"Apa kata orang jika hamba keluar dari ruang pribadi Ratu Seonha lebih larut dari ini? Apa Anda ingin ada rumor miring tentang Anda sampai keluar Istana?" tambah Hyun-Jae mulai melunak memberi penjelasan sepanjang mungkin.
"Ini ruang Kerjaku Hyun-Jae, apa yang dilakukan di dalam sini tentu saja bekerja" sahut Ha-Neul kesal bagaimana tidak?! Alasan itu lagi dan lagi. Tidak bisakah mereka hanya sehari...., saja tidak perlu memikirkan soal rumor jika mereka begini dan begitu?
Cup
"????!!!!!" lamunan Sang Ratu buyar seketika begitu mendapatkan serangan dadakan berupa sebuah kecupan mendarat di bibirnya. Hey, sejak kapan Pria itu ada sedekat itu dengannya?! Hyun-Jae tersenyum lalu berbalik badan melangkah menjauh lagi.
"Tadi itu apa?" gumam Ratu linglung.
"Ucapan selamat malam,"
"Ini tidak adil. Hyun-Jae!! Ulangi lagi!!" teriak Ratu Seonha geram mengingat dirinya yang belum siap tadi dan, langkahnya terhenti seketika.
Ia diam mematung ketika para Pengawal dan Dayangnya terperanjat kaget dengan sorot mata penuh tanda tanya menatap kearahnya ketika...ternyata, Hyun-Jae sudah membuka pintunya sebelum ia berteriak tadi. Spontan Pria itu kembali menoleh pada sang Ratu dengan wajah pucat pasi.
"Aku kalah bermain catur denganmu 10 kali. Se-setidaknya kau..., mau mengulangi permainan kita. Aku yakin kau..., kau!! Pasti curang!!" kata Ratu sangat gugup pada Hyun-Jae, yang sudah berdiri di ambang pintu.
Disaksikan seluruh orang di sekitar. Hyun-Jae terlihat menahan tawa melihat ekspresi malu luar biasa di wajah Ratunya.
"Anda hanya...kurang fokus Yang Mulia. Istirahatlah agar besok Anda bisa... berkonsentrasi dalam berbagai hal. Termasuk hal yang barusan. Hamba mohon diri" senyuman lebar kini tercetak jelas di wajah Hyun-Jae.
Semua orang di sana melongok, mencuri pandang dari jarak mereka berdiri tanpa bergeser satu centi pun, ke dalam ruang kerja Ratu mencari keberadaan papan catur di atas meja. Tapi...., sang Ratu malah langsung menutup pintu.
Dibalik pintu, Ratu Seonha berulang kali menepuk dadanya. Bagaimana bisa dia menunjukkan sisi Gadis barbarnya dihadapan Dayang dan para Pengawal.
Penjara Kerajaan.
Beralih ke Penjara Kerajaan. Jam pergantian Prajurit telah dimulai. Ratu Seonha dan Panglima Utama Hyun-Jae sudah merencanakan matang-matang sebelum malam tiba. Keduanya mendistribusikan baju dan persenjataan Pengawal Istana ke kediaman Ha-Serim yang kini menjadi markas Laskar Mugunghwa. Para pendekar yang Ratu rekrut menjadi pasukan khusus Heo Dipyo, mulai beraksi dengan menyamar sebagai Pengawal untuk menyelundupkan Pimpinannya keluar penjara sekaligus dari Istana.
Saat pergantian tersebut, Tae-Mu melewati sel tahanan Heo Dipyo. Ia memasukkan gulungan seragam serba abu-abu ke dalam sel lalu pergi. Heo Dipyo tak menyia-nyiakan kesempatan ia segera berganti pakaian lalu bersiul sekali, memberi kode telah siap meninggalkan Istana.
Ketika seorang Pengawal gadungan membukakan pintu sel tahanan, ada sosok lain yang menggunakan baju tahanan sama persis dengan baju tahanan milik Heo Dipyo bersiap bertukar tempat dengan Heo Dipyo.
