Suasana menjadi hening sang Dayang tak bergerak dan tak bersuara. Baru kali ini Hamari melihat waktu berhenti berdetak.
"Apakah Anda takut jika hati Anda bercabang? Putri Hamari?"
Deg!!
Wanita cantik itu bisa mengenalinya sebagai Hamari? Baru kali ini ia bisa mendengar nama aslinya disebut seseorang.
"Kau mengenaliku? Bagaimana bisa?"
"Panggil aku Sizuka. Kita punya sejarah di dalam kehidupanmu sebelumnya"
"Jeajangna? Maksudmu aku yang dahulu mengenalmu?"
"Kau...korban dari ketidak tahuanku yang berkomplot dengan Kimiko"
"Apa yang Haha rencanakan denganmu. Katakan"
"Melenyapkanmu" jawab Sizuka begitu mendengar informasi mengejutkan tersebut, wajah Hamari berubah memucat.
"Itu..., terjadi di masa lalu. Maka jangan lah diungkit kembali. Bagaimana pun sekarang aku adalah Putri kandungnya" lirih Hamari sambil mengepalkan telapak tangan kiri.
"Artinya kau, bisa memberiku informasi. Bagaimana keadaan Chichi Keito dan Haha Eun-Sha? Apa kondisi mereka telah normal kembali?" dari pada membahas luka lama, Hamari lebih mencemaskan keadaan Keito, Eun-Sha, Kimiko dan juga Natsuha.
"Ya, mereka hidup normal seperti sedia kala. Tapi...,"
"Katakan apa yang tidak aku ketahui Sizuka"
"Ada kejadian dimana Selir Kimiko berusaha menikam Ratu Eun Sha dengan sebuah pisau belati. Tapi Ratu dapat diselamatkan oleh Raja Keito, sebagai gantinya, Rajalah yang tertikam."
"Kondisi Chichi Keito saat ini bagaimana? Apakah cukup parah?"
"Beliau dapat tertolong"
"Ini pasti sangat berat bagi Chichi Natsuha. Di satu sisi ada Chichi Keito sebagai Rajanya dan disisi lain ada Selir Kimiko Anenya. Apa..., Chichi Natsuha bisa melewati masa beratnya ini?" pertanyaan Hamari langsung dijawab gelengan kepala Sizuka.
"Begitu mengetahui dalang percobaan pembunuhan Ratu, dan pelaku penikaman Raja, adalah Selir Kimiko, di waktu bersamaan dengan Raja yang hampir sekarat, Perdana Menteri Natsuha juga mendadak terkena serangan jantung"
"Apa dia sudah sehat kembali?"
"Beliau meninggalkan dunia fana ini Putri" jawaban terakhir Sizuka membuat kaki Hamari tak sanggup lagi berdiri. Air matanya deras menitik tak tertahankan.
"Tuan Putri..., ini kesempatan kedua. Perdana Menteri Natsuha kini, berada di sisimu. Jangan lepaskan beliau sekali lagi, demi hasrat tak kunjung ada akhirnya. Semoga kalian berbahagia"
"Kenapa? Apa sebabnya Haha Kimiko ingin menghabisi Haha Eun Sha? Mereka..., sedang bersitegang soal apa?! lalu apa maksudmu chichi Natsuha ada disisiku sekarang?!" teriak Hamari seluruh tubuhnya gemetaran.
"Hanya karena cinta yang naif, menuntut, dan egois. Pernah dikatakan..., buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Karena kekhawatiranku itu maka aku beranikan diri datang kepadamu"
"Kau ini sebenarnya apa? Kenapa kau seolah tahu segalanya?" pertanyaan ini membuat Sizuka berjongkok dihadapan Hamari yang duduk di lantai kayu dengan tubuh lunglai.
"Aku tidak akan mengulangi kata-kataku lagi Putri. Ini terakhir kalinya aku akan mengatakan suatu hal, di tempat ini. Padamu. Jangan biarkan pengalaman buruk dalam rumah tangga Chichi dan Hahamu, terjadi juga dalam rumah tanggamu."
