"Jadi di sini kau adalah Putri Raja?" tanya Hiroshi menatap pakaian Hamari. Gadis itu mengangguk.
"Dengar Hiroshi. Kau harus terus mengawasi Kotoko. Karena dia berada di dalam rumah musuhku. Dia Putri dari musuh Ratu Negeri ini" bisik Hamari memberi peringatan.
"Selama Ayah dan Ibunda Jee Kyung tidak berulah, ku rasa terlalu dini menyebut mereka musuh." Protes Kotoko pada Hamari cemberut.
"Tapi mereka tetap saja dalam belenggu Perdana Menteri Kiri Kwon Jae He. Dia bisa membuat orang selembut Heo Dipyo menjadi tidak berperasaan" jawab Hamari menatap tajam Kotoko.
"Kau bilang ingin membantuku menyelamatkan Heo Dipyo dari kelicikan Perdana Menteri itu. Apa bantuan itu hanya berlaku pada Perdana Menteri Heo Dipyo? Kau tidak bersedia memberi bantuan yang sama kepada kedua orang tua Jee Kyung?" sorot mata kecewa terukir jelas di mata Kotoko sekarang ini.
"Aku tidak bisa melindungi semua orang Kotoko."
"Alasan. Kau, adalah Ratu Negeri ini. Banyak orang bisa kau perintahkan untuk melakukan apa pun yang kau perintahkan. Kecuali, kau memang tidak ingin" tegas Kotoko menjauh dari Hamari.
"Tidak semua orang mau bergerak atas perintahku. Asal kau tahu itu. Untuk dapat mengendalikan semua orang butuh waktu yang tidak sebentar." Bentak Hamari kesal.
Kotoko beranjak berjalan menuju pintu. Hamari hendak mengatakan sesuatu pada Kotoko ia berjalan mendekati Kakaknya itu tapi Adiknya Hiroshi, menahan Hamari.
"Dia sedang terbawa emosi saat ini. Percuma mengatakan apa pun padanya. Tunggu sampai emosinya stabil" bisik Hiroshi menggenggam kuat pergelangan tangan Hamari.
"Aku takut sesuatu terjadi padanya karena terlalu lama berada di dekat orang-orang jahat itu. Bahkan karena hasutan Kwon Jae He terhadap Heo Dipyo pada akhirnya aku, meminta Ayahanda Ha-Neul Arang turun Tahta." Kata Hamari lebih terdengar seperti gumaman tapi untungnya, Hiroshi mendengar dengan jelas karena berdiri disampingnya.
"Aku akan menjaga Kotoko. Seperti aku menjagamu dulu. Jangan khawatirkan hal itu. Yang perlu kita lakukan hanyalah menyusun rencana untuk secepatnya pulang" jawab Hiroshi sambil melangkah pergi meninggalkan ruangan Hamari.
"Tapi kenapa aku tidak ingin pergi? Kenapa aku harus merasa ragu? Hamari..., ini bukan tempatmu. Ini tempat Ha-Neul Arang." Kata Hamari pada diri sendiri sambil terus menepuk dada.
Halaman Istana.
Heo Dipyo menelusuri setiap anak tangga di halaman Istana. Ia berjuang keras, menahan amarahnya pada sang Paman. Ia mendengar langsung dari anak buahnya, jika sang Paman mengutus bawahannya untuk memberi peringatan pada Jee Kyung dengan memberi pesan ancaman menggunakan sebuah anak panah yang melesat, menembus langsung ke dalam jendela kamar Jee Kyung.
Untungnya saat itu Jee Kyung dalam perjalanan menuju Istana bersamanya. Dan yang menemukan anak panah itu adalah Ayahanda Jee Kyung sendiri.
Ia melihat sosok Perdana Menteri Kwon Jae He berjalan santai menuju perpustakaan Istana. Heo Dipyo menggunakan kesempatan suasana yang lengang ini, untuk menekan sang Paman. Ketika ia berada di tikungan bangunan perpustakaan Kerajaan, sebuah tangan muncul mengunci bahu dan lehernya! Kemudian menyeretnya ke tempat yang lebih sepi.
"Bukan begitu cara menghormati orang Tua" kekeh Kwon Jae He begitu mengetahui Keponakannya yang menyeretnya.
"Kau memintaku menghormatimu? Lalu kenapa Paman tidak menghormatiku sebagai Keponakanmu?!" bentak Heo kesal.
"Ada apa ini? Aku sungguh tidak mengerti?" tanya Si Paman sambil merapikan baju kebesarannya.
