Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 92 - Surat Perintah Palsu

Chapter 92 - Surat Perintah Palsu

Matahari telah terbit suara riuh kicauan burung membangunkan Seonha. Kepalanya dipenuhi oleh masalah para Gadis yang diculik.

Setelah berhias diri, seorang Dayang memberi tahukan bahwa Panglima Hyun-Jae telah menanti bersama Paman Ha-Neul di danau buatan Kerajaan. Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di kepala Hamari.

Untuk apa Paman dari Ha-Neul Arang yang tak pernah berkunjung selama 12 tahun lamanya, tiba-tiba datang mengunjungi keponakannya? padahal dia meninggalkan keponakannya ini, hanya demi mendapatkan kesenangan mengembara ke berbagai belahan dunia.

Ratu Seonha bergegas menemui sang Paman di danau buatan Kerajaan.

"Lama tak bertemu Paman, bagaimana kabar Anda?" sapa Hamari lembut.

Sang Paman dari Ratu Seonha berbalik lalu menatap penuh arti pada keponakannya. Ia berjalan mendekat, kemudian memberi hormat.

"Hamba ingin melihat kondisi Anda Yang Mulia. Belum lama ini hamba mendengar bahwa Anda mengalami masalah, percobaan bunuh diri, bahkan menjadi korban percobaan pembunuhan? Apa itu benar?" tanya Pamannya dengan ekspresi khawatir berlebihan.

Sangat terasa kecemasan di wajahnya hanyalah tipuan belaka.

"Ya, Paman. Tapi saya sudah dapat mengatasi segalanya dengan baik. Ada keperluan apa Paman datang kemari?"

"Apa hamba tidak boleh menjenguk Keponakan sendiri?"

"Bukan begitu Paman. Setahu saya, Paman tidak akan datang jika tidak ada keperluan yang mendesak. Apa yang bisa saya bantu?" pancing Ratu Seonha mencari jawaban dari setiap pertanyaan dalam benaknya.

Sang Paman sekarang malah memeluknya sambil menepuk-nepuk punggungnya perlahan.

"Kau seperti bukan Keponakanku saja. Biasanya kau langsung paham kode rahasia kita ini. Aku benar-benar ingin berbicara padamu empat mata. Sekarang juga" bisik sang Paman di telinga Ratu Seonha.

"Sepertinya Paman cukup lelah dalam perjalanan kemari. Ayo, kita minum teh di ruang kerjaku" tawar Ratu Seonha tersenyum hambar begitu sang Paman berdiri tegak kembali.

"Dayang Gu Baek-Na, tolong antarkan Paman keruang kerjaku dan jamu beliau dengan baik" perintah Ratu Seonha sambil menatap tajam Hyun-Jae tak jauh dari dirinya dan sang Paman berdiri.

"Bisakah Paman menungguku sebentar saja? Masih ada urusan yang belum ku selesaikan hari ini. Tidak akan makan banyak waktu. Percayalah" tegas Ratu menjawab raut wajah protes dari sang Paman.

Ketika Dayang Gu Baek-Na membawa pergi Paman Ha-Neul Arang, Hamari langsung berjalan ke arah Hyun-Jae.

"Perdana Menteri Suk Chin memberiku ini ketika aku menjenguk Jee Kyung. Aku pikir ini adalah kode, kalau apa saja yang dia katakan padaku saat itu tidak semuanya benar. Menurutmu bagaimana?" tanya Hamari serius.

"Yang Mulia. Perdana Menteri Suk Chin dan Istrinya telah tiada"

"Bagaimana mungkin?! Apa yang terjadi? Jee Kyung?! Bagaimana dengannya?!"

"Hamba ingin bertanya. Apa Anda memberi surat perintah hukuman pemenggalan kepala Menteri Suk Chin?" Hyun-Jae memotong.

"Apa maksudmu? Kenapa aku melakukannya?"

"Karena Menteri Suk Chin di dakwa membuat pasukan khusus untuk menculik anak Gadis di sekitar tempat tinggalnya. Lalu Anda memutuskan memberi hukuman penggal,"

"Tidak! Aku tidak pernah melakukannya!"

"Tapi jelas dalam surat perintah itu ada cap Kerajaan Yang Mulia!! Bagaimana Anda bisa sangat teledor seperti ini?! Hamba sudah memperingatkan Anda berulang kali." Bentak Hyun-Jae naik pitam.

Bagaimana bisa seorang Ratu dengan sembrono membuat dirinya kehilangan cap Kerajaan?

"Hyun-Jae...bagaimana Jee Kyung? Apa dia baik-baik saja?"

"Menurut surat perintah Kerajaan justru Andalah, yang memasukkan Nona Jee Kyung ke Gibang"

"Gibang?"

"Tempat dimana para Gisaeng menghibur Pria-pria hidung belang. Bukankah Anda telah berjanji pada Heo Dipyo untuk melindunginya?"

"Bagaimana reaksi Heo Dipyo ketika seseorang yang berjanji akan melindungi Wanitanya justru menjebloskan Wanita itu ke tempat hiburan macam itu?" tambah Hyun-Jae lebih mendekat lagi pada Ratunya.

"Hamba sudah katakan. Jangan tunjukkan kelemahan Anda. Tapi Anda terus menerus mengacuhkan nasihat hamba. Percuma Anda menangis sekarang. Jangan biarkan antek Kwon Jae He melihat air mata Anda Yang Mulia" kata Hyun-Jae penuh tekanan ketika melihat mata Hamari mulai berkaca-kaca.

