Ratu Seonha bangkit dari duduknya ia turut bersimpuh di depan Heo Dipyo yang larut dalam tangis pilunya.
"Heo, kau mengerti makna dua gambar itu?"
Heo Dipyo menatap kalut Ratu lalu mengangguk kecil.
"Hyun-Jae"
"Ya,"
"beri perintah seluruh anak buah Heo Dipyo mencari keberadaan bulg-eun dal. Dan bawa pemimpin mereka kepadaku segera. Atur pertemuan rahasia kami" kata Ratu Seonha sambil menatap tajam Hyun-Jae.
"Laksanakan" jawab Hyun-Jae, melangkah menjauh tapi tangan Hyun-Jae di tahan Heo Dipyo.
Tangan Heo Dipyo yang membawa benda kecil peninggalan Menteri Suk Chin itu bergetar, terulur ke arah Hyun-Jae.
"Pastikan mereka menunjukkan benda ini saat bertemu dengan pimpinan sementara bulg-eun dal. Katakan mawar hitam di antara kupu-kupu emas" tegas Heo Dipyo yang diterima tanpa pertanyaan lebih lanjut oleh Hyun-Jae karena setelah mengambil alih benda kecil tersebut, Hyun-Jae langsung bergegas meninggalkan tempat itu.
(Mawar hitam: Heo Dipyo)
(di antara: Menerima perintah)
(kupu-kupu emas: Panglima Suk Chin)
"Kau bisa mengatakan padaku apa maksud dari pemberian Menteri Suk Chin ini?" tanya Ratu Seonha menepuk bahu Heo Dipyo perlahan.
"Sehari sebelum kejadian Menteri Suk Chin meminta hamba melepas Jee Kyung. Ternyata alasan beliau meminta hamba untuk melakukannya karena dua lambang ini" jawaban Heo Dipyo menambah daftar pertanyaan dalam benak sang Ratu.
"Lambang apa itu sebenarnya?"
"Penyatuan kekuatan. Yang bisa melumpuhkan kekuasaan Anda. Dan membuat kekuasaan Kwon Jae He semakin besar hingga mampu mengendalikan Penguasa sekali pun" jawab Heo Dipyo menunduk.
"Dengar. Kau tahu aku sudah menyembunyikan Paman Beom Ho dan Putranya. Sekarang giliranmu untuk bersembunyi"
"Tidak. Yang Mulia ini pertarungan hamba dan Paman hamba."
"Bukan sekarang saatnya Heo. Ketika kita berhadapan langsung dengan pimpinan sementara bulg-eun dal, maka saat itu juga kau layak bertarung dengannya." Kata Ratu tanpa ragu menyorot kedua mata Heo Dipyo yang sayu.
Tangan Ratu menepuk bahu Heo kembali, mencoba memberi kekuatan pada Pria yang dicintai Kotoko.
"Kumohon turuti permintaanku. Demi Jee Kyung kau tak boleh kalah sebelum perang dimulai" bisik Ratu ditelinga Heo Dipyo.
Pria itu mengangguk. Terdengar suara siulan dari arah jendela ruang kerja Ratu.
Tanpa berpikir lagi Ratu Seonha berlari menuju jendela. Seorang Pria berseragam serba abu-abu datang menjemput Heo Dipyo. Ratu mengizinkannya masuk lewat jendela, kemudian pria tersebut memberikan hanbok untuk penyamaran Heo Dipyo.
"Kalian bergantilah pakaian, aku akan keluar. Tunggu sampai aku kembali bersama dua orang lainnya" instruksi Ratu Seonha.
Sang Ratu keluar dari ruangannya berjalan menuju Taman Istana. Di sana, sudah menunggu dua Gadis yang akan mengelabui orang-orang.
Lima belas menit berlalu, Ratu memutuskan kembali menemui Heo Dipyo bersama dua Gadis lainnya.
"Gunakan rompinya untuk menutupi wajahmu" kata Ratu tersenyum geli melihat Heo Dipyo dan Tae-Mu yang kini menggunakan busana Wanita.
Buru-buru kedua lelaki itu meninggalkan ruang kerja Ratu, menghilang dari Istana menggunakan tandu yang disiapkan langsung oleh Ratu.
Satu jam kemudian, Ratu memerintahkan kedua Gadis dihadapannya berganti pakaian menyamar sebagai dua orang Pria.
"Yang Mulia wajah hamba masih bisa dikenali" salah satu Gadis merasa penyamarannya akan terbongkar hanya dalam sepersekian detik saja.
"Gunakan caping bercadar ini. Akan ku bantu kalian keluar dari sini." Jawab Ratu sambil menyodorkan dua caping bercadar pada kedua Gadis tersebut. Ia membimbing mereka keluar dari ruang kerjanya.
"Jangan katakan pada siapa pun mereka adalah Heo Dipyo dan rekannya. Mereka sedang menjalankan misi penyamaran. Sampai identitas mereka terbongkar, kalian akan langsung di keluarkan dari Istana. Mengerti?" perintah Ratu kepada para Dayang dan Prajurit di sekitar mereka sambil memberi kode agar Heo Dipyo dan rekan palsunya, segera meninggalkan Istana.
