Chichi Natsuha... ternyata nasip Anda sama sepertiku. Tak kuasa menggapai cinta sampai akhir hayat. Batin Hamari sendu.
"Aku ingin melakukan sesuatu hal demi melindungi keluargaku. Untuk itu aku membutuhkan bantuanmu" tambah Hamari membuat kening lawan bicara mengerut.
"Bantuan seperti apa?"
"Mungkin ini akan sangat mengecewakanmu Hyun-Jae. Tapi kulakukan ini demi keselamatan kita semua"
"Langsung saja ke intinya" jawab Hyun-Jae dengan hati berdebar.
"Aku akan menggantikan Raja menduduki Tahta"
"Itu sudah pasti bukan? Tiga hari lagi kita akan menikah. Jadi kau, pasti akan menjadi Ratu sesegera mungkin"
"Tidak. Aku tidak ingin menjadi Ratu karena menikahi seorang Raja. Aku ingin menjadi penguasa mutlak Joseon"
"Apa?"
"Bantu aku Hyun-Jae. Akan ada masalah besar, jika Ayahanda masih berkuasa. Pertumpahan darah antara Heo Dipyo dengan Ayahanda tidak akan pernah terselesaikan"
"Jadi kau ingin melawan Heo Dipyo sendirian? Begitu?" kali ini Hyun-Jae menatap curiga pada Putri Ha-Neul Arang.
"Ini jalan terbaik Hyun-Jae"
"Katakan saja kau akan menikahinya dan menyuruhku mundur" Hyun-Jae justru berdiri ingin segera angkat kaki dari kediaman sang Putri.
Tapi tangan Ha-Neul menggenggam telapak tangannya erat.
"Jika aku memintamu menungguku, apa kau bersedia? Selama aku menguasai Tahta, maka tidak ada seorang Laki-laki pun yang boleh menikahiku. Karena itu, bisakah kau, menungguku? Hanya sampai saat aku meletakkan Mahkotaku. Jika saat itu tiba, maukah kau meninggalkan segalanya bersamaku? Dan hidup bersama sebagai rakyat jelata?" kesungguhan Ha-Neul dapat dirasakan Hyun-Jae dari sorot kedua mata Gadis itu.
"Ini keputusan yang besar. Aku tidak tahu siapa yang mempengaruhimu, hingga keputusan berbahaya ini dapat kau ucapkan dengan mudahnya. Akibat dari keputusanmu apakah sudah kau pertimbangkan matang-matang?"
"Ayahanda akan membenciku"
"Tidak hanya itu. Jika Raja tidak bersedia menyerahkan Tahta dan kau, bersi keras untuk mencabut gelarnya sebagai Raja, kau akan dicap sebagai pemberontak."
"Untuk itu aku butuh bantuanmu. Pasti ada pihak yang tidak puas dengan kepemimpinan Raja yang sekarang. Cari orang itu, dan jadikan dia di pihak kita"
"Tidak semudah itu. Bila Tahta sedikit saja terlihat kosong karena perebutan kekuasaan, maka akan ada pihak yang dapat melihat celah sekecil apa pun itu dan pada akhirnya, akan dijadikan jalan untuk menjadikan, orang lain sebagai penguasa baru."
"Kau tahu siapa orangnya?"
"Perdana Menteri fraksi Kiri Kwon Jae He. Raja mendengar langsung dari salah satu mata-matanya, dia telah merencanakan untuk menggulingkan Raja dan menggantikannya dengan orang kepercayaannya."
"Teruskan saja penyelidikan itu, lalu kita akan membungkamnya agar dia dan para antek-anteknya tidak membahayakan posisiku kelak"
"Lupakan saja. Mereka lebih licik dari Yang Mulia Raja. Bahkan dalam berbagai kesempatan mereka berusaha meracuni atau membunuh Raja. Apa kehidupan tak menyenangkan seperti itu yang kau inginkan?!"
"Selama kau disisiku, akan aku lakukan segala hal yang ku mampu. Hanya inilah daya dan upayaku untuk melindungi orang-orang yang kusayangi. Jika harus ada pertumpahan darah di tanah ini, setidaknya bukan di karenakan aku. Tapi murni sebuah pemberontakan" jawab Ha-Neul Arang penuh harapan.
