Kediaman Menteri Suk Chin.
Kim Yeon-Seok merasa begitu resah mencari bukti di dalam kediaman Menteri Suk Chin. Bukti yang menyatakan bahwa kedua orang tua Jee Kyung tidak bersalah. Bagaimana bisa Yeon-Seok berdiam diri mengetahui Kakaknya Kotoko di gelandang ke Gibang? Sialnya, Hiroshi kali ini bukanlah seorang Putra Mahkota seperti dahulu.
Hiroshi kini hanyalah Adik Laki-laki dari Panglima Utama Baehwa yang bernama Kim Yeon-Seok. Sebagai Yeon-Seok dia hanya bisa melakukan hal ini. Dia tidak mungkin terus mendesak Hamari untuk bertindak. Hiroshi tahu betapa rumitnya masalah yang dihadapi Hamari.
Bagaimana pun, Hamari di tempat ini adalah Ratu Seonha. Dia harus memikirkan banyak kepentingan orang, sebelum bertindak. Ia membongkar seluruh ruangan tapi tak ada satu pun bukti, yang ingin ia lihat.
Taman Desa.
Hiroshi berlari keluar dari kediaman Menteri Suk Chin, melangkah tergesa-gesa menuju ke arah Gibang tapi langkahnya terhenti. Jantungnya berdetak kencang ketika mendengar alunan musik di sebuah Taman. Hatinya tergerak ingin tahu siapakah yang sedang bermain musik Ajaeng sambil menyanyi?
Bebas lepas...
Kepakkan sayap terbang tinggi
Menembus awan tanpa batas
Ku berjalan menembus waktu
Tanpa lelah mencari belahan jiwaku.
Menembus waktu...
Tanpa ragu membawaku padamu
Menembus waktu...
Memanggil dirimu cintaku.
Hujan di pagi hari
Pertanda kau akan datang
Suara lonceng di senja hari
Pertanda jarak kita semakin dekat.
Inilah saatnya oh inilah saatnya
Kisahku denganmu dimulai.
Menembus waktu...
Tanpa ragu membawaku padamu
Menembus waktu...
Memanggil dirimu cintaku.
Deruan angin kencang, membuat Gadis berparas cantik itu menghentikan permainan musiknya. Ketika ia menyibakkan rambut yang menutupi mata, ia menatap langsung pada sosok Kim Yeon-Seok.
"Maaf mengganggumu. Aku hanya sekedar lewat dan mendengar seseorang bernyanyi. Ternyata itu Nona. Permisi" ujar Yeon-Seok memilih kabur setelah tertangkap basah.
"Apa kau, selalu lewat sini Tuan Yeon-Seok?" pertanyaan ini sukses membuat Yeon-Seok berbalik dan menatapnya.
"Setiap kali kau datang, kau selalu meminta maaf" kekeh Gadis itu, mengabaikan Ajaeng di atas bangku kayu, lalu berjalan mendekati Yeon-Seok.
"Kau bisa datang kemari kapan pun. Ini adalah tempat umum. Bagaimana penampilanku tadi?" sang Gadis menambahi.
"Kau...,mengenalku?"
"Siapa orang disini yang tidak mengenalimu Tuan, kau sangat terkenal disini. Sikapmu seolah ini adalah awal kita berjumpa. Tapi bukankah kita sudah bertemu setidaknya 3 kali disini? Apa kau juga melupakan namaku?" tanyanya menyelidiki.
"Tuan, apa ingatanmu hanya sampai setengah hari?! Namaku Ah-In. Jangan lupa lagi ya, Ah-In...," protes Ah-In sambil melambaikan tangan pada Yeon-Seok.
Pria itu hanya tersenyum, mengangguk lalu membungkuk berpamitan pada Ah-In. Sudah lama Ah-In menaruh hati pada Yeon-Seok tapi kabar Kim Yeon-Seok menjadi Pasukan khusus Istana, bahkan menjadi satu resimen dengan Kakaknya Hyun-Jae, membuat Ah-In semakin tak memiliki kesempatan untuk bertemu.
Ia kembali berjalan menuju dipan, memainkan kembali alat musik Ajaeng (kecapi besar), yang memiliki tujuh senar tebal yang terbuat dari sutera, disetel di atas badan kayu Paoulonia.
Senar dipasang di atas kayu penyangga. Ajaeng dimainkan dengan cara digesek untuk menghasilkan suara yang rendah dan melankolis.
Dalam perjalanan menuju Gibang, Kim Yeon-Seok dicegat langsung oleh Hyun-Jae. Sang Panglima memberi tahu Adiknya untuk memberikan gulungan Perintah Kerajaan yang berhubungan dengan nasib Jee Kyung. Dengan suka cita, Hiroshi menerima mandat sebelum Kakak Yeon-Seok itu kembali menuju Istana.
Gibang.
Dengan langkah mantap, Yeon-Seok memasuki pintu Gibang bersama lima teman satu resimennya. Ia memanggil Jee Kyung, dan membacakan titah Ratu Seonha. Kali ini adalah titah yang sesungguhnya.
Dengan perintah Kerajaan itu, Jee Kyung harus bekerja di dalam Istana sebagai Seonsang. Sebelum menjabat menjadi Seonsang, status Gisaeng Jee Kyung diubah terlebih dahulu menjadi Haengsu yang merupakan Gisaeng tingkat tertinggi.
Jee Kyung diboyong ke Istana menggunakan sebuah kereta kuda. Dalam perjalanan Jee Kyung dan Yeon-Seok, terlihat...seseorang sedang memperhatikan mereka dari kejauhan diatas kudanya. Dialah Heo Dipyo.