" Aku datang untuk memperbaiki segala hal, yang telah aku rusak" setelah kalimat terakhir terucap sangat jelas di telinga Hamari, Jin Wanita bernama Sizuka menghilang begitu saja.
Dayang Gu Baek-Na terkejut bukan main melihat Tuan Putrinya duduk di sudut ruangan dengan tubuh gemetaran hebat.
"Putri? Putri Ha-Neul...apa Anda sedang sakit?" sang Dayang buru-buru mendekat, memeriksa suhu tubuh sang Putri.
Mencari tahu sebab musabab sang Tuan Putri mengalami syok. Putri Ha-Neul menangkap tangannya, menggenggam telapak tangannya. Tangan itu dingin, basah, dan bergetar hebat.
"Apa yang harus ku lakukan untuk mencegah segala hal yang akan terjadi? Katakan...," lirih Ha-Neul Arang menatap mata sang Dayang yang sedang kebingungan.
"Hamba mohon katakan apa saja, tapi mari kembali ke peraduan Anda" jawab Dayang Gu Baek-Na sambil berusaha memapah sang Putri.
Pada akhirnya, Gu Baek-Na terpaksa berteriak meminta bantuan Dayang lainnya karena tak mampu menopang tubuh sang Putri yang seakan tiba-tiba lumpuh.
Sesampainya di peraduan, Ha-Neul justru menangis sambil mencengkeram kuat-kuat kain basah yang seharusnya mengompres keningnya. Gu Baek-Na merasakan kepedihan hati sang Tuan Putri, meski ia tak tahu menahu penyebabnya. Yang ia tahu, ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Gu Baek-Na berlari sekuat tenaga menuju Taman Istana, tepatnya di sebuah ruangan terbuka tempat keluarga Kerajaan menghabiskan waktu bersantai bersama keluarga.
Ia berlari lalu bersimpuh dihadapan Raja dan Ratu yang sedang sibuk membaca sesuatu bersama. Raja melirik Dayang Gu Baek-Na keheranan sementara Ratu menepuk bahu Suaminya mulai cemas.
"Angkat wajahmu, dan katakan apa yang ingin kau bicarakan Baek-Na" perintah Raja di patuhi sang Dayang.
Ia menegakkan tubuhnya sambil perlahan berdiri, masih menundukkan wajahnya untuk menghormati Raja dan Ratu.
"Setelah hamba dan Putri berbincang-bincang, tiba-tiba Putri Ha-Neul mengalami demam parah. Mohon Ratu dan Raja bersedia mendampingi beliau barang sebentar saja" jawab Dayang Gu Baek-Na sehati-hati mungkin.
Raja dan Ratu segera berlari menuju kediaman Putri mereka.
"Ha-Neul, apa kau merasakan sakit di bagian perutmu?" tanya Ratu mengusap peluh di wajah sang Putri tercinta.
"Hamba...tidak merasakan apa pun sekarang. Mati rasa...hanya mati rasa" lirih Ha-Neul sebelum kehilangan kesadarannya.
Tabib Istana berkata, sakit yang diderita oleh Putri bukan disebabkan oleh luka fisik melainkan masalahnya ada di dalam pikiran Ha-Neul sendiri.
Apa yang membuatmu jadi seperti ini? Katakan pada Ayahandamu ini agar Ayahmu ini, mampu mengurangi beban dalam hidupmu. batin Raja merana.
Bagaimana tidak? meski pun Putri dan Dayangnya berusaha menutupi usaha Putri Ha-Neul Arang melakukan percobaan bunuh diri di masa lalu, hanya karena ia tidak mengijinkan Ha-Neul menikahi pemuda bernama Heo Dipyo, dan... sekarang? Gadis kecil itu meringkuk tak berdaya setelah percobaan pembunuhan yang di lakukan mantan kekasihnya sendiri.
