Hari yang telah ditentukan tiba dimana, rakyat dan seluruh anggota Istana berkumpul untuk menyaksikan penobatan Putri Ha-Neul menjadi Ratu Seonha. Di atas Tahta, sang Ratu Seonha sedang melamunkan kejadian dua hari sebelum dirinya naik Tahta.
Setelah peristiwa salah mengira pengirim surat melalui seekor merpati. Ha-Neul mengizinkan seorang Dayang masuk ke dalam kediamannya, dan Dayang tersebut memohon untuk dapat menyerahkan langsung barang-barang yang diminta Hyun-Jae untuk diberikan ke pada Tuan Putrinya.
Gadis bernama Ha-Neul memucat melihat betapa banyaknya, gulungan kertas dan buku yang dibawa masuk.
"Apa yang kau bawa kemari Hyun-Jae?"
"Semua hal yang menyangkut Negeri ini, Pejabat Istana, Bangsawan dan para Perwira Militer"
"Kau membawa semua ini kemari? Apa kau tidak berlebihan? Hari masih panjang Hyun-Jae, biarkan aku menikmati dua hari terakhir tanpa memikirkan hal serumit itu"
"Tuan Putri Ha-Neul Arang yang terhormat. Hari luang Anda lebih baik digunakan untuk mengurus semua ini. Jadi tugas Anda akan sedikit ringan ketika Anda, menduduki Tahta Kerajaan ini."
"Berikan aku waktu. Aku belum sepenuhnya siap" keluh Ha-Neul kesal.
Kebiasaan Hyun-Jae ketika mulai kesal terhadapnya, langsung berbicara formal seperti sekarang.
"Tidak ada waktu. Tunjukkan keseriusanmu mulai sekarang atau kau hanya akan dihina sebagai Ratu boneka"
"Itu...,terlalu kejam" gerutu Ha-Neul cemberut.
"Baiklah, nampaknya kau memang tidak benar-benar ingin aku ada disisimu" tegas Hyun-Jae, berdiri, melipat kedua tangannya ke belakang, berjalan menuju pintu.
"Apa yang kau ingin aku lakukan sekarang? Apa kau, tak sebertanggung jawab itu membiarkan seorang Ratu yang baru lahir bekerja tanpa arahan?"
"Memang Calon Ratu Negeri ini mau memenuhi permintaanku?"
"Apa lagi yang bisa kulakukan?" Putri Ha-Neul berdecih kesal.
Hyun-Jae berbalik, mendekat pada Ha-Neul lalu bersimpuh di depan Gadis itu.
"Katakanlah aku orang kepercayaanmu yang pertama. Maka dua hari yang akan datang, perbanyaklah orang-orangmu. Ingatlah bahwa Istana, tidak seindah yang terlihat. Mungkin bagi seorang Putri ini adalah tempat yang indah tapi bagi penguasa, jika kau salah langkah, tempat ini akan segera berubah menjadi sangkar emas"
"Kau akan diajari banyak hal, di dikte banyak hal, untuk memenuhi kepentingan orang-orang serakah. Apa kau ingin menjadi Ratu yang seperti itu?"
"Jadi apa rencanamu?"
"Ini rencana Anda Tuan Putri. Hamba hanya mengarahkan langkah terbaik" tegas Hyun-Jae sambil membuka salah satu gulungan.
"Perhatikan, waspadai, dan dekati mereka" kata Hyun-Jae mengetuk nama-nama beberapa orang di kertas tersebut.
"Kwon Jae He Menteri fraksi kiri. Nampaknya dia sedang merencanakan sesuatu dengan memanfaatkan Cenayang Istana untuk membawa Heo Dipyo ke dalam Istana ini"
"Apa hubungan mereka?"
"Kwon Jae He adalah Paman dari Heo Dipyo"
Deg!!
Jantung Ha-Neul mulai merasakan perasaan tidak enak.
"Kwon Jae He punya hubungan kerja sama yang kuat dengan orang-orang ini, dan didukung oleh 55 pendukung yang masing-masing dari mereka memiliki pasukan pribadi."
"Guncangan besar akan tercipta jika seluruhnya bersekutu untuk melancarkan kudeta. Jadi pastikan kau, tidak melepaskan pengawasanmu terhadap mereka semua"
"Kau ingin aku mendapatkan hati mereka?"
"Tidak akan mudah, karena kau juga harus mengendalikan mereka. Kang-Dae, Man-Shik, Suk-Chin, serta Whan Joon. Mereka...tunduk dalam naungan satu orang. Yaitu Kwon Jae He..." jawab Hyun-Jae yang terus menerus terekam di kepala Ha-Neul.
Sang Ratu berusaha untuk tidak berlarut-larut dengan lamunannya. Ia mengerjapkan mata, ketika Penasihat Kerajaan memanggilnya.
"Yang Mulia...."
"Yang Mulia Ratu Seonha" panggilnya berulang kali.
"Ya,"
"Seluruh perhatian tertuju pada Anda. Hamba mohon berkonsentrasilah" Penasihat Istana mengingatkan.
Ratu Seonha menatap seluruh mata orang-orang yang sibuk mengamati sang penguasa baru.
