mata sang musuh.

"Ya,"

"Yang memerintahku"

Batsh!!

"Hkkkh! Khhhh!!" pekik kesakitan itu terdengar jelas saat sang musuh meregang nyawa ketika tiga anak panah menghujam jantungnya sekaligus.

Rupanya ada pihak lain yang berusaha membungkam tawanannya!!

Saaaath!!

Shaaaaat!!

Belasan anak panah menuju ke arah Seonsang Yun. Dengan gesit ia mengibaskan pedang ke arah tiap anak panah yang meluncur bebas ke arahnya. Heo Dipyo turut menghalau anak panah beracun berusaha sekuat tenaga melindungi Wanitanya.

Pria bersurai hitam tersebut segera mencari lokasi dimana arah anak panah tersebut berasal, setelah serangan itu sempat terhenti sejenak.

Pria ini tersenyum sinis setelah mengetahui titik buta dimana musuh diam bersembunyi. Heo Dipyo menggunakan peluit tradisional memberi kode dimana titik koordinat musuh bersembunyi. Maka semua pasukannya yang dipersenjatai busur panah, langsung melesatkan anak panah panas, pada lawan yang hampir membunuh Pemimpin mereka.

Seonsang Yun dan Heo Dipyo saling membelakangi, merapatkan punggung mereka satu sama lain, bersikap siaga dengan sebilah pedang di tangan masing-masing. Tiga musuh di depan, dan tiga musuh berjaga di belakang.

"Menyebar" instruksi Heo Dipyo berusaha memecah belah jumlah musuh.

Mata Seonsang Yun terkunci pada sebuah tulisan tangan di tanah, di samping mayat musuh bermarga Kwan.

Kwon Jae He eja Kotoko dalam batinnya.

Satu lawan di tebas kedua tangannya. Ia kini menyita pedang lawan!! Ia menusuk leher lawan kedua dan ketiga tanpa kesulitan yang berarti. Lalu berlari ke arah Heo Dipyo.

"Sudah ada pengakuan dari salah satu musuh kita bahwa Kwon Jae He lah yang berada dibalik penculikan para Gadis. Sekarang tinggal sisakan satu orang untuk dijadikan saksi." Pinta Seonsang Yun mengejutkan Heo Dipyo.

"Sebelum mati dia menuliskan pengakuannya di atas tanah" tambah Seonsang Yun mantap. Ya, memang sekarang, tinggal ada satu orang musuh yang masih hidup.