"Naik" perintah Heo.
Jee Kyung hanya menurut tapi pakaiannya membuat dia kesulitan untuk naik. Jee Kyung memekik kaget, melihat tubuhnya terangkat hingga naik ke atas punggung kuda dengan sempurna. Heo kemudian naik tepat di belakangnya.
Hyaaah!!
Seru Heo Dipyo memacu kudanya secepat mungkin. Jantung Jee Kyung berdegup keras melihat betapa cepatnya Heo Dipyo mengemudikan kuda.
Ini bukan ke arah rumah Jee Kyung. Tapi arah bukit tempat mereka pertama kali bertemu sebagai Heo dan Kotoko. Benar saja. Heo menghentikan derap langkah kudanya ketika sampai ke bukit itu. Heo turun dan memberi kode agar Jee Kyung juga turun tapi Gadis tersebut hanya diam tak bersuara.
Bagaimana bisa dia turun jika kedua kaki dan tangannya lemas? Heo segera menarik Gadis itu kearahnya. Diturunkannya Jee Kyung di atas tanah beralaskan rerumputan. Belum lama ia melepaskan tubuh Jee Kyung, Gadis tersebut hampir saja jatuh untung, Heo mau berbaik hati menuntunnya untuk duduk sejenak.
"Kurasa jika kita membicarakan soal tadi di rumahmu, akan tidak nyaman bagimu" kata Heo Dipyo merebahkan diri diatas rerumputan dan menatap birunya langit.
"Kenapa kau selalu membantahku?" kata Heo muram.
"Karena semenjak kita bertemu, kau hanya berteriak padaku. Aku benci Pria yang berteriak padaku tanpa berusaha berbicara baik-baik dan mengatakan letak dimana kesalahanku" jawab Jee Kyung kini tangisannya meledak tak tertahankan.
"Katakan lagi apa yang kau benci dariku"
"Aku benci kau, yang tidak pernah berpikir tentang perasaan orang lain. Karena yang kau pedulikan hanyalah dirimu saja"
"Lalu bagaimana perasaanmu padaku?" tanya Heo membuat Jee Kyung kini diam tanpa kata.
"Kau begitu lancar mengkritik Laki-laki ini. Tapi kenapa kau tidak mampu menjawab ketika aku bertanya bagaimana perasaanmu padaku?" kini Heo Dipyo menoleh pada Jee Kyung.
"Kau tidak bertanya dengan rinci. Perasaanku yang mana? Saat ini, atau dimasa lalu?" Jee Kyung menghela nafas sebelum melanjutkan pertanyaan berikutnya.
"Perasaan yang bagaimana? Sebagai bonekamu atau sebagai seseorang disisimu?" sinis tersirat dalam jawaban Jee Kyung kali ini.
"Kenapa kau begitu rumit dalam berpikir? Aku hanya bertanya beberapa kata. Tapi kau, memikirkan jawaban dalam berbagai pilihan. Padahal tinggal jawab saja sesuai kata hatimu" protes Heo Dipyo langsung duduk menghadap ke arah Jee Kyung.
Gadis itu kini terkekeh geli melihat ekspresi Heo Dipyo yang tak seperti biasanya.
"Bahkan kau sanggup menunjukkan beraneka ragam ekspresi dalam sehari saja padaku sekarang" tambah Heo Dipyo.
"Katakan. Kau ingin tahu jawaban pada bagian yang mana?" dengus Jee Kyung memicingkan mata.
"Dimasa lalu"
"Sangat-sangat menyukaimu. Di waktu itu kaulah dunia bagi seorang Jee Kyung" jawab Jee Kyung.
Tak ada sorot mata kebohongan di kedua mata lentik Jee Kyung.
"Dimasa kini?"
"Aku tidak mengenalmu dengan baik. Bagiku kau adalah orang asing yang datang dalam hidupku seperti badai"
"Bagaimana perasaanmu sebagai seseorang yang ada disisiku?" Heo mulai memancing.
"kau sungguh ingin tahu?"