"Aku takut tak mampu melindungimu Ha-Neul"
"Segera setelah aku naik Tahta maka kau akan ku beri posisi yang akan mengharuskanmu terus berada disisiku. Apa dengan begitu, kau jauh lebih tenang?"
"Kau butuh alasan kuat untuk menggantikan Raja tanpa perlu harus melakukan sebuah pemberontakan"
"Berikan ini pada Cenayang Kerajaan secara diam-diam. Pastikan dia berada dipihak kita. Apa kau, bersedia berdiri di sisiku mulai dari sekarang? Hyun-Jae?" keduanya saling menatap penuh arti.
Kuil Jongmyo.
Cenayang Kerajaan sedang melakukan doa bersama demi kelangsungan pemerintahan Raja Gu Jae-Deok agar berjaya sepanjang masa. Tiba-tiba seorang utusan datang menghadapnya lalu membisikkan sesuatu. Ia menyerahkan segulung surat pada sang Cenayang, dan pergi begitu saja. Cenayang tersebut memerintahkan salah satu anak buahnya menggantikan dirinya memimpin ritual.
Berjalan secepat mungkin menuju kediamannya sendiri. Membaca dengan seksama isi pesan yang tersirat jelas. Sang Cenayang terkejut mengetahui Putri Ha-Neul Arang, yang sebelumnya tidak menunjukkan rasa haus akan kekuasaan, tiba-tiba kini menginginkan Tahta?
Secepatnya ia menuliskan ke sepucuk kertas, di linting sangat kecil, lalu pergi ke kandang burung merpatinya. Di ikatkannya gulungan surat itu pada kaki si burung, lalu di terbangkan lewat jendela.
Kediaman Perdana Menteri Kwon Jae He.
Di kediaman Perdana Menteri kiri Kwon Jae He, ia mendengar suara kicauan burung yang mengitari atap rumahnya tanpa henti. Kwon Jae He tergopoh-gopoh keluar halaman, bersiul nyaring lalu mengacungkan lengan tangannya, agar burung tersebut hinggap pada pergelangan tangannya. Ia segera membaca isi surat dari si Cenayang Istana.
Seringai licik muncul di wajah sang Menteri membuat Heo Dipyo yang diam-diam mengikutinya dari belakang penasaran bukan main.
"Kenapa kau, tersenyum seperti itu?" pertanyaan Heo Dipyo mengejutkan Kwon Jae He.
"Ternyata kebodohanmu, bisa kita jadikan kartu kemenangan kita"
"Maksud Paman?" raut wajah Heo Dipyo terlihat kebingungan.
"Nampaknya, Tuan Putri masih sangat mencintaimu. Buktinya, dia tiba-tiba membatalkan pesta pernikahannya secara tiba-tiba dengan meminta bantuan Cenayang Istana" kekeh sang Paman sambil menepuk punggung keponakannya.
"Membatalkan pernikahan? Kau...tidak sedang berbohong?!" ada segurat rona wajah bahagia penuh harapan untuk menggapai belahan jiwanya lagi.
"Sedikit lagi, kau akan mendapatkan keinginanmu. Tapi ingatlah satu hal Heo, kau harus memimpin Negeri ini atas kehendak fraksi Kiri" sang Paman kembali menekankan isi perjanjian kontrak tertulisnya dengan Heo Dipyo.
"Akan kulakukan segalanya demi menggapai Ha-Neul" tawa riang Heo Dipyo sambil meninggalkan sang Paman begitu saja.
Kwon Jae He kembali mengulas senyuman licik ketika Keponakan bodohnya menghilang dibalik dinding kayu.
"Tuan Putri Ha-Neul Arang..., rupanya kau berusaha mengamankan keluarga sekaligus kekasih gelapmu? Cepat bergeraklah sesuai kata hatimu, sehingga celah besar yang kunantikan, bisa dengan mudah ku manfaatkan"
"Kau, telah...menyatakan perang secara terang-terangan kepadaku. Maka akan kuberikan hadiah paling pantas...hanya untukmu. Entah Anda paham atau tidak, bahwa di dalam peperangan, tidak akan ada yang tidak terluka seujung kuku pun" tawa Kwon Jae He mengumandang keras ke seantero kediamannya.