Ia ingin merengkuh Gadis di hadapannya dalam pelukan tapi ada banyak mata sedang memperhatikan mereka dalam jarak cukup lah jauh.

Yang Mulia...bagaimana cara hamba dapat melindungimu jika Anda selalu saja bertindak gegabah tanpa meminta pertimbangan dari orang lain? Anda memberi peluang musuh untuk melancarkan siasat busuk mereka. Batin Hyun-Jae sedih.

"Kalau begitu aku akan memberi klarifikasi jika itu bukan perintah langsung dari...." ucap Ratu Seonha.

"Apa kata Rakyat jika tahu Ratu dengan lengahnya membiarkan seseorang bermain-main dengan cap Kerajaan? Penguasa yang kehilangan cap sama dengan kehilangan seluruh wewenangnya" bisik Hyun Jae setajam silet.

Kasim memperhatikan bagaimana Ratunya berdebat dengan Panglima Hyun Jae. Ia memerintahkan seluruh Pengawal dan Dayang untuk meninggalkan kedua manusia itu bersamanya.

"Anda tidak boleh kehilangan Tahta jika ada banyak orang yang ingin Anda lindungi" tambah Hyun-Jae memeluk sang Ratu setelah semua orang-orang yang membuntuti Ratu meninggalkan mereka berdua.

"Seberapa banyak yang ingin Anda lindungi, maka akan lebih banyak lagi rintangan yang akan kita hadapi. Berapa banyak nyawa yang ingin Anda selamatkan, tapi pada kenyataannya nanti, hanya sebagian kecil yang dapat Anda selamatkan dengan mempertaruhkan lebih banyak lagi kehidupan pasukan Kerajaan". Mendengarkan kata-kata Hyun-Jae membuat dada Ratu makin sesak.

"Ratu seperti apa aku ini Hyun-Jae? Kenapa harus mengorbankan banyak nyawa hanya untuk mempertahankan Tahta? Bahkan orang yang aku kasihi harus jadi korban" Ratu menangis ia tak sanggup lagi menahan air matanya.

"Ini adalah pilihan Anda Yang Mulia. Tetap lah bertahan dan tegar menghadapi kehilangan yang lebih besar dari ini suatu saat nanti" Hyun-Jae menepuk-nepuk punggung Ratunya.

Beban di pundaknya semakin hari semakin bertambah berat mengingat sifat Ratu yang suka bertindak sesuai nalurinya saja.

Hyun-Jae hendak melepaskan pelukannya tapi Ratu Seonha nya justru menahan dengan kedua tangan yang gemetaran berusaha keras untuk tetap berada dalam rengkuhan sang Panglima.

"Aku bisa bertahan kehilangan apa pun Hyun-Jae. Tapi, hanya jika kau selalu berada disisiku. Jika kau pun harus menghilang dariku..."

"Yang Mulia. Tempat ini tidak selalu sepi. Mohon jangan terus seperti ini. Hamba tidak ingin musuh menganggap hamba sebagai kelemahan Anda selain Jee Kyung" tegas Hyun-Jae mencoba melepaskan diri dari Ratu Seonha.

"Itu salahmu. Kau hanya memelukku saat aku menangis" lirih Ratu, melepas pelukannya pada Hyun-Jae lalu bergegas menuju ke dalam Istana.

Sang Ratu tidak paham bagaimana Panglima Hyun-Jae berusaha keras menahan diri selama jabatannya ia pikul.

Ratu Seonha masuk ke ruang kerjanya memperhatikan kegelisahan si Paman. Ia duduk berhadapan dengan Pamannya saat seorang Dayang mulai menuangkan secawan teh hangat.

"Dayang, keluarlah" perintah Ratu setelah mendapat kode dari Pamannya.

"Aku tidak tahu apa kau mengingatku atau tidak Ha-Neul. Tapi salah satu Menterimu membuat Putraku melakukan kesalahan fatal"

"Katakan dengan sejelas mungkin Paman. Agar aku mengerti apa maksudmu"

"Kwon Jae He keparat itu, mengancam Putraku dan menjadikannya dalang dibalik hilangnya cap Istana" kata Paman Ha-Neul sambil menyodorkan stempel Kerajaan.

"Jadi, aku datang kemari padamu untuk memohon pertolonganmu jangan libatkan Putraku, ke dalam urusan Istana ini. Biarkan dia bebas sepertiku" tambah sang Paman menggebu-gebu.

"Paman sudah tahu apa yang terjadi akibat...stempel ini menghilang?"

"...." sang Paman diam seribu bahasa keringat dingin membasahi keningnya.

"Nyawa dua orang tidak berdosa telah melayang percuma. Dan sekarang, Putri mereka, mendekam di Gibang. Putramu sudah merusak masa depan tiga orang tak berdosa" geram Ratu Seonha marah.

"Sudah ku katakan tanpa kebohongan secuil pun Ha-Neul!!" Pamannya menggebrak meja hingga orang-orang di balik pintu ruang kerja Ratu mendengar. Dua Pengawal hendak masuk ke dalam memeriksa tapi Hyun-Jae menahan.

"Putraku melakukan hal itu karena sebuah jebakan yang sudah diatur rapi. Apa kau, tidak punya belas kasih pada saudara sepupumu sendiri?!" tambah Pamannya bersungut-sungut.