Keesokan harinya Ha-Neul Arang memperhatikan setiap detail penampilannya di dalam cermin dengan jantung yang berdegup sangat cepat. Ia tahu, detik- detik keributan dalam Istananya akan segera dimulai.
Seorang Pengawal memberi tahukan tentang kedatangan Dayang Ayahandanya. Ha-Neul menganggukkan kepala, ketika Dayang itu memberi penghormatan.
"Tuan Putri diminta datang segera ke Aula Istana. Ada hal besar terjadi, menyangkut masa depan Anda"
"Baiklah, katakan aku akan segera menghadap" jawab Ha-Neul tegas. Begitu Dayang tersebut pergi, Dayang Gu Baek-Na telah menyelesaikan tugasnya merias sang Putri.
"Apa Anda ingin ke Aula sekarang?" tawar Baek-Na ceria.
Ha-Neul mengangguk sambil membalas senyuman Baek-Na dengan sebuah senyuman kecil. Ha-Neul berdiri melangkahkan kakinya menuju pintu tapi tubuhnya mendadak lemas ia limbung ke belakang untung Gu Baek-Na selalu mendampinginya.
"Apa hamba harus berkata kepada Yang Mulia tentang keadaan Anda?"
"Baek-Na, aku baik-baik saja. Jadi berhenti mencemaskanku" Ha-Neul memperingatkan.
Aula Istana.
Ia tetap melangkah, menuju ke Aula Istana. Kemungkinan pertama, Cenayang Istana memberitahukan perihal dirinya yang mendadak haus akan kekuasaan.
Kedua, Cenayang Istana, akan memenuhi keinginan Ha-Neul, dengan persyaratan apa pun itu.
Jika kemungkinan pertama benar terjadi, Ha-Neul tidak akan termaafkan karena ingin menggulingkan kekuasaan Ayahnya sendiri, dengan mencari pengikut.
"Hamba menghadap Yang Mulia" kata Ha-Neul Arang berusaha setenang mungkin.
Matanya tertuju pada para Menteri, Kasim dan Politisi. Tangannya mulai berkeringat dingin saat melihat sosok Cenayang Istana. Tapi hatinya mulai menguat, ketika sosok Hyun-Jae tiba-tiba muncul tepat disampingnya.
"Yang Mulia" sapa Hyun-Jae menghormat takzim.
"Cenayang Istana, sampaikan apa yang kau lihat di masa depan kelak?" perintah Raja membuat Ha-Neul mengerutkan kening.
"Rasi bintang menjelaskan bahwa pernikahan akan membawa dampak terhadap kekuatan Kerajaan. Jika pernikahan ini tetap dilaksanakan, hamba khawatir Kerajaan ini akan terguncang suatu hari nanti"
"Lanjutkan" perintah Raja kembali.
"Maaf jika ini terdengar lancang, tapi ini berdasarkan hasil doa, dan pertapaan hamba sepanjang lima bulan ini. Posisi Raja harus segera digantikan dengan penguasa yang baru" ucapan sang Cenayang spontan menarik perhatian semua orang disana.
Suara bisikan dan diskusi para Menteri dan Politisi menghiasi suasana Aula Kerajaan.
"Sebenarnya apa yang sedang ingin kau sampaikan Cenayang Hee Bong Soon? Awalnya kau, mengatakan pernikahan kami akan menimbulkan bencana di dalam Kerajaan ini"
"Lalu kemudian kau, mengatakan..., posisi Raja harus digantikan? Kenapa kau, mengatakan dua hal yang saling bertentangan untuk menentukan masa depan Kerajaan ini? Jelas-jelas Raja hanya memiliki seorang Putri"
"Lalu siapa lagi yang akan menduduki Tahta, jika bukan Suami dari Putri Kerajaan ini?!" potong Hyun-Jae berapi-api.
Hey, bukankah ini rencana Ha-Neul dan Hyun-Jae, lalu kenapa sekarang Laki-laki ini mengubah skenario mereka? Apa yang sedang ia rencanakan sebenarnya? gerutu Ha-Neul dalam hati.
"Cenayang Hee Bong Soon!! jangan membuat suasana makin keruh. Jawablah pertanyaan Tuan Muda Hyun-Jae. Karena pertanyaan itu, mewakili suara kami!!" bentak Kasim Seo Jun dengan tegas.
"Jika Anda sekalian memperhatikan dengan seksama apa yang saya coba katakan, maka kesalah pahaman ini, tidak akan pernah terjadi" senyum simpul sang Dayang menambah tingkat kewaspadaan para Menteri dan Politisi.
"Apa dia sudah merencanakan calon untuk Tuan Putri? Lancang sekali" bisik orang-orang di sana menatap sinis sang Cenayang.
"Di dalam Negeri ini, ada dua orang yang diberkahi, sebagai matahari. Pertama, Tuan Muda Hyun-Jae dan kedua Pelajar Heo Dipyo" kalimat ini sungguh menyinggung seisi Istana.
Bagaimana bisa, Cenayang yang di berkahi, justru mengucapkan nama, orang yang tidak boleh disebutkan.
Apa yang direncanakan Hee Bong Soon dengan mengutarakan hal ini? Tidak bisa. Ini tidak bisa dibiarkan!
"Hee Bong Soon. Kau tahu apa yang sedang kau katakan? Kau tahu siapa yang sedang kau, bicarakan?!" bentak Ha-Neul Arang membuat semua orang berhenti berbisik.
Jdeeeeer!!
