Heo Dipyo meraba dada dimana tempat jantungnya mulai terasa begitu nyeri. Langkah Jee Kyung juga terhenti ketika menyadari langkah lawan bicaranya ini, tak terdengar lagi. Ia menoleh ke belakang tapi Heo Dipyo lenyap entah kemana.
Dan tak lama kemudian seseorang dari dalam Istana tergopoh-gopoh menyambut kedatangan Calon Istri Perdana Menteri Heo Dipyo. Ia menghormat dan mempersilahkan Jee Kyung mengikutinya dari belakang. Mereka melangkah melewati banyak paviliun Istana dan berhenti di sebuah tempat.
"Ini adalah ruang Kerja Ratu Seonha. Ratu sedang beristirahat sebentar jadi, inilah kesempatan Anda untuk dapat bertemu beliau" kata seorang Dayang Istana mempersilahkan.
"Nona Jee Kyung ingin menghadap Yang Mulia" kata seorang Pengawal di depan pintu ruang kerja Ratu mengabarkan kedatangan calon Istri Heo Dipyo.
"Masuklah" sahut suara dari dalam ruangan tersebut.
Deg!!
Suara itu...Kotoko mengenali suara itu. Mungkin kah...
Krieeeeek
Pintu itu terbuka lebar untuk Jee Kyung. Kotoko langsung berjalan masuk, dan diam mematung setelah pintunya tertutup rapat.
"Perdana Menteri Nat...." pekik kecil Jee Kyung tertahan.
"Hyun-Jae bisakah kami berbincang-bincang hanya berdua?" sela sang Ratu.
"Baik Yang Mulia" jawab Hyun-Jae sambil melirik ke arah Jee Kyung setelah memberi hormat sang Ratu.
Ratu Seonha menarik tangan Jee Kyung ke arah meja kerjanya. Dia tersenyum lalu memeluk Jee Kyung erat.
"Yang Mulia Seonha adalah...Hamari?" Jee Kyung terkejut bukan main.
"Aku terkejut melihatmu berada di hadapanku sekarang. Kupikir aku akan bertemu dengan seorang penjilat." Balas Hamari melepas pelukannya pada Kotoko.
"Bagaimana bisa Perdana Menteri Natsuha ikut terseret bersama kita?" bisik Kotoko sedang membicarakan Hyun-Jae yang memiliki wajah rupawan Natsuha.
"Mereka orang yang berbeda Kotoko. Lihat baik-baik, dia adalah penduduk Negeri ini. Wajahnya pun jauh lebih muda dari Chichi Natsuha" balas Hamari berbisik juga.
"Bagaimana ini kenapa jadi sangat rumit" gumam Kotoko sambil duduk berjongkok dihadapan Hamari.
"Rumit? Ada urusan apa sebenarnya kau diperintahkan Heo kemari?"
"Hamari. Benarkah kau berkata pada semua orang, tidak akan menikah selama masih menjadi Ratu Negeri ini?"
"Itu..., ceritanya panjang"
"Aku tidak mengerti. Sungguh-sungguh tidak mengerti. Harus bagaimana untuk mengakhiri tantangan dari Chichi Natsuha" keluh Kotoko menatap frustasi Mari.
"Kurasa jika aku bisa membuat hidup Ha-Neul Arang bahagia, aku bisa pulang ke rumah"
"Kalau begitu aku pun harus membahagiakan Jee Kyung?" kata Kotoko sambil menunjuk batang hidungnya sendiri.
"Tidak ada cara lain. Kita harus bertahan sebagai mereka ditempat ini. Tapi...., bagaimana kau bisa mengenal Heo Dipyo? Sampai menjadi calon Istrinya pula?"
"Aku terbangun sebagai Han Jee Kyung. Putri dari Perdana Menteri Suk Chin" Kotoko menjelaskan dengan rinci.
"Begitu rupanya. Ternyata kalian saling terhubung. Tolong berhati-hatilah Kotoko. Di sekitar Heo Dipyo terlalu banyak manusia yang serakah. Mereka memanfaatkan Heo tanpa dia sadari."
"Jadi orang tadi adalah Calon Suami Ratu Seonha?"
"Bisa dikatakan seperti itu. Tapi sekarang bukan waktunya untuk memikirkan aku dengan siapa. Tapi pikirkanlah kau ingin melindungi siapa?"
"Maksudnya?"
"Aku memutuskan untuk melindungi Hyun-Jae, Heo Dipyo dan kedua orang tua Ha-Neul. Tapi kurasa ini akan sulit Kotoko. Karena dengan posisiku sebagai Ratu, aku tidak dapat sembarangan bertindak Semauku." Hamari berhenti sejenak.
"Tapi kau berbeda. Kau Putri dari Menteri fraksi Kiri. Bantulah aku. Kau cukup melindungi Heo Dipyo agar tidak melakukan tindakan yang akan merugikan dirinya sendiri"
"Aku tidak yakin bisa Mari" balas Kotoko lemas.
"Aku menyelidiki latar belakangmu sebelum kemari. Karena itu aku berani untuk meminta tolong padamu. Kau, Han Jee Kyung adalah Wanita gigih yang selama bertahun-tahun terus mencintai Heo Dipyo tanpa maksud terselubung apa pun"
"Baik itu Ha-Neul mau pun Jee Kyung, dalam hati mereka sangat mengenal karakter Heo Dipyo yang lembut dan hangat. Tapi karena banyak hal yang tidak adil menimpanya, membuat hati Heo mengeras seperti batu."
"Dengan melihatmu di depan mataku saja, itu menjelaskan bahwa hanya kau yang sanggup melembutkan hatinya. Hanya kau sebagai Jee Kyung" balas Ratu Seonha penuh percaya diri.
