"Bagaimana kabarmu Suk Chin?"
"Baik Tuan. Ada kepentingan apa Anda datang ke gubuk sederhana kami?" pertanyaan Suk Chin membuat lawan bicaranya tertawa. Suk Chin dan Istrinya Seo Hee saling memandang tak mengerti.
"Aku memberi hak istimewa pada Putri kalian dengan menjadikannya sebagai calon Istri Keponakan kesayanganku. Apa ini balasan kalian padaku?"
"Tuan Kwon Jae He sebenarnya apa yang ingin Anda katakan?" tanya Suk Chin mulai tersinggung.
Dalam ingatannya, masih segar orang yang terus merongrongnya untuk menikahkan Putrinya dengan Heo Dipyo adalah Kwon Jae He sendiri. Bisa-bisanya Kwon Jae He berkata demikian sementara beliau sendiri yang terus merongrongnya?!
"Putrimu membuat jalan Keponakanku menjadi tidak pada jalurnya Menteri Suk Chin. Ajarkan dengan baik Putrimu untuk mematuhi aturan yang telah kita sepakati! Jika tidak, aku akan memberinya peringatan lebih keras lagi."
"Saat peringatan itu masih tetap di terjangnya, jangan salahkan aku jika suatu hari nanti Putrimu akan kuhancurkan. Cam kan ini Suk Chin!! Peringatan pertamaku padanya, akan segera datang" jawab Kwon Jae He sambil melenggang menaiki Kudanya dan pergi begitu saja.
"Suamiku..., kita harus menjaga Jee Kyung lebih ketat lagi. Aku tidak bisa melihat Putri kita hancur seperti dulu lagi. Bahkan sekarang orang jahat itu sedang mengatur hal mengerikan untuk Putri kita. Tidak...aku mohon cegah apa pun yang dapat menghancurkan Putri kita" panik sang Istri histeris.
Mereka sadar ancaman orang jahat itu tidaklah main-main. Karena dia pun sudah pernah memenggal kepala Putra kandung mereka di hadapan mereka berdua, hanya karena Suk Chin tidak mau menjadi bagian dari fraksi Kiri yang penuh intrik kotor.
Suara derap langkah kaki kuda terdengar dari kejauhan mendekat ke rumah mereka.
"Jee Kyung?! Tuan Heo, apa yang terjadi pada kalian?" panik sang Ibu Jee Kyung ketika melihat kepala Jee Kyung mengeluarkan darah bahkan tangan Heo Dipyo terluka parah.
"Dae Nari!! Kemarilah!!" teriak sang Tuan.
"Nona Jee Kyung!!" pekik Dae Nari ketika mendapati Tuannya sedang terluka parah.
"Cepat cari Tabib segera" perintah sang Tuan mutlak.
"Baik Tuan" jawab Dae Nari dengan mata berkaca-kaca. Ia segera bergegas mencari Tabib.
Pengobatan Jee Kyung dan Heo Dipyo telah dimulai. Sang Tabib selalu mengontrol keadaan Jee Kyung sementara Heo Dipyo dan Ayah Jee Kyung, menunggu laporan perkembangan dari Tabib di ruang tamu.
"Bagaimana keadaan tangan Tuan?"
"Ini akan membaik setelah seminggu berlalu"
"Tuan. Benarkah saya bisa mempercayakan Putri saya Jee Kyung kepada Anda? Bagaimana pun juga, kejadian ini membuat saya menjadi meragu tentang hubungan kita"
"Aku akan menjaganya. Jangan Khawatir"
"Sebelum Anda dapat terbebas dari cengkeraman Paman Anda, saya rasa Jee Kyung tidak akan aman bersama Anda."
Jika hubungan Jee Kyung dan Heo Dipyo diputuskan, akan berbahaya bagi nyawa Putrinya tapi jika diteruskan, akan semakin membahayakan nyawa Jee Kyung. Ini namanya maju kena mundur pun kena.
"Apa maksudmu Menteri Suk Chin?!" gertak Heo merasa dirinya sedang di remehkan karena berada di bawah bayang-bayang Pamannya meski kenyataannya memang demikian.
"Maaf atas kelancangan saya Tuan. Tapi sebelum Anda datang kemari, Paman Tuan datang kemari mengancam saya dan Istri saya agar Jee Kyung tidak memberikan pengaruh buruk pada Keponakannya"
"Dia bicara soal memberikan pelajaran pada Putri saya. Dan saya sungguh tidak dapat menerima jika yang beliau maksud adalah peristiwa seperti ini!" kata Suk Chin dengan suara bergetar emosional.
Jadi ini perbuatan utusan Paman?! Batin Heo Dipyo bersungut-sungut.