Blaaaar!!
Blaaaar!
Suara dentum dan kilatan petir menyambar-nyambar langit. Cenayang Hee Bong Soon menengadah sambil menutup kedua matanya.
"Tuan Putri...bisakah hamba mendekat untuk berbicara sedikit?" tanya sang Cenayang masih memejamkan mata.
"Katakan" perintah sang Putri. Si Cenayang membuka mata dan mendekat ke arah Putri Ha-Neul sedekat mungkin.
"Mari kita bertransaksi. Anda mendapatkan Tahta, dan Pelajar Heo Dipyo mendapatkan posisi dalam pemerintahan Anda"
"Apa yang dijanjikan Heo Dipyo kepadamu? Aku bisa memberimu dua kali lipat"
"Ini titah dari langit Tuan Putri. Hamba bekerja, bukan untuk penguasa mana pun, melainkan untuk langit" bisik Hee Bong Soon di telinga Ha-Neul.
Pasti Hyun-Jae sudah menyadari apa yang akan dibicarakan Cenayang ini. Karena itu dia bereaksi seperti tadi. Batin Ha-Neul tersenyum sinis.
"Yang Mulia. Sepertinya ini memang harus dilakukan. Biarlah hamba berkorban demi kesejahteraan rakyat." Seru Ha-Neul, berjalan melewati Cenayang lalu mendekati Ayahnya.
"Berkorban? Apa yang dikatakan Cenayang Istana kepadamu? Pengorbanan apa maksudnya Hee Bong Soon?!" teriak Raja pada akhir kalimat.
Sang Cenayang mengatur siasat, hendak angkat bicara. Tapi Ha-Neul Arang tidak memberi kesempatan!!
"Atas titah dari langit dan semesta alam" potong Ha-Neul, melirik sang Cenayang yang tak mungkin memotong pembicaraan Tuan Putrinya.
"Bolehkah hamba menggantikan Yang Mulia untuk menduduki Tahta? Dan...bolehkah..."ucapan Ha-Neul terhenti dengan suara bergetar.
"Lanjutkan" tegas Raja.
"Bolehkah Heo Dipyo menginjakkan kaki kembali ke Istana? Titah langit mengatakan...."
"Apa kau sudah tidak waras?! Bagaimana kau bisa dengan mudahnya memohon untuk Heo? Dia yang menikammu!!" bentak Raja melotot tak terima.
"Inilah pengorbanan yang hamba ingin lakukan Yang Mulia. Kata Cenayang jika tidak, akan terjadi bencana dan berimbas kepada seluruh rakyat".
"Benar begitu Hee Bong Soon?" tanya Raja setajam mungkin menyorot kedua mata Cenayang Istana.
"Ya, Yang Mulia" kata Cenayang Hee Bong Soon sambil menatap Putri Ha-Neul bingung.
Semudah itu kah mengendalikan Putri Ha-Neul Arang?
"Pengetahuan Cenayang dengan pengetahuan hamba memang tidaklah sama. Tapi. Bukankah di Negeri ini tidak boleh ada dua matahari?" senyum penuh siasat Ha-Neul ditujukan pada Hee Bong Soon seorang.
"I-Iya" jawab sang Cenayang terbata.
"Jadi, agar kedua matahari tidak saling membakar satu sama lain, atau hal lebih buruk justru membakar orang-orang di sekitar mereka, hamba memutuskan." Ha-Neul sengaja diam sejenak, ingin mengetahui reaksi dari seluruh orang.
Hening...mereka menunggu sang Putri melanjutkan keputusannya ini.
"Jika Yang Mulia Gu Jae-Deok berkenan menyerahkan Tahta kepada Putri Ha-Neul Arang, maka dengan ini. Tidak akan ada pernikahan, selama hamba menduduki Tahta" keributan kembali terdengar jauh lebih riuh dari sebelumnya.
Wah, cerdik. Dia membaca rencanaku dengan Cenayang Istana. Dia sengaja memotong sumbu yang kami umpankan padanya? Tampak senyuman mencemooh dari bibir Perdana Menteri Kiri Kwon Jae He,
"Mohon maaf jika hamba menyela Yang Mulia...." kata salah satu Perdana Menteri dari fraksi Kiri.
"Bagaimana bisa seorang Wanita memerintah Negeri ini? Bahkan beliau belum pernah diajarkan bagaimana cara mengelola sebuah organisasi. Sementara Negeri ini jauh lebih luas dari itu" jelasnya setelah meminta perhatian dari sang Raja.
"Tidak dibenarkan Yang Mulia!! Ini tidak masuk akal bagaimana dengan penerus? Jika penguasa tidak menikah, maka kemarau panjang akan menimpa Negeri ini!! Mohon pertimbangannya!!" seru salah satu Menteri dari fraksi Kiri bernama Kwon Jae He membungkuk mohon kebijaksanaan sang Raja diikuti oleh Menteri yang lainnya.
Sang Raja diam tertegun mempertimbangkan apa yang memberatkan hati para Menteri.
"Putriku Ha-Neul Arang. Kenapa kau harus mengorbankan dua hal atas nama rakyat? Cukup korbankan satu hal saja. Kau, naik Tahta, dan menikahlah. Lagi pula perintah untuk membatalkan pernikahan itu hanya sementara bukan? Hee Bong Soon!! Katakan kapan pengunduran pernikahan itu akan berakhir?!"
Hee Bong Soon tersentak kaget lalu berusaha bersikap senormal mungkin.