"jawab saja"
"Seperti seekor burung yang sedang terbang. Terkadang kau membuatku ketakutan setengah mati ketika kau menyuruhku terbang menukik ke bawah. Lalu di waktu lain kau membiarkanku terbang dengan kecepatan sedang yang menenangkan jiwaku" ini jawaban jujur dari Kotoko sebelum melanjutkan kalimat yang tertunda berikutnya.
"Kau tahu? sekarang aku sedang bingung. Bingung bagaimana caranya untuk aku bisa memahami sifat, perilaku, sudut pandang, sekaligus cara berpikirmu. Sungguh tak mudah menyamakan langkah denganmu Heo Dipyo" jawab Jee Kyung perlahan tapi jelas.
"Kenapa kau selalu menyebut dirimu sebagai boneka bagiku?" protes Heo kesal.
"Kau mengatur kapan aku pergi, kapan aku kembali, dihari apa aku akan bertemu siapa, dengan kepentingan apa aku datang padanya, bagaimana aku harus bersikap, bila perlu aku pun harus menjilat. Bukankah itu gambaran sebuah boneka yang sempurna?" Jee Kyung menjawab dengan sorot mata sedih sekaligus tak berdaya.
"Terima kasih" kalimat ini mengagetkan Jee Kyung. Ia menoleh bingung pada Heo Dipyo.
"Tidak ada seorang pun yang dengan jujur mengatakan kekuranganku. Mereka hanya menyebutkan aku harus terlihat sempurna. Dan ketika kesempurnaan ilusi itu tak mampu menyelamatkan hatiku, aku jadi hanya berpikir ingin melawan takdirku." Mendengar curahan hati Heo Dipyo, Jee Kyung jadi ingat sedetail mungkin ucapan Mari dimana Heo Dipyo sebenarnya orang yang hangat dan lembut.
"Satu hal lagi" kalimat Jee Kyung ini mencuri perhatian Heo.
"Jee Kyung yang sekarang lebih menyukai dirimu yang seperti ini. Tidak berbicara memakai urat, mau mendengarkan pendapat orang, bersedia menatap lembut orang yang sedang berbicara denganmu. Kalau diingat lagi, dari awal pertemuan kita di sini, hingga di Istana tadi, kau memperlakukanku dengan sangat buruk"
"Pengakuan macam apa itu? Kau baru saja bilang menyukaiku, tapi belum lima menit berlalu kau sudah berkata lagi, kalau kau membenciku?!" protes Heo Dipyo menyentil dahi Jee Kyung.
"Awal pertemuan kita bukan di sini. Tapi otakmu seolah hanya mau mengingat kejadian menyebalkan itu. Atau karena hanya ditempat inilah kau berhasil menciumku?!" kata Heo Dipyo mundur beberapa jengkal dari Jee Kyung.
"Sudah ku katakan itu kecelakaan!!" teriak Jee Kyung tak mau kalah.
"Tetap saja kenyataannya kau menyerangku duluan"
"Kenapa? Belum pernah ada Gadis lain yang mau menyerangmu selain aku? Jadi menurutmu ini semacam prestasi barumu? Begitu?!" teriak Jee Kyung hendak berdiri. Tapi Heo menahan tangannya dan tanpa permisi meletakkan kepalanya di atas pangkuan Jee Kyung.
"menyingkirlah kalau kau takut aku menyerangmu kembali" ketus Jee Kyung.
"Berhentilah bicara dan biarkan aku begini sebentar saja. Bagiku, sekarang kaulah tempat yang hangat untuk kutuju" potong Heo Dipyo sambil menutup mata dengan tangan kirinya.
Deg!!
Tidak Kotoko. Dia bilang begitu karena dia mengira kau adalah Jee Kyung yang asli. Jangan terpengaruh...kumohon jangan terpengaruh. Lupakan kata-kata Heo Dipyo. Panik kata hati Kotoko merasakan jantungnya berdegup kencang lagi.
"Bagaimana perasaanmu pada Jee Kyung?" tanya Jee Kyung lirih.
"Kau bertanya seolah kau ini orang ketiga yang ingin tahu." Desis Heo Dipyo memindah tangannya ke atas perutnya sambil menatap jengkel pada Gadis itu.
"Kau ingin tahu yang mana? Heo Dipyo yang dulu, atau sekarang? Katakan" Heo hanya menirukan balasan Jee Kyung padanya tadi.