Hembusan angin sekaligus rimbunnya perkebunan teh yang terhampar luas menambah pesona tempat itu. Ratu Seonha berdiri menikmati suasana sambil menunggu seseorang yang kata In-Su, sangat ingin bertemu dengannya.
"Nona Ha-Neul, silakan ikuti saya" panggil In-Su setelah menghilang selama 15 menit.
Ketika Hyun-Jae melangkahkan kaki mengikuti Ratu, In-Su menghentikan langkahnya. Lelaki itu berbalik dan berdehem sejenak.
"Maaf Panglima Hyun-Jae. Ini hanya antara Ratu dan Biksu Dam" larang In-Su sesuai perintah. Hyun-Jae hanya menoleh menatap Ratu Seonha cemas.
Gadis itu hanya mengangguk perlahan kepada Hyun-Jae, lalu berjalan kembali mengikuti In-Su. Suara pintu tergeser terdengar, In-Sun mempersilakan Ratu masuk, tanpa dirinya. Ratu berjalan memasuki ruangan mungil yang di desain indah.
Ya, desain rumah kayu terindah yang pernah Ratu lihat sebelumnya. Ratu melihat sosok seorang Biksu yang duduk tenang di atas kursi kayu. Biksu itu segera bangkit dan memberi salam.
"Saya senang, akhirnya Anda, dan dua saudara Anda benar-benar datang memenuhi panggilan kami" kata Biksu itu sambil tersenyum teduh.
"....."
"Bukankah Anda Putri dari Raja Keito?"
Deg!!
Bola mata indah itu spontan terbelalak lebar. Apa Biksu ini ada hubungannya dengan kejadian aneh yang menimpa dirinya, Kotoko dan Hiroshi?!
"Bagaimana Anda tahu...."
"Komainu, Hato dan Kitshato memberi saya kabar baik itu" potong sang Biksu sambil menuangkan secawan teh mint lalu menyodorkan pada Hamari.
Gadis itu pun duduk berhadapan dengan Biksu.
"Apa Anda Tuan yang di maksud tiga makhluk suci itu?"
"Masih ada dua orang lagi Tuan Putri Hamari" wajah sang Biksu begitu tenang dan damai ketika mengucapkannya.
"Jadi, bagaimana hasil ujian yang Raja Keito berikan? Apa kalian mendapatkan pencerahan di tempat ini?" sang Biksu menatap penuh penilaian, menyorot pada kedua mata Hamari dalam.
"Ya."
"Itu sangat bagus. Bersiaplah. Kalian akan kembali ke tempat yang seharusnya kalian berada"
"Apa...Ha-Neul Arang akan kembali setelah saya pulang?"
"Tidak. Ha-Neul, Jee Kyung, dan Kim Yeon-Seok, mereka telah tiada sejak kalian menumpang nama"
"Jadi, kami menggantikan posisi orang-orang yang telah mati?!" karena syok berat Hamari bangkit dari duduknya.
"Bagaimana bisa mereka semua, maksudku anggota keluarga Ha-Neul, Jee Kyung bahkan Yeon-Seok tidak menyadari mereka telah tiada?"
"Karena di detik terakhir hidup mereka, kalian datang terseret kemari dengan mengambil identitas mereka"
"Kapan kami pulang? Setidaknya beri tahu kami kapan, sehingga kami bisa berpamitan dengan keluarga kami yang di sini" tanya Hamari sendu di respon dengan senyuman bijak.
"Saya senang, kalian menganggap keluarga mereka adalah keluarga Anda sekalian. Tapi maaf. Saya tidak bisa memberi tahu kapan tepatnya. Saya hanya dapat membaca dimana peperangan tak dapat dihindari lagi, maka saat Penguasa baru telah di tentukan Ratu Seonha, saat itulah ujian kalian berakhir" jawab Biksu menyesal tak bisa banyak membantu.
Ratu Seonha terlihat keluar dari tempat ia bertemu dengan sang Biksu. Sejak saat itu, Ratu berubah menjadi begitu pendiam. Hyun-Jae sempat khawatir dengan perubahan emosi sang Ratu. Ketika Ratu di bawa oleh kereta kuda, Ratu sudah mengubah penampilannya dari penjual bunga keliling menjadi Ratu Seonha.
Heo Dipyo dengan segudang penyamaran, menyamakan derap langkah kaki kudanya mendekati Hyun-Jae.
"Kalau kau mencemaskannya sampai seperti ini, kenapa kau tidak tanyakan apa yang terjadi padanya sekarang?"
"Kami punya cara sendiri untuk saling berbagi. Biarkan dia dengan segudang masalah di kepalanya untuk saat ini. Tapi hari ini juga akan ku pastikan mengetahui apa yang membuatnya seperti ini" jawab Hyun-Jae datar.
"Kau yakin mau menunda? Kalau kulihat wajahnya tadi seakan apa yang dia miliki suatu saat nanti akan segera terenggut darinya" tebak Heo Dipyo membuat Hyun-Jae berpikir keras.
"Diam dan bersembunyilah. Sebentar lagi kau akan kembali ke tempat Tuan Beom Ho dan Putranya" jawab Hyun-Jae dingin.
Tae-Young bergegas mendekati Heo Dipyo meminta sang Perdana Menteri mengikuti arah yang ia tuju.
"Aku ingin turun sebentar. Tolong berhenti sekarang" kata Ratu Seonha, setelah membuka sedikit tirainya.
