"Ya, saya mendengar tentang adanya pasukan bulg-eun dal langsung, dari Putri Perdana Menteri Suk Chin. Sebentar. Sepertinya Nona Jee Kyung masih belum sampai" balas Ratu Seonha mencari sosok Jee Kyung.
"Nona Jee Kyung sudah hadir" In-Su tersenyum begitu melihat sosok Wanita menggunakan caping bercadar.
"Wah, bagaimana bisa Anda langsung mengenali Nona Jee Kyung?" tanya Ratu Seonha terkejut.
"Kami dibesarkan dilingkungan yang sama sejak kecil. Yang Mulia" jawab Jee Kyung menghampiri Ratu sambil memberi hormat. Setelah itu, ia berlari menuju In-Su dan duduk di samping Pria itu.
"Kau pasti tahu kenapa Ayahku memutuskan melakukan hal bodoh itu bukan? Aku tahu kalian sangat setia pada Ayahanda, tapi kenapa kalian mengabulkan permintaan bodoh itu? Kenapa?" pertanyaan menuntut Jee Kyung berubah menjadi tangisan kecewa.
"Ini semua demi melindungi Putrinya, melindungi Ratu dan Negeri ini dari kejahatan Kwon Jae He. Beliau berkorban bukannya bunuh diri. Seandainya permintaan Tuan Suk Chin tidak kami kabulkan, maka jelas Tuan Heo Dipyo lah yang akan dijadikan kambing hitam"
"Tuan Heo saat itu terancam akan dipenggal tapi Perdana Menteri Suk Chin ingin menggantikan posisinya"
"Bahkan, meski pun saat itu Tuan Heo Dipyo terpenggal, Kwon Jae He tak akan melepaskan Menteri Suk Chin sekeluarga. Karena beliau yang menyimpan bukti kejahatan mereka." Jawab In-Su panjang lebar.
"Ada wasiat yang ditinggalkan Tuan Suk Chin kepada Tuan Heo Dipyo. Dan kami berada di sini untuk menunaikan apa keinginan terakhir dari beliau" In-Su melanjutkan.
Terdengar suara kepakkan sayap di langit semua mata menatap ke arah burung merpati yang hinggap di pergelangan tangan Heo Dipyo. Ia membuka isi surat dan menatap tajam pada In-Su.
"Anak buahmu memberi tahuku bahwa Kwon Jae He dalam perjalanan menuju kediaman Tuan Beom Ho" kata Heo Dipyo pada In-Su.
"Baiklah. Jebakan dimulai" kekeh In-Su sambil memberi kode untuk pemilik kebun agar membebaskan 30 burung gagak dari dalam sangkar.
Saat seluruhnya terbang ke langit, anak buah In-Su dan sekutunya bahu membahu memberi peringatan pada Kwon Jae He bahwa bulg-eun dal belum musnah dari muka bumi. Mereka menerbangkan layang-layang raksasa, bergambarkan lambang bulan merah darah sebagai peringatan.
"Anda selama ini diteror bukan? Dengan senang hati kami akan balaskan dendam Anda, pada Kwon Jae He tiga kali lipat dari apa yang telah Anda rasakan, Yang Mulia" kata In-Su seenteng mungkin.
"Dia juga harus bertanggung jawab atas kematian Tuan Suk Chin. Kali ini kami tidak akan melepaskannya" In-Su menggenggam erat gagang pedangnya yang berhiaskan gambar burung Phoenix sedang mengepakkan sayap. Itu adalah pedang peninggalan mendiang Menteri Suk Chin.
Kediaman Beom Ho.
Di kediaman Tuan Beom Ho, Perdana Menteri Kwon Jae He merasa kecewa sekaligus merasa di permainkan Ayah dan Anak itu. Setelah mengambil stempel Istana lalu menghilang? Apa mereka sengaja menghilang?
"Tuan, mereka tidak ada di mana pun, resimen Jinsae juga kehilangan jejak Tuan Heo Dipyo. Ternyata ada seorang Gadis yang menyamar sebagai Tuan Heo."
"Menarik..., apa ini persekongkolan antara Paman Ratu Seonha dengan bekas calon Suami Ratu? Atau ini ide Ratu?!" teriak Kwon Jae He sambil menendang pintu kuat-kuat.
"Ratu. Kau tahu dimana keberadaan Ratu sekarang?"
"Maaf Tuan. Kami tidak dapat melacak keberadaan Ratu."
"Jadi Tahta sedang ditinggalkan pemiliknya? Dimana kedua orang tuanya?"
"Mereka sedang berada di kuil beberapa bulan ini Tuan" jawab Nam Gill tak berani memandang wajah Tuannya.
Kwon Jae He menghembuskan nafas kasar dari mulutnya lalu mendongak ke langit dan melihat ada dua buah layangan raksasa sedang melintasi langit di halaman kediaman Beom Ho.
"bulg-eun dal...apa mereka sedang mengumumkan perang padaku tanpa arahan seorang Panglima? Mereka pemberani atau mau cari mati" gumam Kwon Jae He.
"Nam Gill!!"
"Ya Tuan"
"Cari seluruh anggota bulg-eun dal, tahan seluruh keluarganya!!"
