Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 93 - Tidak sepantasnya seorang Ratu berlutut

Chapter 93 - Tidak sepantasnya seorang Ratu berlutut

"Mulai sekarang Putra Paman tidak akan lepas dari pengawasan Kwon Jae He. Bisa jadi diluar sana, Putramu melakukan banyak hal yang dapat merugikan seluruh anggota Kerajaan bahkan rakyat sekali pun atas desakan Kwon Jae He," Jawab Ratu Seonha setenang mungkin sebelum meminum teh.

"Menurut Paman, di manakah tempat paling aman bagi Putra Paman sekarang?" tambah Ratu setelah meminum beberapa teguk teh hangat.

"Jangan berpikir membawa Putraku masuk ke dalam Kerajaan ini!"

"Baiklah. Artinya, jika Putra Paman membuat masalah lagi, akan lebih baik dia dihukum mati saja bukan?"

"Kau!!"

"Jika dia berada dalam pengawasanku, akan berbeda jadinya. Kali ini akan ku lepaskan Sepupuku, tapi tidak di lain waktu Paman, mengingat hubungan keluarga kita" ketegasan Ratu Seonha terdengar bagai ancaman di telinga Pamannya.

"Apa kata-katamu bisa ku pegang? Jika kuserahkan Hwan Chin padamu, dia akan aman?" tampak sang Paman mulai berpikir sejenak menimbang baik buruk jika ia melakukan ini dan itu.

"Akan ku pastikan dia sebagai penerus Tahta Kerajaan ini"

"Aku Beom Ho tidak bersedia menjadikan Putraku Hwan Chin sebagai Raja Negeri ini." Tangan Beom Ho mencengkeram kuat-kuat cawan di tangannya bahkan kini tangan itu meneteskan darah segar.

Apa yang di pikirkan Keponakannya? Tawaran Kwon Jae He untuk merebut Tahta saja ditolaknya mentah-mentah.

"Paman!! Apa yang kau lakukan?!" kini Ratu Seonha berdiri menghampiri Pamannya dan berlutut di hadapan Beom Ho.

"Masa depan Kerajaan ini tidak berada di tanganku Paman. Tapi di tangan Hwan Chin. Selama ini aku menjaga Tahta demi Putramu. Aku menduduki Tahta juga demi keutuhan Kerajaan ini. Jika aku tidak menggantikan Ayahanda dulu, maka peperangan besar akan tercipta hanya karena Kwon Jae He melancarkan tipu muslihatnya"

"Mohon jangan halangi Hwan Chin menjadi penguasa setelah saya pergi Paman" ratap Ratu Ha-Neul menangis sambil bersimpuh di kaki Beom Ho.

"Tidak sepantasnya seorang Ratu berlutut di depan Rakyat jelata seperti Hamba. Berdirilah"

"Tidak. Aku bersimpuh di depan Pamanku sendiri. Aku sedang memohon padamu, layaknya aku memohon pada Ayahandaku sendiri"

"Heis!! Anak ini!! Keras kepalamu tidak pernah berubah" omel Beom Ho mencengkeram kedua bahu Ratu, lalu memaksanya berdiri tegak.

"Kau bisa menikah dan memiliki Putra Mahkota. Kenapa kau malah tidak melakukannya dan membuat keputusan konyol?" bisik sang Paman kecewa.

"Jika aku menikah, maka yang menduduki Tahta adalah Suamiku. Kwon Jae He bisa menggunakan Heo Dipyo untuk menggantikan Hyun-Jae sebagai Raja dan apa dayaku jika itu terjadi? Aku hanya seorang Putri yang tidak memiliki kekuatan bahkan kekuasaan saat itu terjadi"

"Tapi jika aku menjadi Ratu, bukankah akan ada banyak orang yang dapat di selamatkan dari peperangan?"

"Lalu kau, mengorbankan Putraku Hwan Chin untuk bisa hidup bersama Pria bernama Hyun-Jae?" Beom Ho mulai bisa membaca arah pembicaraan Ratunya. Bahkan ucapannya kini terdengar sinis.

"Itu tidak tepat Paman. Lebih tepatnya, aku memberikan Tahta kepada seseorang yang lebih cakap dan lebih berhak memerintah Kerajaan ini. Jangan sembunyikan lagi kemampuan, kecerdasan bahkan potensi Hwan Chin. Meskipun dia terlahir dari seorang Gisaeng, tapi dia tetaplah Putramu. Keluarga Kerajaan"

"Lagi pula Wanita itu sudah lama tiada jika ada yang berani mempermasalahkan asal usulnya, aku sendiri yang akan menghukum cambuk orang yang berani, menghina anggota Kerajaan". Kesungguhan hati Ratu Seonha membuat Beom Ho melunak.

