Chereads / Mantra Penari Ke 7 / Chapter 75 - Salah Alamat

Chapter 75 - Salah Alamat

"Yang Mulia, hanya Tuan Muda Hyun-Jae yang tidak boleh menikahi Calon Ratu Negeri ini. Kegelapan akan meliputi Negeri ini jika Tuan Muda Hyun-Jae memaksakan pernikahan ini dilaksanakan." Mendengar jawaban Hee Bong Soon, Raja tertawa terbahak-bahak.

"Kau, menyarankan agar aku. Menikahkan Putriku Ha-Neul dengan Heo Dipyo?!"

"Hamba sungguh tidak berani berkata demikian. Hamba hanya mengutarakan kehendak langit Yang Mulia" sahut Hee Bong Soon menghormat serendah mungkin.

"Apa kalian juga akan melanggar kehendak langit?!" seru Hyun-Jae mengejutkan Raja.

"Ada dua matahari tapi kenapa hanya ada satu yang boleh, atau tidak boleh menyanding Putri? Bukankah kita sudah melihat sendiri? Seberapa bijak kah calon penguasa baru kita? Demi nama keadilan, Putri Ha-Neul tidak akan menikahi siapa pun!!" tambah Hyun-Jae, berusaha memotong kesempatan si Tuan muda menikahi Putri Ha-Neul. Raja langsung berdiri, menghampiri Hyun-Jae.

"Pernikahan kalian tinggal dua hari lagi. Semua undangan telah tersebar. Mau di taruh dimana mukaku ini?" bisik Raja pada Hyun-Jae.

"Kami akan memberi pengumuman tertulis jika Ayahanda mengizinkan. Pengumuman dimana calon anggota Kerajaan baru dibatalkan. Sebagai gantinya, penobatan Putri Ha-Neul menjadi penguasa mutlak Negeri ini" potong Ha-Neul dengan setegas mungkin.

"Kau sudah mempertimbangkan perasaan Hyun-Jae? hey, pernikahan kalian tinggal dua hari lagi" Raja tak percaya melihat betapa keras kepalanya Ha-Neul.

"Hamba tidak sedang mengingkari hubungan yang sudah terjalin. Atau pun, memutuskan hubungan." Ha-Neul Arang langsung berjalan mendekat kepada Hyun-Jae.

"Hyun-Jae, situasi ini memaksaku harus membuat sebuah pilihan tersulit dalam hidupku. Meniadakan hubungan sebelumnya, dan mengubahnya menjadi hubungan antara Ratu dan Menterinya. Bisakah kau mengabulkan keinginanku ini?" tanya Ha-Neul berbalik bertanya pada Hyun-Jae.

Pria bernama Hyun-Jae menatap penuh percaya diri pada sang Calon Ratu.

"Jika Anda menerima persyaratan hamba maka dengan sendirinya, hamba akan selalu berada disisi Anda"

"Syarat? Apakah itu?" tanya Ha-Neul disambut dengan Hyun-Jae yang mendekat padanya. Ia mendekatkan bibirnya ke dekat telinga Ha-Neul.

"Apa pun yang terjadi, jangan pernah menunjukkan kelemahanmu pada siapa pun selain aku. Tumpahkan seluruh kegelisahan atau apalah itu, hanya kepadaku. Karena kelemahan sekecil biji kecambah pun, akan menjadi celah musuh untuk menjatuhkanmu" bisik Hyun-Jae lebih kearah perintah.

"Hanya itu?" senyum Ha-Neul.

"Iya Putri Ha-Neul. Jangan meremehkan persyaratan hamba tadi. Meski terlihat mudah, tapi akan butuh kerja keras untuk merealisasikannya" tegur Hyun-Jae.

"Masalah antara kami telah selesai Yang Mulia. Putri Ha-Neul tinggal membutuhkan Izin langsung untuk merealisasikan pemerintahan yang baru" kata Hyun-Jae menghormat pada sang Raja dan Ha-Neul.

"Dengan ini, aku menyetujui pergantian Tahta Raja, ke pundak Putriku, Ratu Ha-Neul Arang" tegas Raja yang disambut para Menteri dan Politikus setengah hati.

Mereka sungguh mengkhawatirkan masa depan Joseon, ditangan seorang Wanita.

Ruang Makan Istana.

Dua jam setelah pertemuan di Aula Istana dibubarkan, keheningan mulai tercipta. Ratu Hana Young merasakan kemelut besar dalam diri kedua orang di samping kanan dan kirinya. Mereka diam seribu bahasa, tanpa menyadari kehadiran sang Ratu.