"Mari. Bagaimana perasaanmu terhadap Hyun-Jae? Apa kau juga sama bingungnya denganku"
"Maksudmu, apakah perasaan ini milik Ha-Neul dan Jee Kyung atau perasaan pribadi kita sendiri? Begitu?" tanya Ratu Seonha tersenyum lembut di balas anggukan kecil Jee Kyung.
"Hanya dengan mencari tahu secara langsung. Maka kita akan paham itu perasaan mereka atau kita. Jangan terburu-buru. Karena nanti, akan ada waktunya Kotoko" tegas Ratu Seonha menepuk bahu Jee Kyung lembut.
Terdengar suara pintu terbuka dan masuklah Perdana Menteri Heo Dipyo dan Panglima Utama Hyun-Jae. Tatapan mata keduanya tertuju pada Jee Kyung yang bersimpuh dihadapan Ratu Seonha.
"Yang Mulia apa Jee Kyung melakukan sesuatu tak pantas di hadapan Anda?" tanya Heo Dipyo memucat.
"Dia Gadis yang manis bagaimana mungkin dia melakukan hal seperti itu didepanku" jawab Ratu sambil mengusap pipi Jee Kyung lembut.
Ia berjalan menuju kursi kebesarannya sambil memperhatikan wajah Heo Dipyo yang lega tiada tara.
"Saat kami berbicara berdua, aku melihat kami punya banyak sekali kesamaan. Terutama hal yang menyangkut kegemaran kami. Bagaimana jika..., besok kita berempat berpacu kuda bersama?" tawar Ratu membuat kedua Laki-laki dihadapannya diam tanpa kata.
Heo dan Hyun kali ini kompak saling melirik satu sama lain.
"Itu...bukankah terlalu ekstrem Yang Mulia?" jawab Heo Dipyo menatap kaku pada Jee Kyung.
"Apa kau takut dia akan terluka? Nona Jee Kyung sendiri yang bilang, jika dia jago dalam berkuda." Tantang Ratu Seonha melipat kedua tangannya keatas meja.
"Tapi..., baru-baru ini Jee Kyung terluka dan baru hari ini dia..." Heo Dipyo berusaha mencegah takut Jee Kyung pingsan lagi.
"Saya menerima dengan senang hati Yang Mulia" potong Jee Kyung bersuka cita.
Akhirnya karena saudarinya yang baik, ia bisa melakukan hal yang tidak mungkin dilakukannya sebagai boneka hidup Heo Dipyo.
"Baiklah. Kurasa kau bisa pergi berkeliling Istana, jika ingin Nona Jee Kyung? Tapi maafkan aku. Hari ini banyak hal yang harus ku kerjakan di tempat ini. Bagaimana jika Menteri Heo Dipyo yang mengantarnya berjalan-jalan mewakiliku?" Ratu Seonha melirik Heo Dipyo sambil mengharap.
Mari!! Kau sengajakan menjebakku hanya berdua dengannya?! Maki Jee Kyung dalam hati.
"Ah, beliau pasti sama sibuknya dengan Yang Mulia. Jadi..., izinkan hamba berkeliling dengan Dayang Istana saja" kata Jee Kyung tidak ingin masuk dalam jebakan saudarinya.
"Kebetulan hamba sedang senggang Yang Mulia bolehkan hamba yang..."
"Tidak perlu Panglima Hyun-Jae. Waktu saya sedang luang. Seperti apa kata Ratu Seonha, saya yang akan mengajaknya berkeliling" tegas Heo Dipyo memberi penghormatan pada Ratu lalu menarik lengan Jee Kyung keluar dari ruang kerja Ratu.
"Kau mau mengantarnya berjalan-jalan? Begitu?" geram Ratu Seonha berjalan mendekati sang Panglima setelah mendengar langkah kaki Heo dan Jee Kyung telah menjauh.
"Ini hanya sekedar sopan santun Yang Mulia" senyum Hyun-Jae melipat tangannya ke belakang.
"Apa Ratumu sudah tidak menarik lagi?"
"Itu tergantung..."
"Hmm? Lanjutkan," kata Ratu sambil berputar mengelilingi Hyun-Jae.
"Yang Mulia... jangan bertingkah seperti seorang Istri yang sedang cemburu. Nanti hamba jadi tak sanggup menahan diri" sang Panglima mulai merona.
"Bagaimana bisa aku tenang, membiarkanmu bersamanya"
"Mohon kecilkan suara Anda Yang Mulia. Ingatlah tidak boleh ada hubungan asmara antara Ratu dan bawahannya. Tolong tepati janji Anda"
"Jadi, karena itu kau ingin membuat gelombang asmara di tempat ini bersama Jee Kyung?" pertanyaan ini spontan membuat gelak tawa sang Panglima berkumandang.
Sementara itu, di tempat lain masih di dalam Istana Heo Dipyo masih saja menarik tangan Jee Kyung. Gadis itu mencoba melepaskan tangan, tapi Laki-laki di depannya terlalu kuat untuk dilawan.
"Tu-Tuan Heo mohon lepaskan ini...sakit" kata Jee Kyung kesakitan.
"Rupanya aku perlu memberi rincian apa yang boleh dan tidak boleh kau lakukan di hadapan Ratu. Ikut aku pulang ke rumahmu, sekarang" gertak Heo Dipyo kesal bukan main.
Mereka telah tiba di pintu gerbang keluar masuk Istana tapi entah kenapa Heo Dipyo memerintahkan kereta kuda yang akan membawa Jee Kyung pulang, untuk pergi. Jee Kyung menatap bingung Heo Dipyo.
Laki-laki tersebut sudah menyeretnya sangat jauh entah kemana sekarang. Ia melepaskan tautan tangannya pada Jee Kyung, melepas tali kekang kuda yang diikatkan pada sebuah pohon.