"Selama ini aku menyembunyikannya dari tempat ini. Tapi tidak kusangka karena dia terpojok, akhirnya dia berhasil melacak keberadaan Putraku dan memanfaatkan status Putraku dengan licik" kekeh Beom Ho ingin mencekik Kwon Jae He sampai mati.

"Maka jangan hanya tinggal diam Paman. Umumkan pada Kwon Jae He dan antek-anteknya bahwa Putramu Hwan Chin adalah penerus Tahta terkuat. Buat Hwan Chin dihormati jangan biarkan dia di sisihkan. Dia bisa menjadi kebanggaanmu" senyum Seonha tulus. Beom Ho mengangguk setuju.

"Dayang Gu Baek-Na" panggil Ratu. Terdengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali.

"Ya, Yang Mulia"

"Bawa obat-obatan dan rawatlah luka Pamanku ke kediaman Ayahanda" perintah Ratu.

"Kuharap besok Paman membawa sepupuku kemari" tegas Ratu sebelum Beom Ho pergi meninggalkannya.

Panglima Hyun-Jae masuk matanya membulat begitu melihat ada noda darah di lantai bahkan di kedua bahu Ratu Seonha. Hyun-Jae segera memeriksa apa yang terjadi pada sang Ratu.

"Hyun-Jae ini bukan darahku. Tenanglah" kata Ratu Seonha setelah tubuhnya sibuk berputar akibat kepanikan sang Panglima. Pria itu menghela nafas lega lalu memeluk erat Ratu.

"Aku tidak sedang menangis, kenapa kau memelukku?" senyum Ratu Seonha.

"Aku tidak sedang memeluk Ratu Negeri ini. Aku sedang memeluk Putri Ha-Neul Arang. Jantungku hampir meledak melihat darah di tubuh kekasihku. Apa yang bisa kulakukan selain bersyukur" sahut Hyun-Jae ketus.

"Kau harus baik-baik saja meski pun aku akan pergi dari tempat ini suatu saat nanti. Berjanjilah"

"Kita sudah berjanji akan pergi dari tempat ini bersama. Apa kau berencana membuangku sekarang?" protes Hyun-Jae melepas pelukannya lalu menatap tajam kedua bola mata indah di hadapannya.

"Ada yang lebih penting Hyun-Jae. Paman bilang, Kwon Jae He dalang dari menghilangnya stempel ini" Ratu mengubah topik, melepaskan diri dari pelukan Hyun-Jae, lalu menunjukkan stempel Kerajaan di tangannya.

"Apa kata Tuan Beom Ho?"

"Kwon Jae He melibatkan Hwan Chin dalam perseteruannya dengan kita. Hwan Chin di paksa memberi cap stempel, pada surat perintah Kerajaan yang palsu."

"Apa langkah Anda selanjutnya?"

"Memasukkan Hwan Chin ke dalam Istana. Dengan menempatkannya di posisi sebagai calon Raja di masa depan, posisinya akan menjadi kuat dan Kwon Jae He tidak akan mudah menggoyahkannya. Bagaimana pendapatmu Hyun-Jae?"

"Akan ada banyak pertentangan dari para pejabat. Anda dan Tuan Hwan Chin harus siap mental untuk menghadapinya."

"Aku sudah menjamin Hwan Chin akan dihormati di tempat ini. Tapi..., jika begitu dia datang, ada banyak orang yang tiba-tiba melemparkan penolakan akan keberadaannya, bagaimana aku bisa mempertanggung jawabkannya kepada Paman Beom Ho?" dalam sekejap mata Ratu kembali patah semangat.

"Tidak ada yang mudah di dalam Istana Ratu, aku memahami situasinya. Jangan khawatirkan itu" tiba-tiba Beom Ho muncul bersama Putranya Hwan Chin.

"Hwan Chin menghadap Ratu Seonha. Semoga segala cita-cita Yang Mulia dapat dikabulkan" sapa Hwan Chin yang kini menginjak usia 19 tahun.

"Cita-citaku? Semuanya bisa terwujud asalkan Hwan Chin, dan Paman Beom Ho bersedia membantu mencapai tujuanku" senyum tulus dari hati ditujukan untuk Hwan Chin.

"Kau, dengan segala kecerdasanmu bisa membangun Negeri yang lebih baik dari sekarang. Jadi, mulai sekarang, kau bisa mempelajari apa pun yang belum kau kuasai dengan bimbingan Panglima Utamaku" tambah Ratu penuh harapan.

Ha-Neul Arang, Jee Kyung, dan Kim Yeon-Seok. Sesuai janjiku. Kami tiga bersaudara akan pergi, dengan meninggalkan kedamaian di Negeri ini. Batin Hamari, mewakili Kotoko dan Hiroshi.