Tujuan Laskar Mugunghwa adalah mencari transaksi ilegal yang dilakukan antek-antek Kwon Jae He, atas perintah Kwon Jae He sendiri. Mencari kecurangan dalam hal berbisnis, bahkan membongkar adanya pasukan rahasia sebagai pembunuh bayaran. Hyun-Jae memberi kode agar para Pengawal Kerajaan gadungan tersebut bersiap bertukar posisi dengan Pengawal Kerajaan bayaran yang telah Hyun-Jae siapkan.
Saat pertukaran terjadi, Laskar Mugunghwa melucuti seluruh penyamarannya, dan kini hanya mengenakan seragam serba abu-abu.
Diam-diam, Laskar Mugunghwa dan Resimen Baehwa bertemu di kediaman Ha-Serim. Tentu saja, resimen Baehwa menggunakan penyamarannya sebagai warga sipil. Suara langkah sepatu seseorang terdengar berderak menginjak puluhan dedaunan kering menuju kearah mereka.
"Kemenangan atau kekalahan kami, bergantung di tanganmu Seonsang Yun. Mohon kerja samanya" Hyun-Jae memberi hormat pada Gadis yang menjuluki dirinya sebagai Yun.
"Tunggulah tanda dari saya" jawab Seonsang Yun balas menghormat lalu berjalan memasuki tandu, menuju ke Gibang.
Gibang.
Suasana malam hari ini, di Gibang jauh lebih ramai dari biasanya. Pasalnya ada sebuah pesta pora berkedok rapat rahasia, yang selalu di adakan oleh seorang Perdana Menteri yang terkenal sebagai tukang berhura-hura. Dialah Perdana Menteri fraksi kiri Kang-Dae.
Mereka berbicara, sambil membiarkan dua orang Gisaeng berada di dalam ruangan bersama mereka berempat. Gisaeng Ra-Riem menjamu makan dan arak sementara Gisaeng Jag-eun dall memainkan alat musik. Kang-Dae selalu memilih dua Gisaeng ini untuk memeriahkan pesta poranya.
Ketika Kwon Jae He, Whan Joon dan Man-Shik berlomba-lomba ke belakang karena panggilan alam, diam-diam Jag-eun menghampiri Kang-Dae yang mabuk.
"Tuan Kang-Dae, seberapa kuat antara Anda..., dan Tuan Kwon Jae He?" tanya Jag-eun menuangkan secawan arak untuk Kang-Dae.
"Kau mau membandingkanku dengannya?! Itu terdengar menjengkelkan sekali" protes Kang -Dae mengacungkan telunjuknya ke arah yang salah.
"Anda sepertinya merasa berkecil hati jika didekat beliau. Jangan begitu, saya cuma bertanya. Sekuat apa pasukan militer milik Kwon Jae He dibandingkan Anda" kekeh Jag-eun mencubit pipi gemuk sang empunya acara.
"Maksudmu soal resimen Jinsae? Atau pasukan yang lainnya? Kau harus jelas ingin tahu yang mana?" Kang-Dae mulai melunak. Jag-eun dan Ra-Riem saling memandang satu sama lain.
"Menurut Anda, yang melakukan pembunuhan Perdana Menteri Suk-Chin, dan Istrinya, juga percobaan pembunuhan Putri mereka itu..., tugas pasukannya yang mana?" Ra-Riem mencoba mengarahkan topik.
"Hahaha itu? Jelas hanya bisa dilakukan oleh Pasukan bulg-eun dal...pasukan khusus yang hanya akan bergerak atas satu perintah saja"
"Bulan merah? Terdengar indah tapi mematikan. Siapa yang mereka patuhi itu?"
"Kau...,pasti tidak akan mengira. Mereka hanya mematuhi Suk-Chin...Hahahaha" tawa menggelegar terus terpampang di wajah Kang-Dae.