Kereta kuda tersebut akhirnya melambat dan berhenti. Ratu Seonha keluar dan berdiri sambil memperhatikan seluruh Prajurit yang mengawalnya.
"Aku tidak akan lama jadi jangan ikuti aku kecuali Hyun-Jae" tegas Ratu.
Hyun-Jae melompat turun dari atas kuda. Ia bergegas mengawal Ratunya menuju bukit.
"Yang Mulia jangan terlalu jauh"
"Kali ini saja tolong turuti keinginanku" jawab Ratu Seonha tetap melangkah maju.
Ketika ia merasa jarak mereka cukup jauh dari rombongan mereka, Ratu Seonha menghentikan langkahnya.
"Apa yang diutarakan Biksu hingga Anda secemas ini?"
"Aku berusaha menghindari peperangan tapi kedepannya itu tidak akan bisa dicegah lagi"
"Anda juga harus menepati janji Anda Yang Mulia. Karena Heo Dipyo telah menahan dirinya sampai saat In-Su datang padanya. Mohon jangan halangi dia lagi untuk turut andil berperang." Kata Hyun-Jae setelah begitu lama ingin mengatakan hal ini.
Tiba-tiba Ratu Seonha memeluk Hyun-Jae dengan sangat erat.
"Jangan khawatir. Kami pasti akan tetap disisi Anda sampai akhir Yang Mulia" tandas Hyun-Jae berusaha memahami isi hati Kekasihnya itu.
"Jika aku meninggalkanmu, kau harus tetap melanjutkan hidupmu. Berjanjilah" lirih Ratu Seonha semakin erat memeluk Hyun-Jae.
"Apa yang Anda katakan? Jangan berkata seolah kita akan berpisah. Anda akan baik-baik saja sampai akhirnya, sepupu Anda Hwan Chin menjadi Raja"
"Dan..., sesuai janji, kita akan menjauh dari Istana. Lalu hidup bahagia di kediaman sederhana kita nanti" kata Hyun-Jae kini ia membalas memeluk erat Ratu Seonha.
Pria ini tidak mengerti kenapa Ratunya selalu membicarakan tentang perpisahan? Kali ini, Hyun-Jae benar-benar ketakutan Kekasihnya menghilang secara tiba-tiba.
"Tak lama lagi perang akan berlangsung Hyun-Jae, artinya aku juga harus bersiap untuk menang atau pun kalah. Aku hanya membayangkan kekalahan itu di dalam kepalaku"
"Kita pasti menang. Kau hanya gugup jangan pernah mengucapkan kata perpisahan lagi. Aku benar-benar tidak menyukainya" potong Hyun-Jae bersungut-sungut.
Aku akan merindukan ekspresi itu, suara itu, dan pelukannya ini. Batin Hamari kemudian teringat pertanyaannya kepada Biksu.
"Jika..., aku memutuskan untuk tidak pulang dan menetap disini, adakah caranya agar tidak kembali?" Ratu Seonha terbayang pertanyaannya kepada sang Biksu.
"Tidak bisa. Yang tidak seharusnya berada disini cepat atau lambat harus segera kembali. Jika yang bersangkutan berusaha melawan ketentuan ini, maka dia akan lenyap. Dan terlupakan baik di sini mau pun di tempat asalnya" kenangan akan jawaban Biksu memudarkan lamunannya.
"Mari kita kembali. Jangan biarkan Istana tanpa Penguasa dalam waktu yang cukup lama" kata Hyun-Jae menyadari Ratu Seonha kembali melamun tadi.
Ia menggandeng Ratu, dan bergegas menuju rombongannya lagi. Ratu berjalan mendekati kereta kuda lalu sesuatu melesat melewati wajah Ratu Seonha dengan cepat.
Bats!!
Ratu terdiam mematung karena syok. Hyun-Jae berlari menghampiri Ratu Seonha dan mendapati sebuah surat, melekat bersama anak panah yang menancap tepat di bagian badan kereta kuda. Hyun-Jae segera menarik anak panah, dan mengambil surat tersebut lalu membacanya dengan seksama.
Kematian Ratu Seonha sudah didepan mata begitulah isi surat bertinta merah darah di tangan Hyun-Jae. Pria itu mencengkeram kuat kertasnya.
"Apa isinya?"
"Yang jelas mulai sekarang Anda tidak bisa mengurangi pengawasan seperti biasa. Hamba akan segera meningkatkan jumlah pengamanan untuk Anda. Masuklah Yang Mulia" tegas Hyun Jae membuat Ratu Seonha merasa bingung.
Kenapa Hyun-Jae begitu pucat setelah membaca isi surat itu? Sekarang malah dia akan meningkatkan jumlah pasukan untuk menjaganya.
"Yang Mulia!! Yang Mulia Ratu!! Mohon tunggu sebentar!!" teriak seorang Wanita muda yang datang entah dari mana.
Ia terlihat sangat panik tapi kini ia memandang takut wajah Hyun-Jae, ketika saat ia akan mendekati Ratunya, Hyun-Jae mengacungkan pedang ke arah lehernya. Ratu Seonha menatap tajam Wanita muda yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Turunkan pedangmu Hyun-Jae. Dia tidak berbahaya" perintah Ratu Seonha sangat jelas.
"Kenapa kau disini?"
"Yang Mulia....." orang ini malah bersimpuh serendah mungkin sambil menangis setelah Hyun-Jae menyarungkan kembali pedang andalannya.