Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 88 - Apa Ini Jebakan?

Chapter 88 - Apa Ini Jebakan?

Ratu Seonha, Panglima Hyun-Jae, dan Jee Kyung akhirnya bersiap-siap untuk berkuda. Mereka berjalan sambil berbincang-bincang ringan menuju kandang kuda Kerajaan. Langkah kaki mereka terhenti begitu melihat siapa yang berada di dalam kandang kuda sambil bersiul riang.

Jee Kyung terutama Hyun-Jae saling memandang bingung satu sama lain. Menyadari kedatangan Ratu, Heo Dipyo berjalan mendekati ketiganya, lalu memberi hormat.

"Hormat hamba Yang Mulia Seonha" sapa Heo Dipyo sambil tersenyum.

"Wah, apa ini kejutan? Aku mendengar baik dari Panglima Hyun-Jae dan juga Nona Jee Kyung, kalau kau masih harus menyelesaikan tugasmu" respon tak terduga dari sang Ratu membuat Heo Dipyo harus menyiapkan jawaban yang masuk akal.

Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa sebenarnya seorang Heo Dipyo tak rela meninggalkan Jee Kyung bersama dengan Panglima kesayangan Ratu? Mau ditaruh dimana wajahnya?

"hamba menyelesaikannya dengan secepat mungkin. Bagaimana pun juga tidak baik menolak undangan Ratu." Jawab Heo Dipyo berusaha menyamarkan kegugupannya.

"Yang Mulia, kenapa Anda lebih memilih pergi ke hutan? Bukankah disana akan jauh lebih berbahaya?" tanya Jee Kyung sambil menuntun kudanya di samping kuda milik Ratu.

"Akan sangat seru melihat Hyun-Jae dan Heo Dipyo bersaing dalam perburuan harimau" sahut sang Ratu mengulas senyuman.

Jee Kyung melirik semua perbekalan dalam perburuan sudah terpasang rapi di punggung Hyun-Jae dan Heo Dipyo.

"Hanya menonton? Itu pasti akan sangat membosankan. Kenapa mereka tidak mengajarkan berburu pada Ratu dan hamba saja?" celetuk Jee Kyung yang langsung di respon Hyun-Jae sekaligus Heo Dipyo.

"Berburu bukan pekerjaan seorang Wanita Nona Jee Kyung" jawab mereka sangat kompak.

Sang Ratu langsung tertawa lepas mendengar kekompakan kedua Pria itu, untuk pertama kalinya.

"Kau dengarkan, begitulah ekspresi para Pria kolot itu" sindir Ratu Seonha tanpa ragu.

"Ya ampun, mereka terlalu meremehkan kita Yang Mulia. Seharusnya Yang Mulia memarahi mereka bukannya malah tertawa seperti ini" keluh Jee Kyung kesal.

"Aku senang. Sangat senang melihat mereka. Setelah sekian lama seperti seekor tikus dan kucing, sekarang lihatlah mereka, sangat akur. Pasti karena kau, ada diantara kami. Kau, sungguh membawa keberuntungan" kekeh Ratu menatap bahagia pada Jee Kyung dengan bangga. Sesampainya di gerbang Kerajaan, mereka memacu kuda menuju hutan.

Perjalanan menuju hutan.

Heo Dipyo merasakan ada firasat buruk. Bahkan kini dirinya yakin akan terjadi sesuatu setelah melihat Hyun-Jae terus melirik ke belakang tanpa menoleh sedikit pun.

"Kau juga merasakan seseorang mengikuti kita?" bisik Heo Dipyo menyamakan langkah kudanya di dekat Hyun-Jae.

Pria bermata elang itu hanya mengangguk tangan kirinya siaga memegang gagang pedang, yang terpasang di pinggangnya.

"Satu, dua, tiga...lima belas orang mengikuti kita. Kau yakin tidak mengenal mereka?" tanya Hyun-Jae menyuarakan kecurigaannya.

"Maaf mengecewakan imajinasimu. Aku tidak bodoh melakukan pemberontakan secara terang-terangan tanpa persiapan apa pun" jawab Heo Dipyo ketus.

"Jika kau terlibat dan terjadi sesuatu pada Ratu, ku pastikan kepalamu akan terlepas dari tubuhmu" ancam Hyun-Jae perlahan.

Kedua Pria itu masih mengawal Ratu dan Jee Kyung dari belakang. Mereka heran kenapa orang-orang itu hanya mengikuti dan mengawasi mereka? Siapa dalang di balik mereka?

Sesampainya di sekitar hutan belantara, Hyun-Jae dan Heo Dipyo semakin meningkatkan kewaspadaan penuh. Terdengar suara siulan panjang... dari salah satu anggota musuh mereka.

"Siapa itu?" Ratu Seonha menoleh ke belakang bertanya pada Panglimanya.

"Harap jangan menoleh ke belakang Yang Mulia. Sepertinya ada perompak yang menargetkan kita semua" Hyun-Jae menginstruksikan agar kedua Wanita tersebut bersikap sebiasa mungkin.

Ratu Seonha dan Jee Kyung terpaksa hanya melihat ke arah depan dengan jantung yang berdebar.

"Jika ada serangan, tolong pacu kudanya ke arah selatan." Tambah Hyun-Jae.

"Hyaaaaaah!!" teriakan salah satu musuh, memacu kudanya cepat ke arah mereka berempat.

"Yang Mulia!! Lari!!" perintah Hyun-Jae memindai bahaya datang. Ratu dan Jee Kyung memacu kudanya ke arah selatan sesuai perintah Hyun-Jae.