"Dengarkan semua. Aku ingin mengumumkan akan adanya anggota baru dalam masa pemerintahanku. Pertama. Heo Dipyo dan kedua, Hyun-Jae. Menghadaplah kalian berdua kepadaku" kata Ratu Seonha dengan suara setegas mungkin.
Semua orang terdiam memperhatikan setiap gerak gerik baik Heo Dipyo mau pun Hyun-Jae. Keduanya menghadap dan memberi penghormatan. Entah apa jadinya jika kedua orang yang sedang berseteru menjadi kaki tangan kanan dan kiri penguasa muda.
"Hyun-Jae. Kau akan menjadi Panglima Utama Baehwa"
"Ratu Seonha...mohon jangan mengikuti hati Anda. Tidak boleh memberi jabatan berdasarkan hubungan, yang bahkan hubungan itu sudah kandas" Perdana Menteri kiri Kwon Jae He mengucapkan hal itu, terang-terangan membuat Hyun-Jae mengepalkan tangannya geram tetapi demi Ratu, ia menahan diri.
Sang Ratu tertawa manis, sambil menatap tajam Perdana Menteri Kwon Jae He.
"Bukankah ucapanmu sama artinya dengan kau, tidak mengakui kecakapanku sebagai seorang Ratu? Jadi bagaimana jika kita bahas seberapa banyak Pejabat, Bangsawan, dan Perwira kita yang berpikiran sesempit Perdana Menteri kiri kita ini? Silakan maju" tantang Ratu Seonha menggebrak singgasananya.
"Yang Mulia...hamba tidaklah bermaksud demikian" jawab Menteri Kwon Jae He mulai meneteskan keringat dingin di sekujur tubuhnya.
"Hamba hanya..."
"Kau pikir, aku tidak tahu apa pun? Hanya karena aku ini seorang Wanita?!. Jangan mengelak dengan fakta satu ini Kwon Jae He!! Sebelum penobatanku sebagai Ratu kau lah....yang selalu bersuara paling keras...menyuarakan bahwa seorang Wanita, tidak mampu memimpin sebuah Negara" kini Ratu Seonha memilih untuk lebih merendahkan suara, dari pada mengeraskan suara.
Ini adalah perang psikologi sehingga tidak baik terus mengucapkan kalimat frontal dengan nada marah. Bagaimana pun juga Ratu adalah Ratu. Yang harus tetap mempertahankan martabatnya dengan menelan emosi yang sanggup membawanya turun Tahta.
"Aku sungguh tidak mengerti jalan pikiran orang yang seperti itu. Tapi. Satu hal yang aku ketahui. Koreksi setiap kata-kataku, jika apa yang akan aku katakan setelah ini menurut kalian semua salah. Mengerti?!" Tegas Ratu Seonha meminta jawaban sesegera mungkin.
"Ya, Yang Mulia Ratu" jawab seluruh orang yang ada di Aula Kerajaan.
"Tentunya, orang tuaku tidak akan menjodohkanku dengan orang sembarangan. Mereka tentunya mempertimbangkan asal usul orang tersebut dengan sangat matang. Sebelum perjodohan aku pun tidak hanya menerima begitu saja"
"Aku juga, ikut andil dalam pemilihan siapa calonku. Bagaimana mungkin, aku memilih seseorang asal-asalan dalam menduduki setiap jabatan dalam Negara ini, jika memilih calon Suami saja begitu ketatnya!!" langkah awal mendapatkan hati semua orang dilancarkan Ratu Seonha.
"Kenapa aku memilih Hyun-Jae sebagai Panglima Utama Baehwa?"
"Karena satu. Diusia 18 tahun, dia Hyun-Jae berhasil menguasai ilmu pedang tertinggi dan pada saat itu hingga sekarang belum ada yang dapat menyainginya."
"Tapi Tuan Muda Hyun-Jae gagal dalam melindungi Putri Ha-Neul Arang. Jadi kami pun, mulai mempertanyakan bagaimana beliau, bisa melindungi Negara Ini terutama Ratu Seonha?" rupanya Kwon Jae He tak patah arang untuk menyudutkan Hyun-Jae.
"Aku jadi ragu, benarkah kau sedang menyuarakan suara semua orang ini atau justru sengaja mengatas namakan suaramu, sebagai suara seluruh orang di sini?"
"Yang Mulia...." Kwon Jae He menunduk sedalam mungkin.
"Kedua. Dimasa pemerintahan Raja Gu Jae-Deok, Hyun-Jae dan Jendral Hwan-Gill memimpin pasukan di benteng Wolsindae ketika perang melawan Kerajaan Samsil."
"Prestasi Hyun-Jae ada segudang akan butuh waktu berhari-hari mendongeng untuk kalian semua karena kalian pasti punya tugas yang jauh lebih berarti dari pada mendengarkan cerita usang ini bukan?"
"Terlebih lagi bukankah Perdana Menteri Kwon Jae He...punya telinga di setiap penjuru mata angin? Tentunya kau tak bisa menyangkal betapa berprestasinya Hyun-Jae sebagai ahli bela diri yang hebat sekaligus ahli strategi ulung." Sang Ratu membuat Perdana Menteri Kiri tersebut terbungkam rapat.