Ratu menutup kembali ruang kerjanya. Dia tidak bisa mengontrol detak jantungnya khawatir semua rencananya gagal ditengah jalan. Ia menepuk-nepuk dadanya lalu menghembuskan nafas melalui mulut berulang kali.
"Tuan Kim Yeon-Seok ingin menghadap" kata Pengawal diluar.
Ratu Seonha segera menyingkir dari pintu, menuju jendela ingin menghirup udara segar.
"Masuklah" Suara derap langkah kaki berlari menuju ke arahnya.
"bulg-eun dal telah ditemukan. Kau, harus segera menemuinya" kata Yeon-Seok terengah-engah.
"Pertemukan aku pada Pemimpinnya" jawab Ratu Seonha menatap tajam Yeon-Seok.
Gibang.
Di Gibang, ke empat Pria paruh baya yang bekerja sebagai Perdana Menteri akhirnya terbangun dari tidur nyenyak mereka.
"Anda sekalian sudah bangun? Silakan cicipi sup ini untuk meredakan efek alkoholnya" Tawar Jag-eun berbasa basi.
Setidaknya, dengan begitu mereka bisa mengulur waktu. Tanpa rasa curiga ke empat orang itu memakan sup jagung hangat sampai kenyang. Tiba-tiba terdengar ada keributan diluar. Seseorang sedang mencari keberadaan Kwon Jae He rupanya.
Pria bernama Kwon Jae He akhirnya keluar dan melihat siapa orang, yang sedari tadi mencarinya.
"Tuan apa perintahnya di tiadakan?" tanya salah satu anak buah dari Goldeun deulaegon mencoba mencari tahu penyebab selama dua jam tak ada perintah untuk keluar dari kediaman Heo Dipyo.
"Berapa lama kami tertidur ya ampun" kata Kwon Jae Hee menepuk dahinya sendiri.
"Apa Heo Dipyo sudah di bebaskan dari penjara?" tanya Kwon Jae He menatap penuh selidik.
"Ya, Tuan. Beliau sedang berjalan menuju pasar" jawaban ini membuat si Kwon Jae mengernyit heran.
Untuk apa seorang Heo Dipyo pergi ke pasar siang-siang begini?
"Gadis bernama Jee Kyung apa dia masih terjebak di sini?" tanya Kwon Jae menatap tajam Jag-eun yang sedari tadi berada di belakangnya.
"Dia sudah di pindah tugaskan Tuan. Tidak mungkin seorang Gisaeng kelas rendahan dapat berkeliaran di sepanjang jalan. Jadi jangan khawatir dia tidak akan kabur" jawab Jag-eun jantungnya mulai berdegup sangat kencang. Ia khawatir, detak jantungnya dapat terdengar si keji Kwon Jae He.
"Lalu Gisaeng yang belum lama ini resmi masuk ke Istana, siapa nama aslinya?"
" Seo Yoo-Ra"
"Nama yang cantik, Seo Yoo-Ra... Seo Yoo-Ra" gumam Kwon Jae sambil berjalan keluar Gibang masih menyebutkan nama Seonsang baru.
"Nona Ah-In, Anda boleh keluar sekarang" Jag-eun memanggil salah satu sahabat baik Jee Kyung.
"sebarkan kepada para tuna wisma bahwa Kwon Jae He siap beraksi" tandas Jag-eun pada Ah-In.
Tanpa kata, Ah-In bergegas berlari menuju sungai Yalu mencari para Tuna Wisma gadungan untuk memberi informasi. Begitu Ah-in membisikkan sesuatu pada pimpinan tuna wisma, Pria berusia 43 tahun itu mengangguk-anggukkan kepala lalu memberi isyarat pada Ah-In agar kembali ke kediamannya.
Pria tersebut menuliskan sesuatu di sepucuk kertas lusuh, melipat kecil, dan di ikatkan ke kaki burung merpati. Burung itu terbang melambung tinggi di angkasa.
Perkebunan Teh.
Di sebuah kebun teh, berkumpullah Heo Dipyo selaku Panglima laskar Mugunghwa, Hyun-Jae selaku Panglima resimen Baehwa, terakhir In-Su selaku Pimpinan sementara bulg-eun dal. Mereka sedang menunggu kedatangan Ratu. Kali ini, Ratu memilih keluar dengan menyamar sebagai seorang penjual bunga.
"Sudah lama menunggu?" tanya Ratu Seonha sambil tersenyum pada para pria di sana. Serempak semua orang berdiri dan memberi hormat.
"Kami baru saja berkumpul Yang Mulia" jawab Hyun-Jae menimpali.
"Saya sedang menyamar jangan tunjukkan identitas asli saya dengan sikap kalian yang seperti ini" bisik Ratu Seonha pada seluruh orang disana.
Mereka tertawa renyah mendengarkan ucapan sang Ratu.
"Ayo, silakan duduk," pinta Ratu Seonha mempersilakan.
"Yang Mulia...."
"Maaf. Untuk saat ini saja panggil saya Ha-Neul" jawab Ratu Seonha meralat.
"Nona Ha-Neul, perkenalkan nama saya In-Su, bagian dari pasukan bulg-eun dal" sapa In-Su ramah.