Apa maksud Ratu melakukan ini semua? Apa Ratu Seonha sedang mempermainkanku dan Jee Kyung? Pikir Heo Dipyo bertambah gusar.
Tapi amarahnya mereda, karena kini Jee Kyung bergerak menjauhi Gibang. Dengan cepat Heo Dipyo berusaha sampai di Istana lebih dahulu ia ingin mencari jawaban dari Ratu Seonha.
Kerajaan.
Heo Dipyo menyerahkan kudanya pada salah satu Pengawal lalu berlari ke arah ruang kerja Ratu.
"Kenapa kau sembarangan masuk Heo Dipyo?!" tegur Hyun-Jae yang kebetulan juga berada di dalam ruangan itu bersama Ratu.
"Ratu. Benarkah Anda yang memerintahkan Menteri Suk Chin di penggal dengan dakwaan palsu? Bahkan tega menyeret Jee Kyung masuk ke Gibang?!" tanya Heo Dipyo berusaha menahan amarah.
"Itu ulah Pamanmu Kwon Jae He. Dia mencuri stempel kerajaan dan menggunakan namaku untuk memecah belah hubungan baik kita. Tapi aku tidak bisa mengatakan ini di depan para Menteri yang lain karena itu bisa merusak kepercayaan mereka terhadapku sebagai Ratu. Jadi, karena stempel itu telah kembali ke tanganku, maka ku manfaatkan untuk mengeluarkan Jee Kyung dari Gibang"
"Tapi Anda belum membebaskan statusnya Yang Mulia. Bagaimana bisa Anda tetap menjadikannya seorang Gisaeng!!"
"Paling tidak, dia hanya akan menyanyi di pesta warga kelas atas. Dia bukan Gisaeng biasa Heo Dipyo. Dia telah sah, menjadi Haengsu" tegas Ratu tegas.
"Dan Haengsu yang bekerja di Istana akan kami beri gelar Seonsang. Kau pikir, akan ada orang yang berani macam-macam dengan Nona Jee Kyung setelah Ratu memberi keistimewaan padanya?" kata Hyun-Jae sambil menahan Heo Dipyo, yang mendadak maju ke arah Ratu Seonha.
"Tidak semua Gisaeng bekerja menjual tubuh mereka. Tapi banyak dari mereka, menjual keahlian mereka dalam berbagai bidang karya seni" tegas Ratu mencoba mematahkan label buruk Gisaeng yang terlanjur mendarah daging di seluruh Negerinya.
"Seonsang Jee Kyung ingin menghadap" lapor sang Pengawal dibalik pintu.
"Masuklah" sambut Ratu.
Begitu Jee Kyung muncul dan pintu mulai tertutup rapat, Ratu Seonha menghambur memeluk Gadis itu.
"Maaf aku terlambat menyelamatkanmu. Kau baik-baik saja?" tanya Ratu Seonha matanya mulai berkaca-kaca.
"Tolong katakan apa yang terjadi? Kenapa Anda tega memenggal kepala Ayahanda Jee Kyung?!" tanya Jee Kyung melepaskan diri dari pelukan Ratu.
"Bahkan sekarang kau tak mengenalku lagi Nona Jee Kyung? Tidak. Aku tidak pernah membuat perintah seperti itu. Itu perbuatan..."
"Perbuatan siapa pun itu tetap saja atas nama Anda Yang Mulia. Di sana ada bukti. Stempel Kerajaan yang hanya dimiliki Ratu Seonha." Potong Jee Kyung air matanya tak berhenti mengalir.
"Sekarang Jee Kyung sebatang kara Yang Mulia. Bahkan dengan satu stempel itu, hidup hamba berubah drastis! Seonsang tetaplah Gisaeng tidak ada yang bisa merubah" tambah Jee Kyung terlalu emosional.
"Tetaplah percaya padaku. Jangan seperti ini. Karena Kwon Jae He lah dalang kemalangan keluarga Menteri Suk Chin. Kita harus tetap bersama untuk melawannya" Ratu mencoba meraih kedua tangan Jee Kyung tapi Gadis tersebut segera menepis.
"Apa yang harus hamba lakukan untuk membalas dendam pada Menteri Kwon Jae He?" tegas Jee Kyung.
Spontan, Heo Dipyo berdiri di depan Jee Kyung sekarang.
"Kau masih mau mempercayai orang yang telah mengkhianati kepercayaanmu?" tanya Heo Dipyo tak percaya.
"Di Dunia ini, hanya ada orang kuat dan lemah Tuan Heo. Aku yang lemah ini hanya mampu bersembunyi di balik kekuatan seseorang. Dan dengan kekuatan itu, aku bisa menghancurkan orang yang berani menghancurkan keluargaku" geram Jee Kyung menatap nanar Heo Dipyo.
"Apa kau, seputus asa itu?" tanya Heo sendu.
"Bahkan Pria yang katanya calon Suamiku, tak bisa melindungiku dari Pamannya sendiri. Apa yang bisa kuharapkan?"
Deg!!
Ulu hati Heo Dipyo kini terasa ditusuk berpuluh-puluh kali lipat. Apa kata Jee Kyung tidak ada salahnya. Dia benar. Heo Dipyo tidak bisa membujuk satu pun orang untuk mendukungnya.
"Pastikan satu hal saja Tuan Heo Dipyo. Anda berada dipihak siapa? Kwon Jae He atau Han Jee Kyung?" tegas Jee Kyung menatap lekat mata Heo Dipyo. Pria itu hanya diam seribu bahasa.