"Kenapa bisa begitu? Mereka di bentuk oleh Kwon Jae He tapi kenapa mereka justru..., setia pada Suk Chin?" Pertanyaan Ra-Riem hanya dijawab dengan kedua bahu Kang-Dae diangkat tinggi-tinggi.
"Ini rahasia...ini sangat rahasia sssst....besok siang, kira-kira sekitar...matahari setinggi ini..." Kang-Dae mengangkat tangan, keatas kepalanya, lalu menghela nafas panjang, akan memulai kembali ucapannya.
"Resimen Jinsae sebagian kecil akan di bawa ke kediaman Tuan Beom Ho. Untuk meminta kembali stempel Istana yang mereka curi dari Istana. Lalu..., di kediaman Menteri Heo Dipyo, akan datang bala tentara Goldeun deulaegon untuk menjadikannya saingan bagi calon Raja masa depan Hwan Chin".
"Kenapa begitu? Bukankah Tuan Beom Ho adalah Paman dari Ratu? Kenapa Kwon Jae He tidak langsung membuat Tuan Beom Ho atau Putranya menjadi Raja?"
"Kwon Jae He tidak percaya pada apa pun. Siapa pun, baginya bisa menjadi pengkhianat di masa depan. Jadi dia ingin mengadu antara Hwan Chin, dengan Heo Dipyo..."
"Ah, Tuan Kang-Dae, kenapa kau ingin menghadiahiku burung beo? Aku lebih suka perhiasan yang berkilau" tiba-tiba Jag-eun mengubah topik begitu melihat Gisaeng lain di depan pintu, memberi kode bahwa kawanan Kang -Dae dalam perjalanan kembali.
"Kau juga ingin menghadiahiku lukisan? Jangan...,berikan aku sebongkah emas saja Tuan..." kata Ra-Riem disela kawanan Kang -Dae telah datang.
"Ya ampun....dia benar-benar peminum yang buruk. Bagaimana jika kita undi saja siapa yang akan menyeret dia pulang ke rumahnya" keluh Whan Joon jengah setiap kali Kang-Dae mabuk, selalu dia yang memberi tumpangan pulang ke rumah.
"Tuan, jika memang Anda sekalian tidak bersedia mengantar beliau pulang, tidak masalah. Tinggalkan beliau disini, kami yang akan mengurus beliau" potong Jag-eun sehalus mungkin.
"Jag-eun" Kwon Jae He menatap Jag-eun sayu.
"Ya, Tuan"
"Kami ingin bermalam disini siapkan para Gisaeng terbaik untuk kami" kata Kwon Jae He mengagetkan semua temannya yang masih memiliki kesadaran disana.
Bahkan Man-Shik sampai menyemburkan arak yang terlanjur bersarang di dalam mulutnya.
"Wah, Tuan, dalam rangka menyambut apa ini?" senyuman turut berbahagia di ulas oleh Ra-Riem.
"Anggap saja sebentar lagi tangkapan peluang besar akan kami dapatkan." Kekeh Kwon Jae He mengulas senyum kemenangan.
"Tambahkan lima arak lagi!! Kami masih kuat!!" seru Whan Joon bersemangat.
"Kami ambilkan dulu Tuan," Jawab Jag-eun memberi kode pada Ra-Riem untuk segera pergi bersamanya.
Begitu mereka keluar, Ra-Riem bergegas mengambil satu biji dupa untuk disisipkan ke celah pintu setelah di nyalakan. Dupa yang Ra-Riem bawa bukanlah dupa biasa karena efeknya tidak hanya menenangkan tapi juga, dapat berfungsi sebagai obat bius. Setidaknya, mereka akan terbangun di siang bolong.
Sementara Jag-eun bergegas menuju ruang privat lain, berdekatan dengan ruang ganti para Gisaeng. Setelah ia menggeser pintu, terlihat seseorang menggunakan caping bercadar menunggu informasi yang akan disampaikannya.