Bagaimana Raja ini tidak miris menatap nasip Putri semata wayangnya ini?
"Apa Yang Mulia sudah menanyakan sendiri pada Putri Ha-Neul? Dengan siapa dia ingin hidup bersama? Apakah Anda tidak mencoba untuk memaksakan kehendak Anda pada Putri kita?" tanya sang Ratu dengan suara bergetar.
"Aku membebaskannya menikahi Pria mana pun kecuali Heo Dipyo. Persiapan pernikahannya dengan Hyun-Jae adalah keputusannya sendiri. Tidak ada campur tangan dariku seujung kuku pun" jawab Raja tegas.
"Bagaimana jika dia melakukan itu agar dapat melindungi Heo Dipyo dari amukan Anda? Dengan begitu, hukuman Laki-laki yang dicintai Putri kita, akan segera ditiadakan" tandas Ratu menatap Suaminya dengan mata berkaca-kaca.
"Bagaimana jika keputusan Yang Mulia menjadi penyebab penderitaan Putri semata wayang kita?!" Teriak Ratu yang menolak sebuah pelukan dari Raja seketika.
Tapi sang Raja mengunci tubuh Istrinya ke dalam pelukannya membiarkan sang Ratu menumpahkan seluruh emosinya pada dirinya. Tak peduli seberapa kerasnya pukulan Ratu ke dadanya kali ini.
"Tidak ada seorang Ayah pun, yang menginginkan Putrinya menderita. Terkadang, seorang Ayah sepertiku harus membuat pilihan. Menekannya dan melihat masa depan penuh suka cita dalam rumah tangga Putrinya suatu hari nanti, atau membiarkan dia bahagia kini tapi di masa depan, aku hanya akan melihat air mata di wajah Putriku"
"Segala perlakuanku padanya, hanya demi kebaikannya di masa depan. Aku hanya bisa berharap. Semoga Istriku, Ratu Negeri ini mau dan mampu mendukung segala daya upayaku ini" lirih Raja untuk pertama kalinya, Ratu Hana Young merasakan keresahan sekaligus ketakutan Suaminya berbaur menjadi satu.
Aku tidak sanggup. Tidak sanggup melindungi keduanya. Tanganku tak mampu memeluk keduanya. Suamiku membutuhkan uluran tanganku tapi aku malah memeluk Putriku. Dan disaat yang lain, Putriku membutuhkan dukunganku, tapi Suamiku tak mengizinkanku untuk bertindak sesuai naluriku sebagai Ibunya. Aku..., orang paling buruk. Batin sang Ratu sambil menepuk lembut Raja.
Tiga jam telah berlalu.
Putri Ha-Neul baru saja sadarkan diri. Ia menatap kedua orang Tuanya yang terlihat sangat mencemaskan dirinya. Dan betapa terkejutnya Ha-Neul, ketika melihat Hyun-Jae tepat berada disisinya.
Hyun-Jae memeriksa suhu tubuh Ha-Neul dengan menyentuh kening Gadis itu.
"Ayahanda, Ibunda, ada yang ingin hamba sampaikan kepada Hyun-Jae. Bisakah kami bicara empat mata saja?" mendengar ucapan Ha-Neul kedua orang tuanya hanya saling menatap satu sama lain.
"Katakan apa saja yang kau butuhkan pada Dayang Baek-Na. Jangan memaksakan diri untuk bangun jika belum kuat melakukannya. Bisakah kau berjanji?" jawab Ratu meminta Putrinya mematuhi perintah.
"Mengerti Ibunda, bisakah sekarang kami..., bicara?" jawab Ha-Neul lemas.
Raja dan Ratu tak lama kemudian keluar dari kediaman Putri. Hyun-Jae nampak panik, begitu sang Putri malah berusaha duduk di atas peraduannya.
"Aku kuat duduk jangan khawatir" Hamari mencoba menenangkan Hyun-Jae.