Tapi, ada batu besar berada di tengah jalan membelah jalan menuju arah utara. Dengan panik Ratu Seonha memacu kudanya ke arah kiri dan Jee Kyung memacu kudanya, malah ke arah kanan. Terpaksa Hyun-Jae dan Heo Dipyo memisahkan diri untuk menyelamatkan kedua Wanita itu. Ternyata, orang-orang yang mengejar mereka berempat tak meneruskan pengejaran.

Apa ini jebakan? Agar kami terpisah? Sial!! Umpat Heo Dipyo menyadari mereka telah masuk dalam jebakan.

Mereka melewati jalan terjal, yang kanan kirinya terdapat jurang membentang lebar. Tak terpikirkan oleh Heo Dipyo, diatas tebing ada beberapa orang menargetkan anak panah mereka ke arah Jee Kyung!! Heo Dipyo mempercepat laju kudanya, menyamakan derap langkah kaki kuda yang dinaiki Jee Kyung.

"Bersiaplah!! Aku akan melompat ke atas kudamu!!" Heo Dipyo memperingatkan.

Shaaaaaat!!

Shaaaaaaaat!!

Zrassssssh!!

Terlambat!!

Ringkikan kesakitan kuda Jee Kyung terdengar nyaring!! Kuda yang di naiki Jee Kyung jatuh terjungkal menghantam tanah!!

"Jee Kyung!!" teriak Heo Dipyo ketika Gadis itu terpental, sekaligus terseret ke tanah, menuju bibir jurang!! Heo Dipyo mencabut pedang dengan pegangan berhiaskan batu rubi merah darah.

Pria bersurai hitam, bernama Heo Dipyo sekuat tenaga mengarahkan pedangnya ke pohon besar di tengah bibir jurang.

Brugh!!

Tebasan pedang Heo Dipyo berhasil merobohkan sebuah pohon yang terlihat berdiri sangat kokoh tadi. Jee Kyung menubruk pohon tersebut, sehingga selamat dari melayang terbang masuk ke dalam jurang.

Heo menggeram marah, ketika meski pun para pemburu tahu Jee Kyung sudah tak berkutik lagi, mereka tetap saja berusaha memanah Gadis tak berdosa tersebut.

Dengan gesit Heo Dipyo melesatkan puluhan anak panah, dalam sekali bidikan. Dalam sekejap, para musuh di atas tebing, tumbang menjumpai akhir hidup mereka. Heo Dipyo menarik pelana kudanya, agar kuda yang ia naiki berhenti. Heo turun dan berlari menghampiri Jee Kyung.

Kraaaaak!!

Kraaaak!!

Nampaknya bibir jurang mulai rapuh tak mampu lagi menahan beban pohon sekaligus dua manusia di atasnya. Heo segera mencabut pedang dari pohon itu, lalu memeluk pinggang Jee Kyung erat-erat. Ketika bibir jurang tersebut benar-benar longsor, Heo Dipyo menghunuskan pedangnya sedalam mungkin ke tanah yang masih kuat dan keras.

Kini Heo Dipyo bergelantungan di udara, bersama Jee Kyung. Heo Dipyo bersiul nyaring, memanggil kuda kesayangannya. Benar saja kuda terlatih itu mengendap-endap perlahan, lalu membaringkan diri ke bibir jurang tepat ke arah Heo Dipyo. Heo sedang bertaruh dengan nyawanya dan nyawa Jee Kyung kali ini. Jika beruntung, saat ia melepas genggamannya pada pedang miliknya, ia bisa secepatnya meraih tali pelana kudanya yang terulur panjang.

Tapi jika terlambat, ucapkan selamat tinggal pada dunia. Tak ada pilihan lain. Ia melepaskan genggamannya!! Berusaha meraih tali kekang kuda tapi sialnya, ia gagal!! Heo dan Jee Kyung melorot jatuh ke jurang.

Bats!!

Betapa terkejutnya Heo Dipyo, mendapatkan satu pukulan menyakitkan di pergelangan tangannya. Sebuah tali cambuk yang sangat panjang menyelamatkan nyawanya dan Jee Kyung.

Seseorang sengaja mengarahkan tali cambuk panjangnya ke arah pergelangan tangan Heo secepat kilat dan berhasil membentuk tali simpul yang mengikat kuat tangan Heo.

Siapa pun pemilik cambuk itu, menarik dengan cepat tubuh Heo sampai naik ke bibir jurang, menyeretnya hingga ke tempat yang lebih aman.

"Kalian baik-baik saja?" tanya seseorang kepada Heo Dipyo.

"Ya, terima kasih atas..." jawaban Heo Dipyo terputus ketika Wanita penyelamat itu menghilang begitu saja.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri tapi tak ada siapa pun. Ia tak mau membuang-buang waktu. Luka di kepala Jee Kyung harus segera diobati. Dengan tangan yang sehat, ia mengangkat tubuh Jee Kyung.

Ia bersiul kembali memanggil kudanya. Ia menaikkan Jee Kyung lebih dulu ke atas kuda. Begitu Heo sudah naik di belakang Jee Kyung, ia mengangkat tubuh lunglai tersebut, dan menjadikan dadanya sebagai sandaran bagi Jee Kyung.

"Hyaaaaaah!!" teriak Heo Dipyo memacu kudanya keluar dari hutan dan melaju ke arah kediaman Perdana Menteri Suk Chin.

Kediaman Perdana Menteri Suk Chin.

sebelum kedatangan Heo Dipyo dan Putrinya Jee Kyung, Ayahanda Jee Kyung ini kedatangan seorang tamu.

"Bagaimana kabarmu Suk Chin?"