"Tuan. Mereka begitu licin seperti belut. Kita sudah ingin menghancurkannya sejak setahun ini tapi melihat batang hidung mereka saja, itu sangatlah sulit" Nam Gill mengingatkan bahwa pencarian ini akan memakan waktu lama.
"Ada cara termudah. Heo Dipyo...dia calon menantu dari Suk Chin yang bodoh. Kenapa tidak terpikirkan olehku? Dia ingin melepaskan diri dari kuasaku dengan bersembunyi di balik ketiak calon Ayah Mertuanya? Buahahahaha!!" tawa Kwon Jae He penuh amarah.
"Tahan paksa Do Jin Ah sekaligus Istrinya!" tambah Kwon Jae He memerintahkan.
"Mari kita lihat kau akan keluar dari persembunyianmu atau tidak....Heo Dipyo...." geram Kwon Jae He.
Pikirannya terusik dengan suara seseorang yang memanggilnya dari belakang.
"Hee Bong Soon menghadap Tuan" sapa Cenayang Istana sambil tersenyum manis.
"Kenapa kau kemari? Dan bagaimana kau, tahu aku ada disini?" tanya Kwon Jae menjambak rambut sang Cenayang Istana.
"Sa-saya ada kepentingan dengan Anda Tuan. Jenderal Nam Gill memberi tahu saya, kalau Anda di sini." Jawab Hee Bong Soon takut-takut.
"Jika kepentinganmu tidak menguntungkanku kali ini kau akan ku jadikan makanan buaya" geram Kwon Jae melepaskan cengkeraman tangannya di leher putih Cenayang Istana.
"Anda sudah tahu dimana keberadaan Tuan Muda Hwan Chin?" bisik sang Cenayang membuat Kwon Jae He mulai tertarik dengan informasi ini.
"Jadi kau tahu dimana dia berada?" senyum Kwon Jae merekah sambil mengusap pipi mulus Hee Bong Soon.
"Apa Anda akan..., mengabulkan permintaan saya, jika saya katakan dimana Tuan Muda Hwan Chin berada?"
"Bagaimana dengan Beom Ho? Mereka bersama?"
"Tidak Tuan. Sepertinya Pria Muda berjiwa bebas itu tak tahan dengan peraturan di Istana jadi dia mungkin kabur dari pengawasan Tuan Beom"
"Lalu, dimana Putra Beom sekarang?"
"Berada di Hoehwa Haggyo" jawab sang Cenayang.
Begitu mendengar informasi berharga, ia langsung tak menghiraukan kehadiran Cenayang Istana tapi melenggang menuju Hoehwa Haggyo. Sebuah institusi bagi orang-orang berbakat melukis.
Sebelum kedatangan Kwon Jae He, Hwan Chin yang luput dari pengawasan Ayahnya Beom Ho, melarikan diri ke Hoehwa Haggyo. Darah seninya tidak ingin terkungkung di ruangan sempit yang bagi Ayahnya adalah tempat teraman untuk bersembunyi. Bagaimana bisa dia hanya berdiam diri di satu tempat sementara biasanya, dia bisa berada di banyak tempat selama seharian penuh.
Ia menikmati setiap ukiran dalam kertas putih yang tintanya masih terlihat basah. Jiwanya terasa bebas kali ini. Tapi seseorang menarik lengannya dengan kasar.
"Kau!! Biarkan aku disini sementara waktu. Ayolah..." protes Hwan Chin yang akhirnya ketahuan juga.
"Nyawa Anda dalam bahaya kenapa bisa Anda seceroboh ini. Ikuti saya sekarang" tegas Tae-Mu kesal.
Pria muda ini, membuat Tae-Mu kelabakan setengah mati begitu mendengar laporan dari seorang Dayang kalau Tuan Mudanya menghilang.
Sekarang, ia masih berusaha melepaskan diri berencana kabur lagi dari cengkeraman utusan Ratu. Bukan Tae-Mu namanya jika menyelesaikan masalah dengan berisik. Karena Tae-Mu lebih suka membereskan masalah dengan senyap.
Terbukti waktu Tuan Mudanya berbalik badan hendak kabur, ia mencekal leher Tuan Mudanya dengan lengan, lalu menotok di titik dimana kesadaran seseorang akan segera dapat dilumpuhkan.
Benar saja...Hwan Chin langsung tak sadarkan diri. Tae-Mu langsung memanggul Pria muda itu di atas bahunya. Di saat Hwan Chin dan Tae-Mu melenggang menjauh dari Hoehwa Haggyo, pasukan resimen Jinsae bermunculan menggeledah tempat yang sarat akan pengunjung itu.
"Kalian menemukannya?" tanya Kwon Jae He sesantai mungkin.
"Sepertinya Tuan Hwan Chin sudah meninggalkan tempat ini. Kata salah satu tuna wisma yang kerap kali melewati tempat ini, Tuan Hwan Chin bergerak ke arah selatan" jawab Nam Gill yang tidak menyadari bahwa tuna wisma tersebut salah satu anak buah Heo Dipyo.
Ya, karena Heo Dipyo telah menerima permintaan mendiang Menteri Suk Chin untuk menggantikannya menjadi Panglima bulg-eun dal. Artinya, sekarang Heo Dipyo telah memiliki dua pendukung yang masing-masing anggotanya memiliki ribuan pasukan hantu pribadi.