"Kau mengirim seseorang untuk meneror Jee Kyung. Apa Paman masih mau mengelak? Apa perlu saksi mata berada di antara kita sekarang?!" ancam Heo Dipyo murka.
"Hanya karena itu kau marah? Aku justru membantumu menyelesaikan sedikit masalah Heo..., membatumu untuk mengendalikan Gadis itu agar tidak mengganggumu mencapai tujuanmu"
"Apa urusan Paman padanya? Dia adalah orangku. Paman tidak bisa ikut campur"
"Selama itu ada hubungannya denganmu, apa lagi dengan tujuan awal kita, semuanya adalah urusanku. Dan kau berada di bawah naunganku. Karena itu sekarang kau, bisa keluar masuk Istana ini sesuka hatimu."
"Paman!!"
"Kau yang harus camkan peringatanku ini!! Bukan Jee Kyung yang harus ada di dekatmu tapi Ratu Seonha lah yang seharusnya disisimu." geram Kwon Jae He.
"Tapi kau lupa karena kau sibuk dengan mainan barumu. Apa aku harus merusak mainanmu itu dulu? Baru kau, mau serius menjalankan rencana kita? Itu yang saat ini sedang kupikirkan." Kekeh Si Paman berhasil memukul telak Heo Dipyo dengan ucapannya.
"Dengar Paman. Jika kau, berani menyentuh Jee Kyung seujung kukunya sekali pun, tidak akan ku maafkan" ancam Heo Dipyo meradang.
"Maka berjalanlah sesuai jalur. Dengan begitu mainanmu akan aman..." jawab Kwon Jae He menepuk bahu Heo Dipyo yang tegang lalu melenggang pergi.
Heo Dipyo mengepalkan kuat kedua tangannya hingga seluruh tubuhnya ikut bergetar terlalu emosi.
Jee Kyung!! Dia teringat Jee Kyung, yang dia tinggal bersama sang Ratu. Ia harus menemui Jee Kyung sekarang. Tapi langkahnya terhenti sejenak karena melihat Jee Kyung ternyata sedang asik berbincang akrab dengan Hyun-Jae.
"Bukankah kau seharusnya ada di dalam bersama Ratu? Kenapa kau diluar?" perbincangan antara Hyun-Jae dengan Jee Kyung terhenti karena mendengar suara Heo Dipyo.
"Sebenarnya aku ingin menemuimu tapi aku tersesat dan kebetulan bertemu dengan Panglima Hyun-Jae" jawab Jee Kyung ceria begitu melihat kedatangan Heo Dipyo.
"Menemuiku? Ada apa?" Heo Dipyo mengerutkan kening tidak mengerti.
"Apa kau lupa? Ratu mengundang kita berdua untuk berkuda. Apa kau benar-benar tidak mau ikut?" tanya Jee Kyung raut wajah kecewa tercetak jelas di wajah cantiknya.
"Maaf" jawab Heo Dipyo tegas.
"Tuan Hyun-Jae, apa masih berlaku jika hanya saya yang datang turut serta?" tanya Jee Kyung dengan senyuman penuh permohonan.
"Ah, itu..., bagaimana jika kita tanyakan langsung pada Yang Mulia Ratu?" balas Hyun-Jae salah tingkah berada diantara pasangan yang sedang tantrum itu.
"Kau akan pergi sendiri?!" protes Heo Dipyo melotot.
"Ya, apa boleh buat. Lagi pula saya tidak benar-banar sendiri. Ada Yang Mulia Ratu dan Panglima Hyun-Jae,"
"Hey, kau bahkan tidak tahu bagaimana menunggang kuda yang benar!" sahut Heo mencoba membuat Jee Kyung mengurungkan niat.
"Apa Anda bersedia mengajari saya naik kuda Panglima?" kata Jee Kyung pada Hyun-Jae dengan wajah imutnya, membuat Heo Dipyo makin panas saja rasanya.
"Tugasnya melindungi Ratu. Kau mengganggu pekerjaannya saja" potong Heo Dipyo sewot setengah mati.
"Tuan Heo Dipyo yang terhormat, bukankah Anda sangat sibuk? Kenapa masih disini? Biarkan saya bicara dengan tenang bersama Tuan Panglima Utama yang tampan ini" jawab Jee Kyung sambil tersenyum penuh misteri.
Sepertinya aku salah langkah. Seharusnya aku tidak mengikuti Heo kalau tahu usahaku ini akan digagalkan oleh Gadis ini geram Hyun-Jae yang malang.