"Ini waktunya makan Yang Mulia, Putri Ha-Neul" Ratu mengingatkan.

"Hamba tidak lapar. Mohon maaf, Ayahanda, Ibunda, hamba ingin segera merebahkan diri ke peraduan" jawab Ha-Neul setelah mendapat satu tepukan Ratu, di bahu kirinya.

Setelah melihat Ha-Neul pergi, Raja hanya menghela nafas panjang, meletakkan makanannya ke atas meja, lalu beranjak pergi meninggalkan Ratu sendirian.

Kediaman Putri Ha-Neul.

Ha-Neul diikuti sang Dayang berlari kecil menuju kediamannya.

"Gu Baek-Na..."

"Ya, Putri,"

"Biarkan aku sendiri untuk hari ini saja. Aku butuh waktu untuk mempersiapkan diri menuju hari penobatanku" kata Ha-Neul.

"Tapi...,"

"Ini perintah" potong Ha-Neul sambil masuk ke dalam kediamannya.

Ha-Neul mendengar suara burung merpati mengitari atap kediamannya. Ia segera membuka jendela, bersiul mengulurkan tangan pada seekor merpati.

Kau telah menunjukkan padaku keteguhanmu. Kau juga memperlihatkan seberapa tangguh mentalmu dalam menghadapi setiap pandangan para Menteri dan Politisi. Betapa bangganya aku memiliki seorang Ratu sepertimu. Boleh kah kita berjumpa di suatu tempat?

Ha-Neul tersenyum mendapatkan sebuah dukungan besar dari orang yang selalu bersedia mendampinginya baik dalam suka, mau pun duka. Kalau dipikirkan lagi, menunda peresmian Hyun-Jae sebagai Suaminya merupakan kesialan terbesar di dalam hidup Ha-Neul. Buru-buru ia membalas pesan dari belahan jiwanya.

Di tempat Matahari tak malu menunjukkan sinarnya, dan juga tempat suatu keindahan, tak pernah lekang oleh waktu. Jawab Ha-Neul lalu mengikatkan surat itu ke kaki burung merpati.

"Pulanglah dengan selamat...," ucap Ha-Neul sambil mengusap sayap sang merpati lembut.

Ia pun membiarkan pesan itu terbang menuju belahan jiwanya.

"Tuan Putri, Tuan Muda Hyun-Jae ingin bertemu" kata Dayang Gu Baek-Na di balik pintu kediaman Ha-Neul.

Hey, baru saja dia membalas pesannya, apa sebegitu tak sabarannya Hyun-Jae menunggu balasan darinya? Ha-Neul berlari membuka pintu dan mendapati Pria itu berdiri tepat dihadapannya.

"Gu Baek-Na, anggap tidak ada siapa pun yang datang kemari. Mengerti?"

"Baik" setelah menerima jawaban langsung Gu Baek-Na, Ha-Neul menggandeng Hyun-Jae memasuki kediamannya.

Senyuman gembira tercetak jelas di wajah sang Putri.

"Syukurlah. Kau terlihat baik-baik saja sekarang." Kata Hyun-Jae ikut mengulas senyuman.

"Tentu saja. Karena kau, sudah menghiburku duluan tadi. Kau memujiku" kekeh Ha-Neul senang.

"Tadi? Di...Aula Istana?"

"Kau baru saja memberiku pesan lewat merpati. Apa sekarang kau pura-pura tidak melakukannya?" goda Ha-Neul menaikkan kedua alisnya.

"Kau masih tidak mengenalku dengan baik? Aku tipikal orang yang lebih suka langsung bicara pada orangnya langsung, daripada memberinya sepucuk surat" jawab Hyun-Jae melipat tangannya bersedekap.

"Apa kau serius?" sekali lagi Ha-Neul ingin memastikan sambil membulatkan kedua matanya panik.

Hyun-Jae mengangguk perlahan. Wajah Ha-Neul memucat.

"Orang yang berani berbicara denganku secara langsung hanya ada kau dan....Heo?!" panik Ha-Neul segera bangkit dari duduknya.

Ah, ya ampun..., kenapa dia tidak memperhatikan tulisan tangannya?!

"Kenapa kau harus sepanik itu? Apa... isi jawabanmu adalah rayuan yang ditujukan untukku?" tanya Hyun-Jae membuat rona merah di kedua pipi Ha-Neul.

"Haaah, jadi itu benar-benar kau lakukan?!" tawa Hyun-Jae sambil mencubit kedua pipi Ha-Neul gemas saat ia melihat, dengan malu-malu Ha-Neul menganggukkan kepala.