Kediaman Prajurit Istana.
Hyun-Jae memejamkan mata sejenak di dalam kediaman para Prajurit. Ia sengaja memilih tempat itu ketika seluruh penghuninya sedang berlatih bela diri. Kali ini kepalanya sungguh terasa berdenyut-denyut bagaimana tidak? Selama tujuh hari berturut-turut Ratu selalu berusaha merayunya untuk mengajari teknik ilmu pedang.
Hyun-Jae masih saja bersikeras mengatakan pada sang Ratu untuk tetap duduk manis saja di atas Tahta, sambil tinggal tunjuk saja siapa yang ingin Ratu tundukkan, maka Prajurit terbaik akan memenuhi titah Ratunya.
"Panglima!! Ada kabar baik Panglima!!" teriak salah satu Prajurit resimen Baehwa di bawah kepemimpinannya.
"Kabar baik apa?"
"Kim Yeon-Seok sudah sadarkan diri" jawab Prajurit itu dengan senyuman lebar.
Sang Panglima Utama membuka mata lalu menoleh pada Pria tak jauh dari tempatnya duduk. Maka Hyun-Jae segera berlari menuju balai pengobatan resimen Baehwa.
Mata tajam yang terpejam itu akhirnya terbuka lebar. Tapi tatapan kebingungan Pria ini, justru jadi tanda tanya besar bagi orang di sekitarnya. Ia menoleh ke kanan dan kekiri tak seorang pun yang ia kenali.
"Bagaimana keadaanmu? Apa yang kau rasakan?" tiba-tiba suara seorang Wanita paruh baya mengalihkan perhatian.
Dari pakaiannya, Wanita tersebut pasti Istri seorang Pejabat. Tapi..., kenapa seluruh pakaian ditempat ini sungguh berbeda dengan tempat yang ia tinggali selama ini?
"Maaf Nyonya, ini dimana?"
"Kau...benar-benar tidak tahu?" pertanyaan Nyonya itu dijawab dengan anggukan kecil.
"Ini Balai Pengobatan Resimen Baehwa. Kau ingat siapa namamu?"
"Hiroshi"
"Jangan bercanda lagi, aku bertanya namamu. Namamu yang sesungguhnya!" bentak Wanita itu mulai kesal.
Hiroshi malah mengerutkan kening menyadari baru saja mereka sedang berbicara dengan bahasa yang berbeda dengan bahasa di Negaranya. Tapi kenapa dia bisa memahaminya? Otaknya berusaha memindai apa yang terjadi sebelum dirinya terlempar ke tempat asing ini.
Ah, Hiroshi pergi ke sebuah hutan untuk menemui seseorang tapi sesuatu terjadi padanya.
"Yeon-Seok!! Ini tidak lucu jangan membuatku takut. Kau ingat siapa aku?" teriak Wanita itu panik sambil menggenggam erat kedua bahu Hiroshi.
"Namaku Hiroshi aku tidak mengenal siapa Yeon-Seok"
"Kepalamu tidak terbentur, perut dan dadamu yang tertusuk panah beracun tapi kenapa justru otakmu yang geser?!" pekik Wanita tersebut panik berjalan mondar-mandir membuat Hiroshi pusing.
"Ada keributan apa ini?" suara seseorang mengalihkan perhatian Hiroshi.
Pria itu tersenyum riang akhirnya ada orang yang ia kenali juga di tempat asing ini.
"Perdana Menteri Natsuha" katanya girang tapi senyumnya memudar ketika melihat orang itu jauh lebih muda dari penampilan Natsuha yang seharusnya.
"Natsuha? Siapa dia?" Hyun-Jae menaikkan satu alis menatap penuh tanda tanya pada orang yang dikenalnya sebagai Kim Yeon-Seok.
"Lihat? Dia sejak membuka matanya selalu berbicara aneh. Tolong tanyakan perihal ini pada Tabib" adu Wanita itu berharap.
"Oh-Reon panggilkan Tabib sekarang juga" perintah Hyun-Jae pada Pria yang sedari tadi membuntutinya.
"Laksanakan" jawab Oh-Reon bergegas pergi.
"Ibu...tenanglah. Mungkin ini akibat racun yang telah menyerang sampai ke otaknya" kata Hyun-Jae menepuk punggung Wanita itu.
"Apa dia akan baik-baik saja? Bagaimana jika ingatannya..."
"Yeon-Seok kita pasti akan pulih. Sebaiknya Ibu pulang, dan beristirahatlah. Aku akan mengurusnya"
"Kau mengurusnya atau akan menanyainya macam-macam? Bahkan dia tidak mengingat namanya sendiri" pekik sang Ibu menangis pilu.
"Aku akan menjaganya bu, tidak akan ada interogasi selama Kim Yeon-Seok belum ingat apa pun. Bukankah aku Putra Ibu juga?" tandas Hyun-Jae tegas.
"Baiklah. Jaga dirimu baik-baik. Lekas sembuh" kata sang Ibu sambil menepuk lembut pipi kanan Hiroshi.
Begitu sang Ibu pergi, pandangan tajam Hyun-Jae tertuju pada mata Hiroshi.
"Apa kau mengingat siapa yang menyerangmu?" tanya Hyun-Jae disambut gelengan Hiroshi.
"Tapi kau menyebutkan nama seseorang tadi. Ha...Ha...."
"Natsuha. Kau, mirip dengan orang yang aku kenal" kekeh Hiroshi semakin yakin itu bukan Perdana Menteri Natsuha.