"Kau pikir aku akan diam saja mengetahui kelakuan Pamanku yang semakin keterlaluan ini?"
"Bisakah untuk beberapa waktu Anda tidak menemui Putri saya, Tuan?"
"Apa hakmu melarangku Suk Chin? Dia akan segera menjadi Istriku!" marah Heo Dipyo membuat Suk Chin semakin kalut bukan main.
"Bisakah Anda meninggalkan Putri saya saja Tuan" tiba-tiba sang Perdana Menteri berdiri, lalu bersujud di hadapan Heo Dipyo.
"Apa yang kau lakukan? Berdirilah"
"Demi jiwa Putri saya. Jika perlu, nyawa pun akan saya pertaruhkan. Dia satu-satunya anak saya setelah Paman Anda menghilangkan nyawa Putra pertama kami. Haruskah ada satu nyawa anak saya yang lain untuk dikorbankan kembali?" tegas Menteri Suk Chin dia benar-benar takut kehilangan darah dagingnya sekali lagi.
Karena ulah Heo Dipyo, selama Jee Kyung bertemu dengan Heo, berapa kali ia melihat Putrinya pulang dengan terluka seperti ini?
"Tolong percaya pada saya sekali lagi Perdana Menteri Suk Chin. Aku akan benar-benar menepati janjiku untuk melindungi Jee Kyungmu dari Pamanku. Tidak akan kubiarkan nyawanya dalam bahaya lagi" tegas Heo Dipyo memilih untuk pergi dari kediaman sang Perdana Menteri.
Bagaimana pun, jika dia bergerak sendiri, sang Paman akan tetap menjadi pemenang. Jadi dia harus mencari beberapa orang sekutu yang kuat dan seimbang dengan Pamannya.
Tunggu saja Paman, aku akan memberimu perhitungan! Umpat Heo Dipyo berjalan menuju kudanya.
Istana. Ruang Kerja Ratu.
Ratu Seonha berjalan mondar-mandir di dalam ruang kerjanya. Serangan tadi, tidak di arahkan untuk menyerangnya dan Hyun-Jae. Bagaimana keadaan Kotoko dan Heo Dipyo? Kenapa hatinya menjadi sangat berat memikirkan keadaan mereka berdua sekarang?
"Yang Mulia...tenanglah. Hamba sudah memerintahkan anak buah hamba mencari informasi tentang Putri Menteri Suk Chin" kata Hyun-Jae berusaha membuat Ratunya tenang.
Ada apa dengan Ratunya? Sebegitu dekatkah Ratu dengan Putri Menteri Suk Chin? tapi...bukankah ini hari pertama mereka berjumpa?
"Mengenai kedekatan Anda dengan Putri Perdana Menteri Suk Chin hamba harap ini tidak berlangsung lama Yang Mulia" nasihat Hyun-Jae membuat langkah kaki sang Ratu berhenti. Ia menoleh tak percaya pada Panglimanya.
"Kau sempat memikirkan kedekatanku dengannya disaat genting seperti ini?! Nyawanya bisa saja terancam! Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika sesuatu terjadi pada Jee Kyung. Aku baru saja bertemu dengannya" kini Ratu mulai menangis pilu.
"Apa Anda lupa? Ada Perdana Menteri Heo Dipyo disisinya. Untuk apa Anda cemas? Dia akan melindungi Gadis itu. Bagaimana pun Jee Kyung adalah calon Istrinya" kata Hyun-Jae memeluk sang Ratu.
"Menteri Heo Dipyo ingin menghadap Yang Mulia" kata Prajurit di depan ruang kerjanya. Buru-buru Hyun-Jae melepaskan pelukannya.
"Biarkan dia masuk" jawab Ratu sambil menghapus air matanya. Sang Menteri tiba, dengan pergelangan tangannya yang terbalut kain.
"Apa Jee Kyung baik-baik saja? Kenapa kau tidak datang bersamanya? Sesuatu terjadi padanya?" berondongan pertanyaan sang Ratu, kini hanya di jawab dengan sebuah kebisuan.
Heo Dipyo mendadak bersimpuh dihadapan sang Ratu.
"Ratu cemas setengah mati memikirkan kalian berdua. Tidak kah kau keterlaluan? Kenapa kau malah diam saja?" tegur Hyun-Jae. Tapi Ratu mengangkat tangannya agar Hyun-Jae diam.
"Kau butuh waktu merangkai kata hanya untuk bicara padaku? Apa masalah kalian sangatlah besar? Heo Dipyo?" pertanyaan Ratu dijawab anggukan kecil Heo Dipyo. Tubuhnya bergetar hebat ia tidak tahu harus mulai bicara dari mana.