"Kau ingat siapa aku?" tanya Hyun-Jae melirik Adiknya penuh selidik.
Anak itu kerap kali membuatnya jantungan dengan banyak kebohongan yang ditujukan untuk mengerjainya. Kali ini dia harus menghukum Adiknya jika benar dia sedang berpura-pura hilang ingatan, dan membuat Ibu mereka khawatir hingga menangis seperti tadi.
"Dari pembicaraan antara kau dengan Ibumu tadi sepertinya kau saudaraku." Jawab Hiroshi setenang mungkin.
"Sebutkan namaku" potong Hyun-Jae mencari ekspresi jahil dalam wajah tenang dihadapannya tapi ia tidak sedikit pun menunjukkan ekspresi bohong.
"Ku dengar Adik Laki-lakimu sedang terluka, dimana dia?" tiba-tiba kedatangan seseorang membuat seluruh orang yang berada di Balai Pengobatan Resimen Baehwa menghormat serempak kecuali Hiroshi.
"Yeon-Seok apa yang kau lakukan disana?! Cepat beri hormat Ratu Seonha!" perintah Hyun-Jae tak dihiraukan oleh Hiroshi.
Ia menatap terkejut pada sosok Kakak Perempuannya Hamari.
"Hamari..."kata Hiroshi lega sambil turun dari tempatnya berbaring, melangkah menuju sang Ratu.
Hyun-Jae terkejut melihat kelakuan Adiknya yang tak tahu sopan santun. Segera ia berdiri, menekan bahu Yeon-Seok ke bawah, memaksanya memberi hormat ke pada sang Ratu.
Deg!!
Tadi..., dia memanggil namaku. Artinya dia mengenaliku. Dia...Hiroshi!! Batin Hamari bahagia akhirnya dapat berkumpul lagi dengan saudaranya Hiroshi.
"Hyun-Jae jangan terlalu keras padanya. Bukankah dia baru saja siuman?" tegur Hamari sambil tersenyum ramah pada Hiroshi.
"Baik Yang Mulia"
"Siapa nama Adikmu?"
"Yeon-Seok Yang Mulia"
"Bawa Yeon Seok ke ruang kerjaku. Ada banyak hal yang harus aku tanyakan padanya langsung."
"Kau tidak keberatan bukan?" tambah Hamari memberi sebuah kode pada Hiroshi dengan sebuah kerlingan mata.
"Ya, Yang Mulia" tegas Hiroshi memahami kode Kakak Perempuannya.
Sang Ratu mengangguk puas lalu pergi meninggalkan Balai Pengobatan Resimen Baehwa.
"Kau masih merasakan sakit di dadamu?" tanya Hyun-Jae ingin memastikan apakah Adiknya akan kuat berjalan sampai ke ruang kerja Ratu.
"Kurasa tidak, aku baik-baik saja. Jangan bersikap seperti Wanita Tua cerewet itu" protes Hiroshi kesal.
"Biasakan memanggilnya Ibu. Anak ini!" tegas Hyun-Jae menepuk lembut tengkuk Adiknya.
Ruang Kerja Ratu Seonha.
Setibanya di ruang kerja Ratu, Hyun-Jae sengaja tidak ikut masuk begitu melihat Heo Dipyo, keluar dari ruang kerja Ratu dengan terburu-buru.
Mau kemana dia? Tidak biasanya dia meninggalkan Nona Jee Kyung tanpa mengawasinya dari luar sini. Batin Hyun-Jae penasaran.
Maka ia berinisiatif mengikuti Heo Dipyo. Sementara, di dalam ruang kerja Ratu, Hiroshi terkejut mendapati kedua Kakaknya telah menunggu di dalam.
"Bagaimana bisa secepat ini kau menemukan Hiroshi?" tanya Kotoko terkejut melihat Adiknya Hiroshi datang tiba-tiba.
"Karena dia ternyata adalah Adik kandung dari Hyun-Jae di tempat ini" kekeh Hamari sambil duduk di atas kursi kebesarannya.
"Ada apa sebenarnya di dalam Istana ini? Kenapa kau bisa menjadi Ratu?" tanya Hiroshi penasaran.
"Kau jangan pernah mengatakan identitas sebenarnya pada semua orang disini. Cukup tutup mulutmu" bisik Kotoko mendekat pada Hiroshi.
"Jika orang-orang disini menganggapmu sebagai Kim Yeon-Seok, maka jangan mengelak atau kau akan dianggap tidak waras" tambah Kotoko bergidik ngeri mengingat awal bertemu dengan keluarga dari Jee Kyung.
"Benar begitu?" Hiroshi lebih memilih bertanya pada Hamari.
Sang Ratu hanya mengangguk tersenyum lalu berjalan mendekat pada saudara, dan saudarinya.
"Kita harus melakukan ini, agar tujuan kita kemari dapat segera terselesaikan. Dengan begitu kita bisa pulang ke Istana bertemu dengan Haha dan Chichi" kata Hamari sambil merangkul keduanya.
"Mari, rencana kita berkencan berempat tidak boleh batal. Apa pun yang terjadi" bisik Kotoko ditelinga Hamari.
Kakak beradik itu saling tersenyum gembira membuat Hiroshi penasaran.
"Apa kau sempat bertanya? Apa yang harus kita lakukan di tempat asing ini?" Hiroshi beranggapan Hamari punya petunjuk.
"Sayangnya tidak. Aku saat itu malah memakan anggur hitam dan lupa apa yang terjadi selanjutnya. Tiba-tiba aku sudah berada ditempat ini" jawab Hamari sendu.